Saya lebih fokus surat-menyurat dengan redaktur koran dan majalah. Ya, surat-suratan yang isinya kirim cerpen, puisi, dan novelette. Untuk cerpen dewasa saya kirim ke suratkabar Suara Karya, Sinar Harapan, Kompas, dan Suratkabar Kartika (Semarang). Lalu majalah Junior, Ultra, Horison, dan Aktuil. Untuk majalah Aktuil pernah saya (akhir tahun 1980-an) mendapatkan balasan surat yang berisi beberapa lembar uang bernilai tujuh puluh lima ribu rupiah. Uang itu dijejalkan di dalam amplop dan diposkan sebagai honorarium cerpen saya yang dimuat berjudul Pembunuhan. Mengherankan sekali, padahal redaktur lain mengirimkan uang honorarium dengan menggunakan wesel pos.
Cerpen dan novelet anak-anak juga saya buat dan saya kirim ke Majalah Gatotkaca (Yogya), Kawanku, Hai, Anak Sholeh, dan Bobo. Dua kali novelette anak-anak saya dijadikan cergam (cerita bergambar) bersambung oleh majalah Kawanku (sebelum kemudian menjadi majalah remaja).
Lamaran, Kenangan
Sampai kemudian saya menulis surat lamaran kerja karena sudah lulus kuliah, dan harus mencari pekerjaan. Sekali menulis surat lamaran kerja, langsung diterima. Jadilah saya sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil. Dari Yogya saya bersama empat puluh orang CPNS lain disebar ke provin-provnsi lain di wilayah timur. Mulai dari Surabaya, Denpasar, Makasar, Balikpapan, Manado, hingga di Papua.
Di provinsi paling Pulau Sulawesi itu saya berhenti menulis surat. Hanya beberapa kali saja membuat cerpen dan puisi. Dimuat tapi tidak mendapatkan nomor bukti pemuatan. Honor ada yang dikirim, ada juga yang tidak. Banyak alasan kemudian untuk malas menulis surat.
Sampai kemudian saya menemukan ruang yang bebas dan luas untuk menulis, setelah zaman berubah jauh, dan surat-menyurat dengan tulisan dan kantor pos tak lagi digunakan. Internet mengubah segalanya. Namun agaknya menulis surat, setidaknya gaya dan tekniknya, tidak mungkin untuk dilalaikan. Bersama dengan makin menjauhnya berbagai kenangan tentang menulis surat itu maka ajakan kembali menulis surat, seperti yang di-event-kan Fiksiana Community sangatlah besar artinya.
Penutup
Kembali ke judul, demam menulis surat, tujuan saya menuliskan ini hanya satu yaitu ajakan untuk banyak-banyaklah menulis dengan gaya surat-menyurat. Tulisanlah surat kepada keluarga dan kenalan kita. Tulisan juga surat untuk diri sendiri, atau kepada Tuhan, atau kepada siapa saja yang menjadikan hidup dan kehidupan kita lebih baik dari hari ke hari.
Saling mengingatkan dan menasehati, seperti prinsip amar ma’ruf nahi munkar, menjadi prinsip uyang sangat agamis. Dan seharusnyalah pertama-tama surat itu ditujukan kepada diri sendiri. Seperti difirmankan: Hendaklah ada diantara kamu orang-orang yang mengajak kepada kebaikan, menganjurkan kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan merekalah orang-orang yang beruntung (QS. Ali Imran, 3:104)
Demikian saja, semogalah demam gaya/teknik tulisan surat-menyurat di Kompasiana akhir-akhir ini membawa kebaikan kepada diri sendiri setiap penulisnya, dan juga orang lain yang terbuka hati dan pikirannya untuk menerima jalan kebaikan dari tulisan itu. Semoga tulisan ini bermanfaat, mohon maaf bila ada kekurangan. Wassalam.
Bandung, 20 Oktober 2015