Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Bermedia Sosial Rasa Koran, karena Kompasiana

29 September 2015   16:45 Diperbarui: 29 September 2015   16:45 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Comment

Maunya setiap orang punya sahabat sebanyak mungkin, artinya makin banyak makin baik. Namun kita kadang lupa bahwa selain keberagaman maka tiap-tiap orang punya lingkup kecil/terbatas karena persamaan suku, agama, ras, adat, generasi (tua-muda), status sosial-ekonomi, jenjang pendidikan, hobi, dan banyak lagi..

 

Jadi alangkah baik kalau misalnya seseorang menulis mengenai agamanya, maka orang-orang seagamanya saja yang menilai dan berkomentar. Karena ada prinsip mendasar bahwa tiap-tiap agama adalah benar menurut penganutnya masing-masing. Beda pendapat karena perbedaan lingkup itu akan memunculkan penilaian dan komentar yang tidak proporsional, cenderung menyalahkan, bahkan kasar/sarkas, dan tidak bermutu. Itu berarti juga, kurang pantas bila seseorang mengomentari satu peristiwa yang melibatkan seseorang beragama tertentu dengan kacamata agama lain. Kecuali tentu bila dimaksudkan untuk mencari persamaan-persamaan mendasar, dan justru itu yang memperkuat kesadaran dalam kebersamaan.

 

Bila seseorang berbicara dengan bahasa daerahnya, itu berarti ia sedang berbagi dan berkomnukasi dengan rekan-rekan se-suku. Kecuali orang yang mau belajar bahasa daerah itu, orang lain dari suku berbeda kurang elok kalau ikut berkomentar, apalagi bernada sinis, atau menyampaikan sikap  lain yang tidak pantas.

 

Lebih-lanjut, komentar mestinya bukan sekedar basi-basi, sanjungan, atau humor dangkal. Perlu juga kritik, beda pendapat, dan yang terutama saling menasehati dan mengingatkan pada hal-hal penting dalam bermasyarakat, berkeluarga, beragama, berbangsa, bernegara, dan seterusnya. Memang koran punya mekanisme selektif dalam memuat tanggapan dan komentar pembaca, sedangkan media sosial relatif kurang/tidak ada.

 

Dengan batasan itu tidak ada yang tidak pantas ditulis/dikomentari pada media sosial, kecuali yang bermuatan pornografi, kebohongan, menghasut/menghina, menipu, mengancam, dan lain-lain serupa itu.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun