Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi I Tiada Beda, dan Mimpi yang Tercabik

2 Januari 2017   23:58 Diperbarui: 21 Maret 2017   20:00 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
malam pergantian tahun 2016 - 2017 (Gambar : CNN Indonesia)

1/

Tiada Beda, Hari ini dengan Kemarin

rasanya tiada beda hari ini
mungkin saja dibandingkan dengan kemarin
kecuali harap makin tinggi melambung
resah makin dalam berkabung

tiada beda langit siang hari ini
manakala kuamati awan dan matahari
serupa waktu merambat lewat
kecuali semua tantang lepas tak terjawab

hidup merenda semua dengus dan dengki
pohonan meranggas di awal kemarau
mungkin ini yang kelak berbeda
kering menjadi ladang semai ragu juga was-was

begitukah tabiat umur cepat merambat
tahun demi tahun terus berguguran
haruskah kurayakan jelang enam puluh
tak cukupkah petasan memupus debar hati

semalam pesta itu untuk siapa saja
pergantian bersenandung kemenangan
bagi yang tak terbuang
terompet dan kembang api, musik dan makan

tiada beda hari ini dengan kemarin memang
tapi kenapa rambut ini makin keperakan
pandang memudar untuk menyiasati warna
mungkin bahkan lidah tak sepenuh berselera

hari ini milik para penjaga masa depan
dan biarlah masa lalu milikku
biar kupeluk erat untuk kuat bertahan
sampai nanti ada yang merenggutnya paksa
Sekemirung,  1 Januari 2017

2/
Mimpi yang Tercabik

tidurku bergelut dengan sepotong mimpi
aku terkapar ditikamnya
saat itu tendang dan tinjuku ditepisnya keras

darah tercecer untuk lari bergegas
hingga kusadar hari jelang subuh lagi
mimpi tak hadir hanya kala tidur
ia juga mengganggu bila kumelamun

bahkan saat khusuk merapal wirid
bayangan itu timbul-tenggelam merapat
hingga aku terlelap, ia terus mengejarku
di sela sadar dan tak diganggu mimpi

kadang kuingin sebahagia orang lain
mereka punya kenyataan jauh lebih cemerlang dari mimpi
aku iri, mereka merampok mimpi kubayangkan
aku salah terka, mereka tak pernah mengejar kenyataan

sejak itu kucabik-cabik sulaman tidur dan dengkur
aku menjadikannya kudapan ringan kala minum kopi
seraya menghayati kenyataan rasa pahit
panas, dan debar merontokkan jantung
inilah kenyataanku kecanduan kopi, mencabik mimpi
Bandung, 2 Januari 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun