Bandung sebagai ibukota Provinsi Jawa Barat menjdi pusat berbagai kesibukan dan keramaian. Bisnis, wisata, dan pemerintahan untuk menyebut beberada diantaranya. Tak pelak banyak pendatang ke bandung. Namun sayang sekali kota itu sangat tidak ramah kala hujan tiba, terlebih saat hujan lebat.
Diberitakan di media arus utama beberapa ruas jalan mengalami banjir yang luar biasa. Jangankan  motor, mobil pun dihanyutkannya. Dan yang lebih memprihatinkan kondisi itu seperti memunculkan lingkaran setan tak berujung mengenai bagaimana cara penanganannya.
Untuk menghindari celaka, kiranya para pendatang perlu diberi peringatan: ‘jangan datang saat hujan!’
Banjir Cileuncang
Hujan lebat tentu menjadi alasan utama kenapa banjir rajin menyambangi kota itu. Sebagian besar jalan-jalan raya hingga gang-gang kecil menjadi sungai berarus deras.
Menurut istilah setempat, banjir itu disebut banjir cileuncang. Bila hujan reda maka tak lama kemudian banjir pun surut. Mungkin itu sekadar sebagai bentuk solidaritas pada tiga kecamatan di Kabupaten Bandung yang rutin mendapat kunjungan banjir. Hujan lebat di kawasan hulu yang kehilangan hutan namun terus panen bangunan beton. Hujan lebat di dalam kota yang kehilangan peran selokan maupun saluran air lain karena dipersempit oleh bangunan.
Namun awam melihat (di Jalan Cibaduyut dan Jalan Sriwijaya misalnya) yang dipasang hanya kotak ducting kabel. Entah di sebelah mana gorong-gorongnya dibuat.
Banjir cileunca itu terjadi karena –dalam istilah Pak Polisi- terjadi rekayasa jalur. Gorong-gorong yang mestinya untuk arus air justri dipersempit demi proyek, maka mereka pun menggunakan fsilitas yang ada: jalan raya.
Entah siapa perencana pembangunan goro-goro itu. Mata awam pun dapat menilai bahwa perencanaan itu salah. Mungkin yang bersangkutan sama sekali tidak memperhitungkan debit air ketika hujan deras melanda kota dan kawasan sekeliling Bandung.
Tebang Pohon
Bersamaan dengan pembanunan gorong-gorong dan trotoar di kota bandung, maka banyak pohon mahoni muda sebagai pohon penghijauan yang tumbang atau sengaja ditebang. Hal ini mengindakasikan bahwa terjadi tumpang-tindih perencanaan antara dinas yang menangani pembangunan fisik kota dengan dinas lain yang mengurusan soal menghijauan-pertamanan.
Saya tidak tahu berapa jumlah pohon yag menjadi korban dari pembangunan gorong-gorong dan trotoar di kota bandung. Dan juga tidak tahu apakah ada penggantian pohon yang baru sehingga tidak timbul pertanyaan bahwa pemerintah yang menganjurkan warga memelihara penghijauan yang telah dilakukan pemeernitah sementara itu pemerintah sendiri yang justru merusaknya.
Terkait dengan keselematan pengguna jalan –jalan kaki maupun berkendaraan- kiranya soal pohon ini pun mesti diwaspadai. Sebab terlihat sejumlah pohon dipangkas akar-akar yang kemukginan mengganggu pembangunan gorong-gorong sehingga bila angin besar bertiup bersamaan dengan hujan lebat, bukan tak mungkin pohon itu roboh.
Lalu-lintas Terganggu
Mungkin hanya perbaikan jalan dan pengaspalan yang dilakukan pada saat lalu-lintas sedang sepi (Jelang tengah malam hingga pagi). Namun pembangunan lain yang juga berkaitan dengan jalan dilakukan pada saat jam kerja. Itu berarti jam sibuk. Jam-jam penuh aktivitas ekonomi, pendidikan, pemerintahan, dan lainnya.
Kondisi itu menciptakan situasi untuk saling menyalahkan antara kepentingan pembangunan dengan pengguna: siapa mengganggu siapa, siapa yang harus didahulukan, dan  siapa yang harus bertanggungjawab. Ungkapan harap maklum, harap bersabar, dan mohon maaf, tentu tak kurang dilontarkan, namun sampai kapan.
Selain dilakukan  siang hari, lama pembangunan terasa lama. Dan semua itu terasa angat mengganggu!
Perhatian, Adipura
Permasalan di atas perlu perhatian serius mengingat Kota Bandung menjadi tempat tujuan berbagai kepentingan kehidupan masyrakat di Bandung Raya. Ratusan ribu orang pendatang dari seputar Bandung, menggunakan angkutan umum, kendaraan pribadi, dan sepeda motor; ditambah lagi puluhan ribu orang dari kota-kota lain khususnya dari Jadebotabek, bakal terganggu bila Kota Bandung ditimpa hujan.
Namun sudah barang tentu anjuran untuk tidak datang ke kota Bandung pada waktu hujan itu dengan kekecualian, yaitu bila pendatang sudah menyiapkan perahu karet, rakit, papan seluncur, atau sekadar pelampung; bahkan juga alat snorkling dan menyelam. Anggaplah kali ini datang ke lokasi wisata arung jeram! Kota Bandung dengan banjir cileuncanya pasti menawarkan atraksi menarik manakala setiap pendatang sudah bersiap dengan perangkat wisata air yang memadai.
Tinggal pilih saja lokasinya, di Jalan Terusan Pasteur, di Jalan Pagarsih, atau di Jalan Cicalengka. Untuk sementara lokasi-lokasi lainnya belum cukup memadai, karena itu tidak direkomentasikan.
Penutup Â
Siapapun Kepala Daerahnya (Walikota, Bupati, dan Gubernur) kiranya persoalan Kota Bandung dengan banjir cileuncang-nya mestilah diprioritaskan penanganannya. Kurang baguslah kalau menyitir sindiran Pak Wagub -yang bintang iklan dan film/sinetron itu- ketika  mengatakan. . . ‘habis terima Piala Citra. . .ehh, Piala Adipura kok kebanjiran. . . . . .!’ (2) Apa kata dunia (tanya Nagabonar yang diperankan Pak Wagub -kala masih seniman murni- dengan latahnya)?
Beruntung di Kantor Pusat Pemerintahan Provinsi Jawa Barat, rumah dinas Gubernur, dan Kantor Pemerintahan Walikota Bandung sistem pembuangan airnya sangat. Gorong-gorong di seputar beberapa kantor pemerintahan itu buatan penjajah Belanda berpuluh-puluh tahun lalu. Dan sekarang, sekadar meniru apa yang sudah ada pun banyak saja halangannya. Maka bukan hanya Jakarta yang semula bernama Batavia ditimpa banjir, Bandung yang ‘Parisj van Java’ pun tak mau kalah. Lalu, apa kata dunia? Entah!***
Sekemirung, 12 November 2016/12 Safar 1438
Sumber informasi:
- pemkot-bandung-perbaiki-19-ruas-gorong-gorong
- banjir-bandung-terjadi-setelah-emil-raih-penghargaan-adipura
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H