Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Dari Masuk Angin hingga Kata-kata Bersayap

14 Desember 2015   16:24 Diperbarui: 14 Desember 2015   16:59 691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Contoh kata-kata bersayap di atas tentu lebih tepat disebut sebagai eufemisme, yaitu ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasakan kasar, yang dianggap merugikan atau tidak menyenangkan.

Wah, ini resikonya kalau Menteri berpendidikan ala kadarnya dan tipe pekerja bukan pemikir. Jelek? Belum tentu. Mudah-mudahan hal itu bagian dari upaya mencari kepastian makna setiap kata dan ucapan para birokrat dan pejabat publik demi menyebar-luaskan/menggalakkan/membudayakan semangat transparansi.

 

Penutup

Berita yang kita konsumsi setiap hari nyatalah juga sebuah peristiwa bahasa. Pada satu waktu kata-kata tertentu begitu popular, berganti waktu berganti kata lain yang paling banyak digunakan, dan seterusnya. Kadang kata-kata baru, sering kata-kata lama/using dipergunakan kembali. 

Dengan demikian bukan hanya jurnalis, penulis naskah iklan, dan penyair maupun ahli bahasa yang berkutat tiap hari dengan soal penggunaan dan pilihan kata; namun juga pemirsa, , pendengar, khalayak, serta masyarakat umum peminat baca-tulis.

Khalayak yang melek informasi akan sangat mudah menebak berita apa yang dimaksud seseorang ketika dalam percakapan menggabungkan dua kata/frasa. Ambil contoh, kata ‘masuk-angin dan hati-nurani’ (terkait MKD, beberapa anggotanya pamer kegenitan intelektual keblinger), kata ‘korban dan prostitusi’ (artis berinisial NM, kampanye terselubung bahwa setiap artis ‘tidak-ada salahnya’ punya pekerjaan-sampingan), kata ‘makan-siang dan Kompasiana’ (ribut undangan Jokowi, bisa juga kata ‘dua-ratus-lima-puluh dan seratus’), kata ‘macan-Asia dan kampanye Pilpres (slogan Prabowo, sekarang macannya entah dimana dan ‘sedang-sibuk-apa’), dan seterusnya.

Harapan saya mengekor saja dengan kebijakan seorang Menteri: ‘Dilarang menggunakan kata-kata bersayap’, supaya tidak bikin ‘mumet’ alias pusing. Harapan lain, mari kita berbahasa Indonesia (dan bukan Bahasa Inggris) untuk (salah-satunya) mengembalikan semangat nasionalisme kita yang makin rendah/jatuh/terpuruk saat ini.

Demikian saja tulisan ala kadarnya ini, terimakasih sudah menyimak sampai akhir, mohon maaf bila tidak berkenan. Teruslah menulis hal-hal baik dan bermanfaat (sekecil apapun), sampai mungkin kelak dilarang menulis (karena alasan kesehatan, keamanan, politik, dst.). Wassalam.

Bandung, 14 Desember 2015

 

Sumber gambar:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun