Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

(Novel FC)- Cinta yang Menua # Bab I – Tiga

20 Maret 2016   08:21 Diperbarui: 20 Maret 2016   09:23 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Dengar, ya. . . . dia anak bos besar di Pasar Kebon Klengkeng. Namanya Bian Lie Ong, atau terkenal dipanggil Haji Lolong. Preman dan sekaligus jawara yang menguasai semua urusan yang putih hingga yang hitam di pasar itu” desis Marjuni dengan suara keperempuan-perempuanan itu.

“Haji Lolong? Lalu apa hebatnya dia?” Arjo ingin menggali indormasi lebih banyak.

“Tidak terlalu menakutkan sebenarnya. Tapi semua orang bilang, jika berurusan dengan dia harus punya nyawa rangkap. . . . . Karena Haji Lolong dikenal sebagai si raja tega. Ia kebal bacokan dan peluru. Ia licin seperti belut, dan tidak mudah ditangkap aparat. Justru aparat yang sering bertekuk lutut di bawah perintahnya!” tambah Santos dengan berbisik pula.

“Ohh, begitu ya. . . . . .!” Arjo Kemplu sampai ternganga mendengar cerita sepak-terjang Haji Lolong yang merupakan orangtua selebritis yang sangat menarik hatinya itu. Belum sempat berbicara yang lain, Arjo melihat seorang gadis turun dari sebuah minibus lalu berlari-lari kecil ke arah pengkalan ojek sepeda onthel.

Dengan sudut mata, Arjo seperti mata elang hendak menangkap mangsa, ia mabur cepat. Ia kebetulan di urutan pertama giliran menunggu penumpang. Dan entah mimpi apa semalam, orang yang dibayang-bayangkan itu tiba-tiba muncul begitu dekat di depan matanya. Ya, tidak salah lagi. Gadis cantik yang seolah melayang turun dari awang-awang itu tak lain adalah si jelita presenter tv Bincang Jelata: Wasistra Anggraini!

***

Ajaib, dalam hitungan detik si bidadari sudah berada dalam boncengan sepeda onthel Bang Arjo Kemplu. Seperti dalam cerita-cerita film romantik tahun 1970-an begitulah Arjo membayangkan dirinya saat itu. Bukan sebagai pengojek dan penumpang, terlebih juga bukan sebagai kakek renta dengan seorang cucu yang sangat cantik, tetapi sepasang kekasih. Tiba-tiba ia merasa menjadi sangat muda, sangatr belia. . . .

Setidaknya begitulah perasaan Bang Arjo Kemplu yang berbunga-bunga. Ah, pasti sekedar bunga liar di pematang sawah di kaki gunung jauh. Merah menyala seperti memperlihatkan rasa bahagia yang tak terbandingkan. Bagi Arjo tidak penting bagaimana perasaan si cantik Wasi. Toh jaring perangkap asmara sudah ditebarkan, tinggal meracik umpan dan menunggu nasib baik. Ketika bulan mati, dan gerombolan ikan terpengaruh cuaca dingin untuk segera menyambar umpan di ujung jaring.

Sementara Wasi berpikiran kritis hari itu, ia akan mewawancarai seorang mucikari. Bukan sembarang mucikari, narasumbernya kali ini terindikasi kriminal karena menjajakan tubuh dan wajah-wajah sangat popular di layar televisi maupun layar film. Para artis itu menurut media memiliki keberanian dan kenekatan entah karena dorongan biologis atau belitan ekonomi.

Wasi merencanakan sebuah pertanyaan paling mendasar: “Cinta macam manakah yang masih mungkin tumbuh dari hubungan berdasarkan transaksi rupiah itu? Apakah seorang mucikari ikut bertanggungjawab terhadap semua akibat buruk yang dialami si selebritis bila kelak profesi sampingan mereka terkuak?”

Wasi tidak terlalu memperhatikan jalan yang dipilih Bang Arjo. Sepeda meluncur pelan, meliuk-liuk di sela-sela orang-orang yang berjalan tak peduli. Dan baru kemudian disadarinya. Ah, gila ini. . . ., gumamnya tersentak. Ternyata minyak wangi Tukang Ojek tua yang ditumpanginya itu sudah begitu akrab di hidungnya. . . . . .  (Bersambung)

Bandung, 20 Maret 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun