Hidup hemat itu tidak enak. Dan sangat tidak enak bagi siapapun yang pernah hidup mudah dan mewah. Itu untuk orang-orang yang belasan bahkan puluhan tahun hidup dari penghasilan yang bukan haknya. Namun tentu jauh lebih tidak enak kalau harus dipecat dan dipenjarakan.
Pokok soalnya tentu terkait pungli -alias pungutan liar- upeti dan memalak. Hampir pada setiap instansi, bahkan mungkin pada semua instansi. Uang haram mengalir deras ke kantong orang-orang yang punya jabatan, pegawai yang mengurus kepentingan masyarakat, karyawan sebagai perantara, dan banyak modus lain untuk ‘memeras’ warga yang memerlukan pelayanan.
Tangkap, Pecat
Berawal dari operasi tangkap tangan (ott) Â tiga Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Laut yang dilakukan Mabes Polri dan Polda Metro Jaya, Selasa (11/10), praktek pungli dan berbagai bentuk turunannya mendapatkan momentum untuk diberantas.
Presiden Jokowi yang hadir di tempat kejadian peristiwa (TKP) saat Polri melakukan OTT dengan tegas menyatakan : ‎"Hentikan! Karena sudah ada yang namanya pungli. Baru saja belum selesai (rapat terbatas membahas soal reformasi hukum ) sudah ada kejadian seperti ini‎," kata Jokowi di Kantor Kemenhub, Jakarta, Selasa (11/10/2016).Â
Bagaikan bola salju yang meluncur dari atas gunung, ucapan Jokowi memberi dampak yang sangat luas dan besar. Institusi yang selama ini dituding sebagai sarang pungli berbenah diri, menertibkan pegawainya sendiri. Ancaman pecat bagi pelaku pungli yang diucapkan Jokowi pun segera diberlakukan  di berbagai daerah.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyatakan, pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI akan langsung dipecat jika kedapatan terlibat praktik pungutan liar (pungli). Ia mengatakan, sudah ada beberapa oknum PNS di beberapa instansi yang dipecat karena pungli.Â
Wakil Kepala Polisi Daerah Metro Jaya Brigjen Pol Suntana tak akan segan memecat secara tidak hormat anggotanya yang tersangkut kasus pungutan liar (pungli).Â
Polisi memegang peran penting dalam pemberantasan pungli ini sehingga ke dalam harus lebih dahulu dilakukan pembersihan. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan, kepolisian menjadi penggerak utama Satuan Tugas (Satgas) Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) dan mereka bekerja di bawah koordinasi Menkopolhukam.Â
Sederhana, Penjara
 Inilah momentum bagi setiap pegawai dan karyawan untuk kembali pada kehidupan nyata, pada gaya hidup sederhana, apa adanya, dan tidak mengada-ada. Lupakan masa lalu yang bergelimang harta karena pungli dan korupsi, lalu coba menutupinya dengan gaya hidup yang seolah-olah dermawan-santun-sholeh dan terpuji.
Selanjutnya kalau ada pegawai yang hidup mewah mungkin saja mereka karyawan swasta. Sebab mungkin standar gaji mereka lebih tinggi dibandingkan Pegawai Negeri Sipil dan TNI/Polri misalnya. Bahkan untuk pejabat setingkat kepala daerah maupun para kepala dinas/badan di daerah pun harus menjadi contoh bergaya hidup sederhana. Sebab bila tidak, mudah saja orang beranggapan bahwa pejabat itu telah menyalahgunakan jabatannya.
Dipecat atau bahkan masuk penjara karena kasus pungli dan korupsi menjadi pembelajaran bagi setiap pegawai untuk tidak mengulang dan meniru kejahatan memperkaya diri sendiri dengan cara yang salah itu. Hidup sederhana, karenanya, akan menjadi gaya hidup yang sangat alamiah, logis, dan agamis. Tidak perlu malu dan gengsi, tidak perlu merasa bersalah. Kalau mau kaya berwiraswastalah, berniaga, membuka usaha sendiri!
Inilah momentum untuk menyukseskan gerakan berantas pungli-upeti-memalak . . . . . .!***
Bandung, 18 Oktober 2016/17 Muharam 1438
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H