Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Tidak Ada Kata ‘Hanya’ dalam Menulis, untuk Para Penulis Buku Harian

22 Agustus 2015   10:19 Diperbarui: 22 Agustus 2015   10:29 683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Sering kita -sadar atau tidak- menebar kata ‘hanya’ dalam menilai tulisan tertentu. Beberapa tulisan pada K yang memperbincangkan soal kualitas seorang penulis maupun mutu tulisan dalam beberapa kategori membahas soal itu. Kata ‘hanya’ dibuat sebagai bumbu penyedap setelah puja-puji pada tulisan lain yang ‘wah, wuih, woo, wadaouw’, maupun komentar lain yang sulit dilukiskan dengan kata-kata.

Tulisan dengan kategori ‘hanya’ kiranya dibuat oleh penulis hijau dengan pengetahuan terbatas, dengan kemampuan ala kadarnya, dengan isi kurang memadai. Akibatnya jumlah pembacanya pun akan berada di bawah angka rata-rata, dan seterusnya. Artinya juga, tulisan ‘hanya’ tak lain tak bukan berkualitas segitu-gitunya.

Ilustrasi - menulis blog (Kompas)

Isi bahasan dan niat baik di balik penilaian terhadap suatu penulisan itu –pasti  ada- memang tidak salah. Kalau kita mau jujur dan selalu berpikir positif dan berbaik sangka, maka semua tulisan demikian tak lain merupakan aneka variasi teknik seseorang dalam mengapresiasi, memotivasi, mengedukasi, atau setidaknya menggarisbawahi. Namun jika kita suka berkecil hati pastilah ungkapan itu berdampak kurang mengenakan, menjadi ganjalan, dan terasa menyindir betul gitu lho….

Catatan harian seorang demonstran - Soe Hok Gie

Tulisan dengan Kualitas Buku Harian

Gara-gara sebuah tulisan tidak banyak pembacanya maka tulisan itu patutlah dimasukkan dalam kategori tulisan di buku harian. Begitulah banyak penulis memposisikan satu tulisan. Tapi benarkah? Sangat tepat!

Untuk apa dipajang kalau tidak punya daya tarik? Untuk apa capek-capek dibuat kalau mutunya tidak ada peningkatan? Ngapain harus bikin sampah di medsos? Dan berbagai pertanyaan lain yang bermuara pada satu kata: hanya.

Padahal tentu pernyataan itu tidak sepenuhnya benar. Berapa banyak orang yang memulai menulis sebagai catatan harian, lalu berkembang menjadi buku harian. Dengan keunikan dan kelangkaan isi,  buku harian itu siapa tahu suatu hari nanti dapat diterbitkan menjadi buku dan mendapatkan pembaca yang luas.

Banyak contoh untuk yang tingkat nasional maupun internasional dapat disebutkan. Artinya apa, tulisan berkualitas buku harian dapat saja sekedar teknik penulisan, mungkin seseorang baru coba-coba menulis, mungkin tak yakin dapat menulis, mungkin materinya dinilai terlalu sederhana dan sangat pribadi, mungkin materi tulisan membahayakan diri/keluarga/kelompoknya, dan entah berapa kemungkinan yang lain. Yang paling banyak karena kemampuan si penulis memang mentok di situ.

Tapi menulis tidak boleh berhenti karena alasan itu. Kalau kita mau sedikit berlapang dada maka biarkanlah tulisan buku harian itu menemukan nasibnya sendiri, hari ini atau kelak di kemudian hari. Ia hadir tidak untuk diberi cibiran, di anak-tirikan, terlebih di anak-haramkan…..

Tidak Ada Kata Hanya

Dalam menulis pun -menurut pengalaman saya- tidak ada kata ‘hanya’. Tulisan saya berkualitas buku harian tidak dibuat dalam waktu yang singkat, mudah, dan murah. Tiga atau empat jam harus berkutat di depan komputer, bahkan sering lebih. Speedy harus bayar, referensi koran dan majalah harus dibeli. Pekerjaan lain dinomorduakan. Bahkan juga jam tidur pun seringkali disunat semena-mena. Itu semua demi catatan harian yang remeh-temeh belaka...

Waktu yang digunakan dengan perkiraan bakal selesai sering tak tercapai. Itu bukan menjadikan mutu tulisan bertambah, tapi semata karena ribet ini dan itu, mulai dari soal teknis hingga nonteknis, dari soal huruf-ejaan hingga paragraf, soal gambar pendukung, soal judul yang lebih pas, dan entah lagi. Pendeknya, tetap saja perlu waktu panjang untuk menulis lebih pendek, lebih baik, dan lebih bergizi (menurut ukuran diri sendiri). Meski begitu tetap saja, kualitasnya sekedar ‘catatan di buku harian’.

Jadi kalaupun tidak ada yang tertarik untuk membaca bukan berarti tulisan itu ‘hanya’. Sungguh, tulisan apapun lebih dari sekedar ‘hanya’. Bahkan mungkin ia segala-galanya bagi seseorang, minimal untuk hari itu atau minggu itu. Pejuangan melewati keterbatasan, jerih-payah fisik dan otak, dan kemauan untuk dapat menulis, rasanya cukup memadai kalaupun kemudian dibaca untuk dirinya sendiri saja. Tidak peduli apa kata orang lain –bahkan apa penilaian Admin sekali pun-.

Kalau mau saling berbalas kata ‘hanya’, maka dapat saja tulisan yang bagus-mumpuni-berbobot dan sebutan lain, sebagai tulisan yang ‘hanya’ copy paste bahan pelajaran sekolah/kampus, sekedar rajin mengutip, hanya menyalin dari bahan berbahasa asing, hanya menjiplak potongan-potongan pendapat orang lain, dan seribu ‘hanya’ lainnya.

Penutup

Tulisan ini tidak ditujukan kepada siapapun yang dengan sengaja ingin menyepelekan tulisan orang lain, semata-mata karena tulisan dirinya sendiri dirasa sudah hebat. Betapapun hak setiap orang untuk menulis apapun, tentu dengan tanggungjawab pribadi masing-masing.

Satu-satunya tujuan tulisan ini tentu hanya kepada para penulis berkualitas buku  harian, dan Alhamdulillah saya salah satu diantaranya. Teruslah menulis dengan kualitas itu, namun tentu dengan tema dan isi yang lebih unik-menarik-aneh dan sangat pribadi namun pantas untuk dibagi. Jangan malas dan tersinggung karena mendapatkan ‘cap’ kurang mendukung dari siapapun.

Selain itu kalangan penulis buku harian perlu juga untuk selalu berdoa agar Admin K  masih berbelas kasihan dan tidak meniadakan tulisan berkaliber ecek-ecek itu, lalu membuangnya di tong sampah. Terakhir, buktikan bahwa karya penulis yang tidak dilihat dengan sebelah mata pun ini suatu ketika akan betul-betul mampu membuat tulisan berkualitas penulis buku ‘best seller’……hehe.

Banyak buku harian yang kemudian menjadi sangat terkenal. Satu diantaranya adalah 'The Diary of Anne Frank', catatan harian seorang gadis muda Yahudi tentang kekejaman di kamp konsentrasi Nazi. Di tanah air ada jua buku harian terkenal, judulnya ‘Catatan Harian Seorang Demonstran’ yang ditulis Soe Hok Gie.

[caption caption="the diary of anne frank"]

[/caption]

Okelah kalau begitu, saya sudahi saja. Jangan lupa terus menulis ya, jangan ngambek, jangan cengeng, jangan putus asa. Tetaplah saling menasehati dan memotivasi. Tetap semangat. Merdeka!!

----

Sumber gambar:

  1. https://akumalam.wordpress.com/tag/soe-hok-gie/
  2. http://www.india.com/top-n/7-things-about-the-diary-of-a-young-girl-by-anne-frank-15890/

---

Simak juga tulisan sebelumnya:

  1. http://www.kompasiana.com/sugiyantohadi/mogok-pun-menular-pedagang-daging-ayam-tak-mau-ketinggalan_55d60d85cb23bda80c38105a
  2. http://www.kompasiana.com/sugiyantohadi/puisi-para-pendaki-ini-cara-tuhan-menguji-kami_55c8d30d387b610c24f0d40c
  3. http://www.kompasiana.com/sugiyantohadi/belajar-dari-para-mualaf-hingga-ajakan-selektiflah-melakukan-copas_55c2553fac9273220dae283c

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun