Nafas
keluar-masuk udara lewat rongga hidung ke paru
 20 kali per menit, oksigen - nitrogen, sepanjang hari
 udara gratis, juga hidung dan paru
 kemudian, suatu hari, nafas tersengal dan henti
hidup tak hanya nafas, tapi tanpa bernafas
 tiada ada hidup, begitu pun banyak hal lain
 namun kesadaran seolah pingsan sepanjang hayat
 tak mampu mengerti hari yang dilipat
seluruh hari dalam hidupku – hidupmu
 niscaya cuma tiga, kemarin – hari ini – esok
 yang lalu tinggal kenangan dan kearifan, jika didapat
 hari ini perjuangan, namun esok belum pasti
 esok hanya milik mereka yang berserah
yang belum tentu datang, esok sebatas harap
 memaknai hari ini seraya menghitung nafas
 menderas dzikir, menjalani takdir
bila dada menyesak, nafas tercerabut lemas
 apa yang mesti kusangkal kemahaanMu, ya Rob!
Syukur
silau mata, silam
negeri tetangga lebih gemerlap
nganga dan kagum
tertelikung gagap
kadang sampai lupa Â
syukur, lalai lara
mengaduh betapakah
hilang gairah
syukur ini terbebat sadar
berserah cepat
sujud selami sesal
bila akhir masih meletupkan harap!
Usia
masih ada angka lima sembilan
hari ini, tahun menua
langit berawan, matahari cerah sekali
di kota ada cerita tak terurai
rumah teduh, rimbun pohon bunga
lorong panjang langkah tertatih
menarilah putaran nasib Â
menarik tergesa ujung pelangi
aku ingin berkhidmat undur diri
kalau ini hari segera usai
siapa gegas memanjat bukit
sesiapa cemas menyapa langit
mari merayakan lambaian ruh
biarlah cahaya berlayar ke angkasa jauh!
Bandung, 21 Oktober 2016/20 Muharam 1438
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H