Kami sempat ngobrol beberapa saat di dalam mushola. Lalu sholat Ashar berjamaah, sebelum mereka pamit. Berkata-kali kuucapkan alhamdulillaah wasy-syukru lillaah.
“Kini suara ngaji, adzan, dan pengabdian bapak lainnya dapat bapak curahkan di sini. Di mushola ini. Bapak sudah banyak berjasa bagi warga komplek perumahan kami. Mengajari anak-anak dan ibu-ibu mengaji, memperingatkan waktu sholat melalui adzan dengan suara yang sangat merdu, dan terutama melayani semua keperluan masjid. Semua itu mudah-mudahan diganjar Allah dengan sebaik-baiknya ganjaran. . . . .!” ucap Pak Haji Marlan sebelum pamit.
“Aamiin. Alhamdulillah. Terima kasih atas kebaikan bapak-bapak dan warga komplek. Sampaikan permintaan maaf saya bila selama ini banyak membuat kesalahan di kompleks . . .!” ucapku sambil melambaikan tangan.
Minibus warna putih itu meluncur di jalan desa. Ada kepulan debu mengikuti lajumobil. Masih kulambai-lambaikan tanganku, sampai mobil itu hilang di tikungan dekat pohon beringin. Hari mulai sore, sebenar lagi harus kusiapkan shalat Maghrib. Namun kali ini tidak perlu terlalu tergesa-gesa. Mushola kecil yang kini kuurus memberi kesempatan padaku untuk tidak tergesa-gesa. . . . .!***
Bandung, 18 Februari– 14 Oktober2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H