Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Karena Kompasiana Saya (Kembali) Mencermati Bahasa Tulis

6 Oktober 2015   13:14 Diperbarui: 6 Oktober 2015   14:06 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Demikian pun karena relatif lebih banyak membaca tulisan di media sosial (baca Kompasiana), saya sering gatal juga untuk tidak nyinyir meski bukan bermaksud memberitahu, apalagi menyalahkan. Saya pernah menuliskan tentang kata: hanya (harus ada kata lain yang menunjukkan jumlah lebih banyak, kepemilikan harga lebih kaya, dsb sebelum kemudian menggunakan kata hanya untuk jumlah atau kepemilikan yang lebih sedikit), digilir (kasus perkosaan, yang saya rasakan terlalu implicit, padahal dapat digantikan kata lain yang lebih halus), bapak-anak (dua kata keterangan yang tidak menjelaskan siapa, mestinya disebut jati diri salah satu meski hanya dengan inisial nama. Misal R dan anaknya merampok…….., atau B dan bapaknya digerebek……), almarhum/ almarhumah (kata keterangan ini hanya dipergunakan untuk menceritakan sesuatu kejadian pada waktu orang yang dimaksud memang sudah meninggal (kata itu tidak perlu dipakai bila menceritakan suatu peristiwa ketika ybs masih hidup. Contoh: Almarhum A tiga bulan lalu mengalami stroke (pada waktu mengalami stroke A belum meninggal, sehingga kata ‘almarhum’ dihapus).

Meski tidak langsung menulis tentang kebahasaan, setiap tulisan saya (sekali lagi dengan kemampuan yang ada, dan bukan ahli bahasa) saya mencoba untuk berbahasa sesuati ketentuan. Misalkan penulisan suku kata di dan pada, penggunaan kata dengan, para judul menulis jumlah tidak dengan angka, membedakan tanda koma (,) lalu titik-koma (;) dan titik (.), dan seterusnya.

Korektor-Editor-Penyunting

Berbahasa tulis meski seseorang menggunakannya setiap hari, selama bertahun-tahun bahkan puluhan tahun, tidak serta merta menjadi baik dan benar. Terlebih bila orang  yang bersangkutan tidak peduli, tidak mencermati tulisan orang lain, tidak mempelajari ketentuan yang berlaku, dan paling sering karena menulis dengan terburu-buru, atau karena kepentingan tertentu yang tidak ideal (komersial, politik, hukum, dlsb.).

Banyaknya bahasa lisan atau bahasa percakapan yang dipergunakan dan atau dituliskan tidak menggunakan kata-kata baku) bukan hal yang tabu dipergunakan, namun harus ditandai dengan huruf miring.

Dengan beberapa uraian saya yakin suatu ketika nanti Kompasiana memiliki seorang ahli bahasa (yang bertindak sebagai korektor, editor, penyunting, artikel) dan menuliskannya seminggu atau dua minggu minggu sekali. Ia dapat menjadi tempat bertanya dan mendiskusikan kemungkinan terjadi perbedaan pendapat anara para penulis.

Tulisan dari ahlinya itu pasti akan sangat ditunggu dan dijadikan patokan untuk setiap penulis. Dengan demikian ada kesamaan pemahaman mengenai pilihan kata, penggunaan frasa, maupun tata kalimat yang (sesuai ketentuan) baik dan benar. Bila hal itu terwujud menjadi keniscayaan kelak semua tulisan/artikel di Kompasiana makin bagus, mengikuti kaidah jurnalistik maupun penulisan popular, dan tak kalah jauh dibandingkan dengan tulisan pada media arus utama.

Penutup

Berkompasiana yang bagi orang lain memberikan banyak keuntungan, kemajuan, keberhasilan, dan berbagai pangalaman/pengetahuan baru; bagi saya mendapatkan tambahan wawasan, yaitu kebahasaan yang (relatif) makin baik. Itu berarti pula saya ikut menjaga (seberapapun kecil), dan tidak sebaliknya ikut merusak Bahasa Indonesia.

Seperti setiap kali, kiranya tulisan sederhana ini bermanfaaat terutama bagi diri sendiri. Lebih dari itu bila berkenan menyemangati kita semua untuk lebih peduli dan cermat untuk memperbaiki aspek kebahasaan kita dalam menulis di Kompasiana.  Sebagai pensiunan saya tidak lagi wajib menggunakan bahasa baku (dalan tulisan maupun lisan), namun karena Kompasiana saya harus mencermati bahasa tulis. Sekian saja, mohon maaf dan masukan sekiranya ada yang kurang tepat atau salah. Terimakasih, selamat siang, wassalam.

Bandung, 6 Oktober 2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun