Modalnya merantau jauh meninggalkan Indonesia menuju wilayah seberang lautan Prancis adalah nekat. Namun tekad itu dilandasi harapan, yaitu mencari penghidupan yang lebih baik. Kala itu kehidupan kebanyakan rakyat di tanah air memang sangat memprihatinkan.
Dengan Bahasa Jawa yang baik Walad mengisahkan: "Kulo milih dados kuli kontrak tambang nikel wonten Caledonia amargi bade dibayar katah (Saya memilih kerja jadi buruh kontrak tambang Nikel di Caledonia karena dijanjikan gaji besar)" Ternyata kehidupan yang dijalani bersama pekerja dari Indonesia lainnya sangat berat.
Setelah bertahan selama 28 tahun bekerja di pabrik nikel SLN, Walad memutuskan untuk pensiun dan kemudian coba berwirausaha dengan berjualan sayur, buah-buahan, rengginang dan tempe di pasar Noumea sampai sekarang.
Dengan tunjangan pensiun dari SLN sebesar 215.000 CPF atau sekitar 20 juta rupiah, Walad yang mempunyai 5 anak, 10 cucu dan 3 cicit hidup berkecukupan. Selain itu, dengan adanya jaminan sosial dan kesehatan -Walad menerima perawatan rutin dari tenaga medis yang disediakan oleh Pemerintah setempat- kehidupannya lebih tenang dan bahagia.
Lain cerita dengan Soehadi, keturunan kedua dari pendatang ke New Caledonia. Ia dibawa oleh kedua orang tuanya merantau pada tahun 1949 saat berusia 3 tahun. Tuntutan ekonomi mengharuskannya bekerja pada usia belia. Pada usia 15 tahun, Soehadi mulai bekerja sebagai sopir kendaraan berat di tambang nikel SLN. Pekerjaan itu dijalaninya dengan tekun sampai pensiun.
"Saya senang dapat bertemu dengan teman-teman yang sudah puluhan tahun tidak berjumpa. Saya tetap menjadi WNI meski keturunan saya sudah memilih untuk menjadi warga negara Prancis" ungkap Soehadi dengan raut wajah tidak dapat menyembunyikan rasa bahagianya.
 [caption caption="Pemotongan tumpeng oleh Mari Jo Siban (salah satu sesepuh)"]
Masih banyak kisah lain yang dapat direkam dan dijadikan perenungan untuk orang-orang Indonesia yang berada di New Caledonia. Cerita mereka terkumpul pada saat diadakan Acara Jamuan Sesepuh pada hari Minggu ( 21/02/2016) di Centre Cultural Ko We Kara, Noumea. Acara itu dihadiri sekitar 500 orang mempertemukan kembali warga negara Indonesia, yang pernah bersama-sama naik kapal Biance pada bulan Mei 1949 untuk mengadu nasib menjadi orang kontrak di New Caledonia.
Mantan Ketua Persatuan Masyarakat Indonesia dan Keturunannya (PMIK) tahun 1984-1998, Marie Jo Siban yang masa kecilnya pernah tinggal di Yogyakarta, bangga bahwa keturunan Indonesia yang lahir di New Caledonia saat ini memimpin seluruh Asosiasi Masyarakat Indonesia. Ia berpesan : "Tradisi harus diwariskan. Acara seperti ini hendaknya dapat terus dilestarikan oleh tunas-tunas muda".
[caption caption="Jamuan Sesepuh dihadiri sekitar 500 orang diaspora Indonesia dan undangan lainnya"]
===
Sumber tulisan dan gambar: Konjen RI di Noumea, New Caledonia