Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Pabrik Kata-Kata, Tanpa Suara, dan Korupsi

31 Oktober 2016   08:24 Diperbarui: 1 November 2016   06:42 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pabrik kata-kata | dokpri

Namanya juga pabrik, maka pekerjaan dilakukan secara rombongan dan borongan. Satu orang menawarkan ide, yang lain menerima atau menolak, lalu puluhan orang memperkaya dan memperdalam variasi ide. Tim yang lain langsung menyiapkan data dan fakta pendukung. Selebihnya membuat ilustrasi dan foto-foto, layout, desain cover dan isi buku, membuat video clip, mendesain foto, hingga ke soal pilihan jenis dan ukuran huruf dan warna, kualitas kertas, dan entah apa lagi.

Untuk novel, cerpen dan drama sudah disiapkan aneka karakter yang akan memvariasikan dialog langsung, suara hati, ekspresi, warna dan nada suara dan gerak tubuh, yang disesuaikan dengan alur cerita yang hendak dikembangkan.

Garis besar cerita sudah dibuat sangat matematis, ilmiah, dan modern. Tiap bab ada kejutan khusus yang dibuat spontan oleh salah satu karakter. Ada sisi edukasi dan motivasi. Dalang yang bertindak sebagai pembuat narasi mengawali cerita, dilanjutkan dialog, kemudian peragaan adegan demi adegan, diselingi narasi lagi, dialog, komentar pada setting waktu-lokasi- dan seterusnya. Tiap bab terdiri atas lima belas hingga dua puluh halaman. Kalau dimainkan, dengan improvisasi dan dua kali pengulangan, diperlukan waktu satu jam. Jadi satu buku yang terdiri atas empat puluh bab memerlukan empat puluh jam kerja, atau seminggu hari kerja dari Senin hingga Jum’at.

Ketika kerangka cerita lengkap, karakter dan pemerannya siap, dan semua personil di belakang peralatan siap beraksi, maka sutradara akan segera memerintahkan untuk membuat susunan bab per bab. Buku setebal lima ratus halaman diselesaikan lebih cepat menjadi dua sampai tiga hari saja.

***

Pabrik itu memiliki hingga tiga puluh tim, untuk tiga puluh jenis buku berbeda. Maka dalam dua sampai tiga hari telah siap diterbitkan tiga puluh buku baru. Pabrik itu berdiri pada setiap kota provinsi, dengan jumlah pekerja ribuan orang banyaknya.

Minggu depan buku itu sudah rapi terusun di rak yang mencolok, pada setiap toko buku terkenal di kota-kota provinsi. Minggu berikutnya ada di toko buku di kota dan kabupaten.  Masyarakat berebut membeli, dan sangat takut akan kehabisan. Sebab dari buku-buku itu tersurat gamblang kemana arah politik diperlihatkan, juga gerak nilai saham, kebijakan ekonomi, mimbar agama dengan aneka peristiwa kearifan beberapa umatnya, hingga ke soal rencana kenaikan harga aneka barang sembilan bahan pokok. Lengkap dan sangat perlu. Bulan ketiga buku itu sudah menjadi barang rongsok yang siap didaur ulang.

“Ayo beli buku baru, Nak! Kita harus banyak membaca untuk berpikir dan bertindak positif dan optimistis. Kita tidak boleh kembali pada masa lalu ketika banyak orang suka bicara, malas membaca, dan bersikap agamis untuk menutupi tindak korupsi besar-besaran yang mereka lakukan. . . . .!” ucap Bu Hanisah kepada putrinya yang masih duduk di kelas dua SD ketika menjemput di sekolah.

Lustri mengangguk, dan mengikuti langkah ibunya ke toko buku. Di sana ia bertemu dengan banyak temannya.

***

Di negeri itu membaca menunjukkan derajat seseorang. Media lain semisal televisi hanya ditonton oleh balita, pembantu rumah tangga, orang-orang buta huruf, para jompo, dan para gelandangan di rumah-rumah penampungan mereka. Sedangkan warga terhomat, termasuk para petani, pedagang, pekerja pabrik, karyawan dan pegawai pemerintah tidak tertarik pada siaran televisi. Mereka membaca koran dan aneka jenis buku, termasuk novel yang diproduksi serba cepat, mudah, bermutu dan kaya gizi edukasi dan motivasi, teknologi dan politik buatan pabrik kata-kata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun