Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pengakuan Seorang Koruptor

16 Oktober 2014   23:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:44 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Dengan asumsi itu maka seorang koruptor yang tertangkap tangan menduduki jabatan pemerintahan tertinggi (Lembaga Tinggi/Tertinggi Negara) dapat dipastikan telah memulai praktek berkorupsinya sejak awal memiliki kekuasaan. Mungkin orang itu pernah menjadi petugas rumah tangga, maka saat itu ia telah mengorupsi harga maupun jumlah satuan gula-kopi-teh, kue-kue, dan nasi bungkus/boks.

Seorang jenderal (TNI/Polri) yang kemudian tertangkap tangan karena melakukan tindak korupsi, patut diduga sejak pangkat tamtama, kemudian meningkat ke bintara, hingga akhirnya perwira telah akrab dengan praktek korupsi-kolusi-nepotisme.

Seorang pengusaha yang menjadi pelaku pengemplang pajak, manakala skala usaha sudah me-nasional apalagi multinasional, maka patut diduga sejak belajar usaha sudah bermain-main dengan aneka kong-kalikong itu.

Lalau bagaimana dengan anggota dewan yang dari period eke periode betah belaka duduk di kursi kehormatan itu? Baca sendiri beritanya tentang banyak tokoh penting yang kemudian akrab dengan KPK, menjadi tersangka, dan kemudian meringkuk masygul dibalik penjara besi.

TERTANGKAP DAN DIPENJARA
Ironi menjadi keseharian kita ketika seorang koruptor satu persatu tertangkap. Tak sedikit mereka orang baik-baik. Tak sedikit mereka orang-orang hebat belaka. Pinter, kaya, popular, berkedudukan terhormat, cantik/ganteng, dermawan, bergelar haji, sarjana strata satu hingga tiga, dan sebut apa saja yang lain yang baik-baik.

Semua karakter orang dengan aneka latar-belakang suka-agama-ras, partai politik, TNI/Polri, Pemerintahan/Swasta, pegawai tinggi/rendah, dan banyak lagi, telah terwakili dalam orchestrasi senada-seirama dalam menggerogoti kekayaan negeri ini. Lagu ‘Rayuan Pulau Kelapa’ telah membuat mereka makin lupa daratan. Kemarin, hari ini, dan mungkin esok.

Siapa yang tidak miris? Prihatin, nelangsa, dan berkeluh-kesah penuh kekhawatiran: mau dibawa kemana negeri ini?

Ketika tertangkap tangan, atau tertangkap basah, dalam tindak korupsinya, apa yang dikatakan sang koruptor?

“Aku tidak bersalah, sumpah, gantung aku di. . . . . .!” Mereka dengan gagah-berani terus berkelit, bersilat-lidah, dan bermain watak. Akhirnya dengan tanpa perasaan bersalah melambaikan tangan ssambil tersenyum meminta empati kepada semua awak media.

Lalu sikap dan perilaku itu tayang pada media regional, nasional, bahkan internasional. Mereka merasa diri menjadi selebritas, serupa penyanyi dangdut dengan goyang seksi yang mengenakan pakaian seronok tanpa risi.

PENGAKUAN
Koruptor tidak mengakui kejahatannya, mereka sekedar mengakui kebenaran dari sisi dia, sebagai berikut:
1. Orang lain juga korupsi, jumlahnya bahkan lebih besar Kejahatanku ini belum seberapa.
2. Aku tidak merasa bersalah, yang salah adalah sistem yang ada.
3. Tidak apa-apa korupsi, toh Negara masih kaya raya.
4. Korupsi sifatnya wajib untuk memenuhi tuntutan gaya hidup, untuk membahagiakan anak-isteri dan cucu, serta keluarga-besarku sendiri.
5. Dosa dan kesalahanku, kalau itu ada, telah terhapus dengan rajin beribadah, melakukan umroh/haji, melakukan perjalanan di tempat-tempat suci. Juga banyak berderma (membantu pembangunan mesjid, gereja, rumah ibadah lain, panti jompo dan yatim-piatu). Aku juga banyak membantu korban bajir, longsor, kebakaran, dan banyak lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun