Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Ultah ke 53 TVRI, Membandingkan dan Berbaik Sangka

24 Agustus 2015   13:19 Diperbarui: 24 Agustus 2015   13:19 999
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya senang sampai pada usia ke 53 hari ini TVRI masih eksis. Masih berkiprah dengan baik di tengah persaingan yang makin ketat, di tengah kondisi pemerintahan yang belum mendapatkan ‘titik terang’.

Tentu saja banyak kerabat saya sesama pensiunan lembaga itu, serta terutama yang masih aktif berdinas, merasakan hal yang sama. TVRI, betapapun masyarakat sudah mengabaikannya, tetap punya peran besar dalam memberi warna pada pertelevisian di tanah air.

Membandingkan

TVRI tidak dapat dibandingkan dengan tv swasta manapun. Dari segi anggaran, teknologi dan kreativitas SDM-nya. Namun demikian tetap saja ada sesuatu yang diperlukan untuk pembanding, kalau bukan untuk pelarian dari sesuatu yang kita anggap tidak/kurang ideal. Tergantung dari sudut pandang mana kita melihat.

Kalau pertanyaannya dimulai dari kondisi TVRI, bagaimana nasibnya kini?  Maka jawabnya sangat mudah dan sederhana: tidak sebaik dulu (sebelum lahir tv swasta milik putera-puteri Soeharto), makin payah (jumlah tv swasta makin banyak dengan modal besar, namun makin kehilangan rasa nasionalisme selain hanya berebut rating dan iklan), atau alhamdulillah masih dapat bertahan.

Kalau dari sudut tv swasta: sudah idealkah pertelevisian kita masa kini? Jawabnya ya dan tidak. Ya, karena menyerap banyak tenaga kerja, melalui iklan-promosi-info produk ikut memacu roda ekonomi, dan memperbanyak ruang maupun variasi isi informasi. Namun dapat pula dijawab tidak, karena station televi itu kebanyakan lebih cenderung pada informasi sensasi dan menyajikan hiburan miskin edukasi.

Keduanya kalau diibaratkan masih menjadi dua kutup yang saling bertolak belakang, keduanya belum atau tidak ideal.

Mungkin ada yang tidak percaya kalau ada orangtua dan keluarga yang sangat tidak menganjurkan menonton tv (yang terbanyak tv swasta) karena : banyaknya iklan, adanya iklan yang konyol/dangkal dan tidak mendidik, isi informasi yang sensasional, mengabaikan rasa nasionalisme, mengutamakan iklan dan rating daripada bobot siaran, menonjolkan pemilik tv (apapun kegiatan, ucapan, dan pendapatnya –secara tidak langsung tampak pada kebijakan redaksional-), suka yang serba heboh meski berdampak buruk, cenderung abai atau bahkan melanggar regulasi, dan banyak lagi.

Pernah saya baca di media, karena kondisi itu maka ada orangtua yang hanya memasang satu channel untuk anaknya, yaitu TVRI. Namun lebih banyak lagi yang anak-anaknya tidak boleh menonton tv nasional, dan memilih tv kabel yang memuat hiburan maupun ilmu pengetahuan     -yang dirasa aman sesuai usia anak-.

Berbaik-sangka

Pilpres langsung pada waktu lalu menjadikan isi siaran televisi kita diwarnai kontras hitam-putih, blok A dan blok B, dan agaknya sampai kini pun belum hilang. Sengaja atau tidak maka benih perpecahan di negeri ini terus dipelihara oleh media. Sebagai pembenar, memang kesanalah kelangsungan dan kemakmuran kehidupan mereka ditopang. Kinerja tv swasta itu jelas sangat berbahaya, namun bahkan KPI pun agaknya tidak mampu berbuat apa-apa.

Ada stasiun televisi (lengkap dengan antrian narasumber maupun pendukung iklan yang bersedia menyokong kebijakan tv ybs.) yang terus mencecarkan pendapat betapa kacau-balaunya negeri ini. Ada stasiun televisi yang membuat acara glamour dan tidak peduli dengan apapun (apakah bernilai edukatif, hanya menonjolkan sikap henonistik, sekedar menina-bobokan generasi muda sehingga daya juang mereka untuk menggapai cita-cita lumpuh, dst. dll).

Mestinya dengan kondisi itu khalayak penonton makin dewasa dan selektif dalam memilih siaran tv untuk diri sendiri maupun keluarganya, dan terutama penonton tidak terhanyut pada perangkap agenda tersembunyi kepentingan asing pada media elektronik itu.

Dan dalam kaitan itulah mestinya TVRI muncul sebagai salah satu tontonan alternatif yang menyehatkan dan menenteramkan. Meski terkesan kuno, peran media sebagai sumber informasi, edukasi, dan hiburan perlu terus digali, dikembangkan, dan diseimbangkan penyampaiannya. Dengan begitu semua umur dalam keluarga Indonesia, dengan aneka kepentingan mereka, dapat terwadahi.

Saya berbaik-sangka saja kepada TVRI, suatu ketika nanti Pemerintah lebih peduli dalam hal alokasi anggaran. Dan bersamaan dengan itu kualitas teknis dan isi siaran TVRI pun makin kompetitif. Karenanya membandingkan dengan stasiun tv yang lebih ideal sebagai sesama TV Publik, yaitu NHK dan BBC, bukan sebuah olok-olok, apalagi sekedar impian kosong di siang bolong…!

Penutup

Mudah-mudahan siaran dan manajemen TVRI ke depan menjadi lebih baik, dan lebih baik lagi. Bersamaan dengan itu perhatian Pemerintah makin besar pula. Bila TVRI maju, maka dua hal diraih sekaligus, yaitu keindonesiaan kita dalam berbangsa dan bernegara semakin berkualitas; karena mau tidak mau semua tv swasta pun akan lebih maas diri dalam memanfaatkan ruang publik.

Mudah-mudahan ke depan TVRI lebih banyak diperbincangan di tv swasta karena prestasi dan kemajuan program siarannya, dan bukan karena keterlibatan pejabatnya dalam kasus korupsi. Dengan itu maka agenda Pemerintah untuk pemberantasan korupsi dapat dengan lebih baik ditampilkan di TVRI.

Pasti ada perubahan dan perbaikan dan kemajuan kalau memang mau memperbaiki diri, Insya Allah perubahan itu tidak lama lagi. Dirgahayu TVRI.

--

Sumber gambar :

https://www.facebook.com/Cyzcha.Davina.Marthdewye.Wojtle

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun