[caption caption="pedagang bunga, sumber gambar http://soloyes.com/2009/08/"][/caption]
No 22
Biarlah pelan kutulis puisi ini pada lembar-lembar kelopak mawar merah dan putih di sebelah bangku kayu tempatmu terlelap. Seharian kita mengelana merayapi bukit-bukit tandus yang menyengat untuk mendapatkan sekedar jawab atas rasa ingin tahu, juga penebus rasa rindu, serta perasaan riang yang tiba-tiba menjadi pilu
Puisi ini semata untukmu, Indonesiaku, kurajut dari belantara kata yang tidak saling sapa, ada diantaranya untaian nelangsa berkecambah harap, mungkin kamu diantaranya, sesiapa yang mau berlembut ucap untuk mengubah subuh sejuk menjadi segumpal senyum pengungkap rahasia masa lalu
Senyumkah dan siapa yang masih menyimpannya beberapa keping untuk tidak lagi berpantang dalam setiap pertemuan, kemarau yang menggerogoti sekujur keberanian untuk mengekalkan janji, dengan bekal kata-kata bermantera, doa-doa tajam menembus cakrawala, geliat tubuh bersepuh peluh
Pabila nanti kau siuman dan coba mencariku di sekeliling, di atas batu-batu belah, juga pada aliran sungai bening ke hilir mengikuti alur mengular turun, terayun-ayun pasrah hingga muara, maka di sana aku telah menunggumu, dengan segenggam puisi yang lebih gagah tinimbang bukit tandus tempat kita coba memanjat dan tidak mendapatkan sesuatu pun selain rasa malu dipermainkan angan yang mengelana jauh
Maka biarlah pelan kutulis puisi ini, untukmu Negeriku. Dan bila kau siuman nanti, bacalah pada setiap lembar kelopak mawar merah dan putih, di situ semua ratapku padamu, namun aku sudah teramat jauh untuk mampu kau jangkau dengan rasa sayang setinggi bukit apapun yang gagal kita rengkuh
Bandung, 6 – 16 Agustus 2015
---
Keterangan: karya ini orisinil dan belum pernah dipublikasikan
--
[caption caption="logo rumpies the club"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H