Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Judul Berita yang Mengecoh, Waspada dan Belajar

4 Februari 2016   14:49 Diperbarui: 4 Februari 2016   16:41 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="sampah jakarta"][/caption]

Bikin judul berita atau headline merupakan salah satu keterampilan para jurnalis. Sekedar keterampilan sebelum kelak menjadi keahlian dan seni. Isi dan teknik penulisan berita tidak sembarangan orang mampu membuatnya. Ini berbeda dibandingkan menulis opini maupun fiksi. Judul berita menyampaikan fakta saja, bukan opini jurnalisnya.

Namun untuk media online, judul berita seringkali hanya dijadikan sebuah mainan. Sekadar kata-kata yang tak penting. Judul dirancang sehebat dan sedahsyat mungkin –bahkan disisipi opini reporternya- untuk mengejar kehebohan. Tren penulis berita pada media online itu tentu sangat mengganggu, buruk, serupa sampah, dan sering sangat menyesatkan.

Waspada, Ternyata

Gunakan saja kata ‘terungkap, heboh, rahasia, geger, ini dia, misterius’ maka pembaca akan terkena semacam mantra dan ajian pembujuk yang ampuh bahkan terhipnotis. Maka ditanggung pembaca akan terkecoh habis-habisan, tak mampu berkutik. Padahal ternyata kata-kata itu tidak bermakna apa-apa di dalam berita yang bersangkutan.

Jadi mestikah marah dan menjadi antipasti, atau sekadar harus waspada? Pilihan kedua agaknya yang lebih tepat dikedepankan. Reporter berita pada media online –entah apakah mereka sudah berpendidikan profesi reporter/kewartawanan atau belum- mungkin tidak pernah berpikir panjang bahwa judul berita yang menipu berarti pula sebuah penipuan.

Judul mestinya memberi gambaran tentang isi berita keseluruhan. Judul berita yang menipu itu dapatlah disebut sebagai judul berita asal sorong, asal ngomong, asal cuap-cuap, dan tentu juga ‘asal ngablak’ (Jw, bukan mulut lebar-lebar sampai tidak terkontrol ngomong apa saja). Dan penipuan itu kini terasa makin banyak, makin  sering, dan merata pada hampir semua media online.

Belajar, Sebarkan

Mungkin para reporter itu baru dalam tahap belajar. Mungkin pula para editor dan redakturnya tidak cukup jeli bahkan tidak waspada. Namun bisa jadi memang itulah strategi mereka dalam menghadapi perang antar media online. Semakin heboh dan wow judul sebuah berita akan semakin ‘mahal’ pula harga berita tersebut. Tidak peduli seberapa dongkol, penasaran, merasa tertipu, dan perasaan lain yang tidak nyaman yang menyergap diri para pembacanya.

Banyak contoh berita seperti itu dapat ditulis di sini. Namun sebenarnya dengan mudah dapat  kita temuka sendiri. Berita online yang menggunakan kata: terungkap, misterius, heboh, rahasia, pengakuan, inilah, dan mengejutkan; patut diwaspadai. Yang mengherankan, beberapa reporter seperti kehilangan cara lain untuk menarik minat baca masyarakat.

Makin banyak saja judul berita yang menggunakan kata penunjuk (ini dia.. . . .), kata seru (wow, nah, awas. . . .), kata ganti penunjuk (inilah. . . .), dan seterusnya. Agaknya kebiasaan ini sudah diikuti pula oleh media umum.

Penutup

Seperti banyak hal, di negeri ini berbagai kesalahan dankeburukan harus diperbaiki, namunperlu waktu, sedikit demi sedikit. Seperti datangnya yang lambat namun pasti, maka perginya pun tidak dapat seketika. Begitu juga kondisi umum bermedia, termasuk media online maupun social.

Kalaupun ada yang salah siapa yang harus dituding? Reporter/jurnalis di lapangan jangan-jangan tidak bersalah, karena ada editor dan redaktur berita. Reporter dan semua petugas newsroom jangan-jangan juga tidak bersalah karena cara itu justru kebijakan redaksional media online yang bersangkutan.

Media kini terlihat makin suntuk dengan semata mengejar rating, iklan, mengejar popularitas pemilik media, mengutamakan kepentingan parpol, atau tujuan jahat tertentu yang dirahasiakan. Kepentingan masyarakat menjadi tidak penting. Yang dilakukan ‘asal ngablak’ belaka, asal bikin sampah. Dan ini sudah disinyalir banyak pihak. Karenanya harus dibenahi, ditata, dikembalikan ke jalur yang benar. Sampai suatu ketika peran media dalam kehidupan  berbangsa dan bernegara makin besar dan penting.

Bandung, 4 Februari 2016

Sumber gambar:di sini

1. kebijakan fk unpad

2. cerpen - keraskan hujatan kita pada masa joko

3. merampok diri sendiri

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun