Bagiku untaian puisi sangatlah sederhana, puisiku
tak lain kamu. Perpaduan perasaan kasih, diantara kita.
Entah tautan jarak, timangan bimbang
atau semacam derap cepat untuk merindu.
Yang teraba selalu gelisah tak tentu saat melangkah.
Ingin segera kutemui, senyum itu, dengan kata-kata cemas
untuk mampu merengkuhmu.
Karenamu terus kutulis puisi tak tuntas, hanya untukmu
sungguh aku lupa cara menggoreskannya.
Apakah nanti kamu suka, bisakah semesta menerima.
Aku sekadar mengupas gundah dalam puisi. Aku tak tahu
mestinya menulis apa.
Jadilah memang belantara puisi. Bacalah. Di sana mungkin tersua
apa saja, celoteh kita. Terpenting ada balutan rasa, Â ada aroma
keindahan secukupnya untuk kita. Kutahu tiba-tiba cara meramu
selera apa yang tercecap pada setiap menu. Rasakan. Terlanjur renta
segenap inderaku saat menelusuri pesisir sunyi semacam puisi.
Pada dahan dan daunan, hanya aku dan kamu, dan sebaris doa.
Bandung, 14 November 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H