Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Transaksi pada STNK yang Hilang

26 Agustus 2014   23:04 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:28 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi tadi telepon rumah berdering. Dari ujung sana suara seorang lelaki bertanya nama saya dan soal dompet yang ditemukannya.

“Isinya dua STNK motor, KTP, dan dua SIM yaitu A dan C. Apa betul punya bapak?” saya tidak bisa menjawab seketika, saya menduga itu dompet anak bungsu saya. Kami bergantian menggunakan motor, namun empat hari terakhir saya ke luar kota dan baru tadi  malam pulang ke Bandung. Dalam pikiran sekelebat ada kekhawatiran jangan-jangan ini  modus penipuan.

Telepon terputus entah kenapa. Bergegas saya berteriak memanggil anak di lantai dua, untuk memastikan dompetnya hilang. Ternyata benar. Dompet terjatuh saat pulang dari kampus.

Persoalannya, kenapa sambungan telepon tiba-tiba putus. Saya tidak bisa menelepon balik. Jadi dengan harap-harap cemas saya menunggu, mungkin saja si penemu kahabisan pulsa dan akan menelepon lagi setelah mengisi pulsa.

Tiba puluh menit kemudian, saat saya sedang di kamar mandi, anak bungsu saya menerima tamu di depan pagar. Saat keluar dari kamar mandi anak bungsu itu minta menunjukkan dompet yang hilang sudah ditangannya.

“Ini, pak, dompetnya dikembalikan. Isinya lengkap kecuali duit, ada dua puluh atau tiga puluh ribu rupiah. Biar saja duitnya, yang penting isi dompet kembali. . . . .!”

“Alhamdulillah kembali. Coba kalau harus mengurus kehilangan ke kantor Polisi, lalu bikin STNK duplikat ke Biro Jasa, berapa biayanya?” komentar saya.

Saya keluar rumah menemui Mas Reza, si penemu, yang mengaku tinggal di Dago. Ia bercerita tadi malam menemukan surat itu tidak jauh dari tempat tinggalnya. Untung ada kartu nama terselip diantara STNK, dengan tulisan tangan saya disebaliknya: Yang terhormat penemu STNK ini. Kami minta tolong untuk mengembalikan ke alamat kami (tertulis alamat lengkap dengan nomor telepon). Kami akan mengganti jerih payah Anda Rp. 100.000,- Hormat saya: Pak Sugi.

“Terimakasih, Mas Reza.. . . .!” ucap saya sekali  lagi. Anak bungsu saya mengulurkan uang Rp. 120.000,- Perinciannya, seratus ribu untuk jasa memukan, dan dua puluh ribu rupiah untuk jasa mengantar ke rumah. Lelaki muda itu menerima sambil tersenyum.

Itulah transaksi yang saya tulis bulan Maret 2013, dan baru tadi terjadi serah terima. STNK yang hilang kembali, uang saya berpindah kepada si penemu. Apa boleh buat?

*****

Hilang STNK menjadi fenomena menarik. STNK yang ditaruh di dalam dompet dapat hilang bersama dengan isi lain: SIM, KTP, kartu kredit, kartu ATM, dan tentu saja uang.

STNK hilang dapat dengan berbagai cara, Lupa, tergesa-gesa, sembrono, dan tidak waspada menjadi penyebabnya.

Pernah sekali waktu setelah membayar uang bensin di SPBU dengan asal-asalan saya masukkan dompet ke saku celana belakang. Ternyata ujung kaos yang saya pakai ikut terdorong dompet masuk saku. Saat kaos tertarik-tarik karena pergerakan badan, dompet sedikit demi sedikit keluar, lalu jatuh dan raib. STNK motor bebek Kharisma saya, bersama isi dompet melayang, dan tidak kembali. Saya harus bersusah payah membuat duplikat.

Jauh hari sebelumnya, STNK Honda GL saya simpan di dalam dompet kecil, lalu saya gabungkan dengan kunci motor. Saat motor melaju kunci itu melompat jatuh. Tentu saja STNK atas nama orang lain itu ikut hilang. Bikin duplikat lagi, lama dan mahal.

Dengan dua pengalaman itu maka saya memutuskan membuat transaksi sebelum peristiwa kehilangan betul-betul terjadi. Dan hasilnya sudah terbukti.

Beruntung si penemu orang baik. Ia tidak menghitung per surat yang terdapat di dalam dompet. Kalau saja ia nakal bisa saja membuat tawar-menawar: satu STNK seratus ribu rupiah. Ini ada dua STNK. Belum lagi KTP dan dua SIM .

Hemat saya besar-kecilnya kota tempat kita tinggal akan mempengaruhi nilai transaksi yang  harus kita tulis di kartu nama kita itu. Pelajaran yang saya petik pagi ini: 1. Waspadailah aneka kemungkinan penyebab kehilangan. 2. Kalau betul hilang mudah-mudahan ditemukan orang jujur untuk mengembalikan. 3. Buatlah transaksi dengan angka nominal yang transparan di situ.

Mudah-mudahan tulisan ringan ini bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun