Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Dimas Kanjeng antara Fakta dan Fiksi dan Kearifan Lama

29 September 2016   20:31 Diperbarui: 29 September 2016   23:19 1165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jupri Makiprit sempat beberapa kali tersesat. Ia begitu yakin bakal segera ketemu dengan alamat yang dituju. Maka ia menyewa sepeda motor. Sendirian saja. Setelah menyerahkan KTP dan uang sewa seratus ribu sehari, ia pun ngebut dengan motor sewaan ke alamat yang sudah ditulisnya di selembar kertas yang mulai kumal karena keringat dan remasan gemas

Tujuannya sangat gampang dan gamblang: Padepokan Dimas Kanjeng di Desa Wangkal, Kec Gading, Kab Probolinggo, Jatim. Tujuannya bertemu dengan Dimas Kanjeng sang pimpinan padepokan yang legendaris itu. Jupri Makipirit berbekal peta pula, meski peta ala kadarnya yang dibawanya dari sebuah kota di luar Jawa sana. 

“Betul, Mbak, ini alamat ke arah sini?” tanya Jupri sambil menunjukkan kertas yang berisi peta.

“Sampeyan mau ke mana sebenarnya, Pakde? Kalau ke sana terus sampai di hutan karet, belok kiri ke gunung, sedangkan belok kanan ke pekuburan umum. . . . .!” ujar seorang gadis penjual pecel keliling.

“Saya mau ke desa Wangkal. . . .!”

“Salah! Kembali lagi saja, sudah kelewat agak jauh. Nanti kalau sampai perempatan gedong duwur berhenti saja. Tunggu sampai maghrib, bakal banyak orang beriring-iringan ke suatu tujuan. Ikuti saja. Mereka semua akan ke padepokan Dimas Kanjeng. . . . !”

“Mau apa mereka itu?” Jupri penasaran.

“Kalau tujuan Pakde ke sana mau apa?” tanya balik si gadis yang membuat Jupri gelagapan. Tidak mau berdebat, ia segera ia mengambil selembar uang lima pluh ribu rupiah dan menyerahkannya  kepada si gadis hitam berkeringat itu. “Terimakasih ya, doakan saya mujur jadi oang kaya-raya . . . . . .”

Gadis itu,  Saminem namanya, kembali melangkah untuk menjajakan dagangannya sambil membatin : “Satu orang lagi bakal terkecoh oleh akal bulus Dimas Kanjeng. Kalau benar ia mampu menggandakan uang pasti orang-orang se Probolinggo dulu yang kaya raya. . . .!”

***

Cerita di atas hanya fiksi saja soal Dinas Kanjeng. Ia ditangkap Polisi Polda Jatim karena diduga melakukan tindak penipuan. Selama ini tidak sedikit orang yang datang untuk membuktikan kebenaran kemampuannya. Dan ternyata banyak yang percaya, dan karena itu mau dengan suka rela menyerahkan uangnya untuk digandakan. Mereka datang dari berbagai pelosok tanah air.

Pada berita yang sama seorang tokoh nasional sangat percaya bahwa Dimas kanjeng tidak menipu. Ia melihat dengan mata kepala sendiri, ia seorang rasional, dan karena itu ia sangat percaya pada kemampuan Dimas Kanjeng menggandakan uang (sumber). Bahkan beberapa orang menyetor uang hingga ratusan milyar rupiah. Baginya Dimas Kanjeng dengan kemampuannya itu adalah fakta.

Tapi ketika dites untuk menggandakan uang Dimas Kanjeng berkelit, ia mengaku perlu waktu satu tahun untuk melakukannya. (sumber)

***

Soal menggandakan uang, atau bahkan mendapatkan uang dari gaib, sangat sering kita dengar. Soal penggandaan beritanya tentang orang tertipu, dan memang banyak sekali orang tertipu. Mungkin ketika membujuk dan merayu korban si pelaku menggunakan sihir, menggunakan bantuan dari mahluk gaib, sehingga orang percaya. Cerita yang terkait dengan mahluk gaib cukup sering kita dengar.

Tersebutlah pada satu kampung, orang-orang banyak kehilangan, bukan hanya lembaran uang tetapi bahkan perhiasan emas yang baru dikenakan. Gelang yang baru dipakai seorang ibu tiba-tiba melayang dan kemudian lenyap. Si pemilik coba menangkap gelangnya, tapi gagal.

Seorang teman di kantor pernah diperlihatkan oleh suaminya sendiri tumpukan uang Brazil yang dapat dimilikinya bila menjalani ritual tertentu. Si suami menyebutnya sebagai uang harta karun Soekarno. Uang itu tidak pernah dimilikinya, sebaliknya mobil miliknya yang dipakai untuk membawa uang itu raib bersama sang suami. Belakangan diketahui di tubuhnya bersarang sejumlah mahluk gaib yang sengaja dikirim suaminya.

Kabar-kabur yang belum pasti menyebutkan belasan tahun lalu ada seorang kaya raya di sebuah kota pegunungan. Pada hari-hari tertentu ia menunggu di tepi jalan tol. Lalu seseorang entah siapa turun dari mobil dan memberinya karung berisi uang. Si kaya itu selain untuk membangun rumah  megah, ia juga dibagi-bagikan uangnya kepada para tetangga.

Kepastian dari cerita itu semua bagaimana? Benar atau cuma isapan jempol alias bohong? Entah. Kembali ke soal Dimas Kanjeng, rasanya perlu sebanyak mungkin orang dimintai kesaksian bagaimana awal mulanya ia percaya pada kemampuan si Dimas menggandakan uang, lalu dengan yakin mempercayakan uangnya untuk digandakan, meski waktunya sangat lama dan menjadi tidak jelas kapan janji itu bakal terwujud.

Kembali ke soal fiksi Jupri Makiprit di atas, mungkin saja ia telah tersesat mencari alamat padepokan. Namun yang lebih mengkhawatirkan jangan-jangan orang-orang yang beriring-iringan menuju ke padepokan Dimas Kanjeng juga telah tertipu. . . . . ! bukan saja telah kehilangan uang yang banyak, tetapi juga disesatkan akidahnya. Entah faktanya bagaimana nanti, polisi sedang bekerja keras membongkarnya.

Agar tidak mudah tertipu kiranya perlu diingat kembali kearifan lama, yaitu ‘ojo kagetan, ojo gumunan, ojo dumeh (Jw. jangan mudah terkejut, jangan mudah takjub, jangan mentang-menang)  (sumber)  Di tengah situasi kehidupan yang kadang begitu jungkir-balik sekarang ini mudah-mudahan kita terhindar dari tipu-daya siapapun dan apapun. Wassalam. ***

Bandung, 29 September 2016

Sumber gambar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun