Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen I Iseng Saja, Waspadalah (1)

4 Maret 2017   13:38 Diperbarui: 21 Maret 2017   20:01 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
segelas es teh menyegarkan

Muski menyusun sepuluh nomor ponsel acak saja, dari beberapa provider. Lalu dikirimnya serentak, dan menunggu. Diam, termenung, berangan-angan, malam merambat ke puncak, makin sepi, dan menunggu. Seperti para pemancing, melempar umpan lalu menunggu. Seperti para penjudi togel, memilih angka kemudian menunggu. Juga seperti prajurit dalam perang darat, memasang ranjau lalu menjauh, mencari perlindungan dan menunggu!

Itu menunggu yang begitu menegangkan, mungkin mencemaskan. Menunggu yang asyik, bukan bosan, sambil menduga-duga apa yang bakal terjadi. Seberapa hebat dan dahsyat hasilnya. Atau tidak terjadi apapun yang menawarkan sensasi. Beberapa menit kemudian telepon pintarnya bernyanyi, menandai sms masuk. Dengan berdebar Muski membuka dan membacanya cepat.

Jawaban sms pertama. “Siapa nih?” Muski bergumam sendiri: Siapa? Mau tahu aja sih! Penasaran ya?

Lalu sms jawaban kedua menyusul. “Jangan ganggu aku lagi. Kita sudah putus!” Muski senang pancingannya berhasil. Kapan juga kita pernah nyambung, kok tiba-tiba bilang putus? Aneh juga kamu ini. Ngaca dong!

Tak lama kemudian muncul sms jawaban ketiga. “Hai, kawan. Apa kamu penyuka sesama jenis?” Jawaban yang aneh. Muski terkekeh geli. Sesama jenis? Haha. Kamu jenis wau-wau atau bekantan? Atau jangan-jangan kamu termasuk primata ekor panjang? Hahaha. Gila.

Muskita tertawa saja. Ia membayangkan bagaimana ekspresi para korban keisengannya itu. Banyak orang yang tidak mau cepat mengumbar kemarahan. Mereka berpikir mungkin saja sedang  dipermainkan kawan sendiri.

“Ohya, gue Muski. Perawan waras. Berkulit matang manggis, tapi masih lajang. Aku nggak akan mengganggumu kalau memang kamu bukan tipe orang yang justru suka diganggu.. . . . .!” ucap Muski sendiri dengan suara bercanda, tidak menuliskannya sebagai balasan di sms. “Ohya, tentu aku penyuka sesama jenis. Jenis manusia, bukan sesama jenis kelamin. Jangan main tuduh sembarangan!” gumamnya sendiri.

Perempuan lajang itu menunggu lagi. Tapi sia-sia. Orang malas menjawab sms dari nomor tidak dikenal, dan lebih suka mendiamkannya saja. Itu dianggapnya seperti sms para menipu. Harga yang ditawar kemarin kami sudah cocok.  Yah, apa boleh buat. Kini saatnya membuat jawaban atas tiga pertanyaan dan pernyataan yang masuk.

“Aku bukan seperti yang kamu sangkakan. . . . .!” Perempuan itu tak habis penasaran pada jawaban baru dari pancingan yang dibuatnya. Dan jawaban kali ini agak sulit dibalas. “Memang aku sudah menyangka apa? Sok tahu!”

Itulah yang ditulis Muski mengomentari jawaban sms pertama, setelah berfikir beberapa saat untuk menemukan kalimat serius namun konyol sehingga membuka peluang jawaban yang lebih mengejutkan dan misterius.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun