Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dosa Para Koruptor, dan (Mestinya) Hukum Tambahan bagi Mereka

29 April 2017   20:25 Diperbarui: 3 Mei 2017   00:51 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kerakusannya dibungkus dengan keramah-tamahan, sopan dan tampak sangat alim untuk melenakan siapapun yang memperhatikan gerak-geriknya. Senyum dan sorot matanya menjanjikan kejujuran dan keikhlasan, padahal semu dan dibuat-buat. Maka dalam konteks ini setiap koruptor adalah para pemain watak dalam sinetron atau teater yang buruk. Ia dapat memerankan tokoh antagonis maupun  protagonis dengan sama baiknya. Ia dapat melakukan akrobatik piawai layaknya pemain sirkus. Ia dapat tampil sangat agamis, tak kalah gaya dibandingkan dengan dai/ajengan kondang.

Enam, tidak mudah mengaku bersalah. Wajah dan sikap tubuh pun tidak memperlihatkan rasa penyesalan, cenderung berkilah-membantah-mungkir dan kalau perlu berbohong serta bersumpah palsu untuk menutupi keculasannya.  Umum diketahui bahwa manusia tempatnya salah dan lupa. Siapapun memilikinya, entah kecil atau besar, entah dulu-sekarang atau masa mendatang. Namun mengaku salah dan meminta ampun serta berjanji dengan sungguh-sungguh untuk tidak melakukan lagi menjadi solusi terbaik yang ditawarkan Tuhan agar seseorang kembali pada kesucian, kembali menemukan keimanan, dan bahkan hidayah yang pernah meninggalkannya. Namun banyak  orang ‘keukeuh’ dan tetap bertahan untuk tidak mengakui kesalahannya sampai mati. 

Tujuh, menjatuhkan citra dan pandangan orang tentang agama yang dianutnya  (apalagi si koruptor seorang tokoh). Hal terakhir ini yang tidak pernah disinggung para pengkhotbah Jumat, pada Ustadz dalam tausyiah dan ceramah mereka. Mestinya disebutkan bahwa tokoh-tokoh muslim yang busuk karena korupsi-kolusi-nepotisme (selain berbagai kejahatan lain: penggandaan uang, mengaku guru spiritual, jaksa-hakim-pengacara yang memperdagangkan hukum/hukuman dengan murah menjadi salah satu sebab mengapa banyak muslim yang justru mengidolakan tokoh lain non-muslim yang dikenal jujur,  anti korupsi bah bahkan (diakui atau tidak)  bertindak sangat Islami.

Delapan, dihukum ringan karena kerjasama dengan penegak hukum. Bahkan di dalam penjara pun meeka masih dapat bermain kongkalikong dengan petugas penjara. Akibatnya, di penjara pun tidak ada efek jera, tidak malu, tidak menyesal.  Itu artinya para koruptor tidak diberi kesempatan untuk sebenar-benarnya tobat, merenungi kesalahan dan kesesatannya untuk kemudian berupaya untuk mengubahnya. Oleh karena itu hukum dunia tidak cukup menghukum, maka hukum akhiratlah yang harus diterima.

Sembilan, mengajak orang untuk cinta dunia. Gaya hidup mewah, kaya, dan serba ada membuat orang lain berpandangan bahwa orang hidup yang dikejar hanyalah kebahagiaan dunia. Padahal kebahagiaan itu semu dan sementara saja.

Nah, itu sembilan dosa yang menurutku disandang oleh setiap koruptor. Kalau ada yang mau menambahkan silakan saja. Tambah sebanyak-banyaknya jika mungkin. Semua dosa itu dibeberkan dan diterang-jelaskan dan disodor-sodorkan kepada setiap orang agar siapapun mengambil sikap keras-kejam-sadis kepada mereka, sekaligus untuk mencegah siapapun dan dalam kapasitas apapun menjadi koruptor.

Demo, Biaya
Kini tidak mestinya kita bersikap ‘biasa-biasa saja dan seolah tidak terganggu’. Demo bela agama mestinya juga disasarkan kepada para koruptor, keluarga mereka, institusi tempatnya bekerja, perguruan tinggi tempatnya meraih kesarjanaan, organisasi politik maupun organisasi kemasyarakatan tempat ia beraktivitas, dan seterusnya. Bikinlah demo dengan ribuan, ratusan ribu, dan kalau perlu jutaan orang untuk seorang koruptor.

Ya, tapi yang membiayai siapa? Lagi pula ini tidak terkait politik. Apakah biaya yang selama ini digunakan untuk demo bukan justru dari hasil korupsi-kolusi dan nepotisme?  Ah, jangan berburuk sangkalah. Pastilah pendonor demo itu –siapapun dia-  tak lain  orang yang sangat dermawan-agamis-santun-suka menolong dan mau berkorban apapun demi idealisme dan tujuan baik, dan terlebih demi keutuhan bangsa-negara dan NKRI. Mungkin saja, entah kalau sebaliknya.

Mereka memiliki sembilan tingkat kesalahan dan dosa (catatan di atas) dalam penistaan terhadap agama (apapun agama yang dianut) oleh karena itu hukumannya punmestinya jauh-jauh lebih berat dibandingkan kejahatan yang lain.

Kalau boleh mereka mestinya dimiskinkan, dibuat cacat jasmani dan sakit-sakitan. Bisa juga ditambahkan hukuman: dikebiri, dipasung, digantung terbalik dengan kaki di atas. Dapat ditambahkan pula hukman lain, sering-seringlah mereka dibawa ke rumah sakti jiwa untuk bercampur dengan para pasien di sana seslama seminggu atau lebih. Lalu dibawa ke ruang autopsi dan kamar jenazah rumah sakit umum untuk melihat isi tubuh manusia dibedah dan diperiksa (jenazah teroris dan penjahat yang di-dor), bahkan juga dihukum untuk tinggal siang-malam di tengah-tengah pekuburan umum, kemudian menjadi petugas penggali liang lahat. Sebelum akhirnya dibawa ke pesantren dan rumah-rumah rehabilitasi kerohanian yang lain. Tujuannya agar kehidupan mereka betul-betul sehat jasmani dan rohani, dan bersiap meninggalkan kecintaan pada dunia demi kehidupan akhirat.

Penutup
 Demikian saja sekadar renungan. Ada sembilan dosa sestidaknya bagi koruptor. Oleh karena itu hidup di b alik terali besi saja tidak cukup. Mereka harus mendapatkan program plus, atau kalau perlu plus-plus-plus. Tulisan ini menggiring pemikiranke sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun