Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

(Rindu) Janji dan Menunggu

8 September 2016   14:04 Diperbarui: 8 September 2016   14:14 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : http://www.golfian.com/10-spectacular-abstract-painting-ideas/

Di pelabuhan itu dulu Dudi berangkat. Ia menumpang kapal penumpang antar pulau untuk tujuan yang tak pasti. Ia cuma bilang mau merantau untuk mengejar mimpi. Sebelum kapal berangkat ia sempat berjanji untuk pulang. Untuk menggenap janji yang terlanjur diucapkannya. Dan Sumi terguguk, tangis pecah meski ditahan, air mata yang menderas tak terbendung.

***

“Kalau kita menikah kelak, kita akan menjadi pasangan paling berbahagia di dunia. Kamu tahu kenapa?” ujar si lelaki dengan penuh yakin.

“Aku tahu, sebab kamu akan menikahi lebih banyak perempuan. Dan itu akan sangat menyakiti hatiku!” jawab si perempuan dengan manja.

“Hanya satu cintaku, dan hanya satu gadisku. Akan kubuktikan bahwa omonganku ini benar. Itu kalau aku dan kamu masih ada umur. Sepuluh tahun bukan waktu yang pendek untuk menunggu, untuk melepas rindu. . . . .!” tambah Dudi.

Dan itulah pertemuan terakhir mereka. Dudi lulus SMA dan harus merantau. Sedangkan Sumi tidak mungkin kemana-mana. Sesuai kebiasaan setempat, lulus SMA sudah cukup untuk menjadi seorang isteri.

“Aku akan menunggumu, Kak. . . .!” ucap Sumi diulang-ulang. Dan suara batinnya itu mengingang hingga kini, sepuluh tahun kemudian.

***

Sumi menunggu di bangku kayu di dermaga itu. Seperti janjinya dulu.  Ada seorang kenalan yang minggu lalu pulang dari rantau mengabarkan bahwa Dudi akan pulang juga.

“Tunggulah di dermaga. Karena mungkin itu pertemuanmu yang terakhir dengannya. . . .!” ujar Bujang setengah berbisik di pojok surau. Lelaki itu tahu Sumi sudah bersuami dan memiliki dua orang anak. Ia tidak ingin membuat ketegangan dan kegaduhan dalam keluarga Sumi.

***

Dermaga jelang tengah malam. Kapal yang ditunggu tak juga datang. Jadwal kedatangan sudah lewat. Sumi yang ditemani dua adik iparnya, Ratna dan Sulfa, merasa bosan menunggu. Ia was-was kapal yang ditunggunya tak ‘kan pernah sampai. Sumi melihat cemas ke  arah laut lepas, hanya kerlip lampu kapal dan kota-kota kecil di kejauhan. Kesibukan lalu-lintas kapal penumpang dan barang tak berkurang. Sementara itu gerimis merinai sejak tadi. Angin kencang, laut berombak.

“Alhamdulillah. . . .!” gumam Sumi penuh harap.

Kapal penumpang Ciremai sandar akhirnya. Penjemput berdesakan. Dari atas kapal para penumpang melambai-lambaikan tangan. Lalu lelaki yang ditunggu  muncul begitu saja di depan Sumi. Ia sama sekali berbeda dari bayangan Sumi. Beruntung ia telah menentukan pilihan pada lelaki lain. Begitupun perempuan semampai berkerudung itu berdebar untuk mengatakan sesuatu yang bermakna mencederai janji. Namun Dudi justru mendahului.

“Aku minta maaf padamu. Aku bukan seseorang yang kau harapkan pulang. Malu dan sedih mengatakan ini sebenarnya. Tapi aku harus jujur.. . . . .  .!”

“Dudi. . .  .?!” Sumi coba menyela.

“Aku ingin membahagiakanmu ketika harus pulang. Namun aku salah, aku kalah. Aku kini tak lebih dari seorang buron polisi. Dengan tanpa sengaja aku telah mengingkari janjiku sendiri, janji kita. Semua cita-cita masa lalu hanya omong-kosong. Kubur saja kenangan itu. . . . . !” ucap Dudi ketika dengan cepat menjabat tangan Sumi.

Lalu dengan sangat tergesa-gesa Dudi menghilang dari kerumunan. Beberapa saat kemudian sejumlah orang berseragam terlihat bergegas mencari-cari sesuatu  diantara lalu-lalang orang. Mereka terlambat mendapatkan kabar bahwa seorang buronan teroris menjadi salah satu penumpang kapal penumpang itu.***
Bandung, 8 Sepember 2016

Tulisan ini pertama kali dipublikasikan untuk Kompasiana, dalam rangka Event Fiksi Rindu yang diselenggarakan Blogger Kompasiana Malang (Bolang)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun