Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ayo Protes dengan Menutup Jalan Raya

6 Januari 2015   20:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:41 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Protes itu menusiawi. Untuk yang suka pada kebaikan dan hal-hal ideal lain, protes menjadi senjata ampuh untuk menggapainya. Protes dalam arti luas bisa dengan menulis di media bernada mengecam, berorasi  di tempat umum menuntut ini dan itu, atau dengan jalan berdemo. Nah, soal demo ini kreativitas kita terus berkembang dari waktu ke waktu. Tentu saja harus berkembang sebab yang di demo pun makin banyak.

Demo dengan gaya teatrikal sudah banyak, demo dengan membawa spanduk dan berjalan jauh beramai-ramai sering, demo dengan menutup jalan raya bahkan jalan tol hampir selalu, ada juga demo dengan bertelanjang bulat di tengah umum. Kreativitas yang makin canggih pun marak terkait dengan demo karena jalan rusak.

Mancing, tanam pohon

Kalau ada ungkapan jalan berlubang mirip kubangan kerbau, rasanya sudah biasa. Ungkapan itu  digunakan orang untuk menyangatkan. Tapi saking lebar dan dalam-nya kubangan kerbau itu hingga berubah menjadi kolam ikan. Dan itulah yang dilakukan warga Kampung Rancabali kemarin-1)

Jalan desa mereka, yang selalu rusak, dan tidak pernah tuntas diperbaiki, akhirnya mereka jadikan kolam ikan. Sejumlah ikan dilepas, lalu warga pun memancing di sana. Kolam pemancingan di tengah jalan itu menjadi tontonan warga lain, juga masyarakat yang akan lewat. Bahkan kemudian menjadi tempat bermain anak-anak.

Demikian pun yang dilakukan warga di sekitar Jalan Warung Gantung, Kecamatan Kalideres-2). Mereka mengubah jalan menjadi kebun pisang. Itu sebagai unkapan kesal warga karena janji Pemerintah untuk memperbaikinya tidak segera terealisasi. Tidak mau kalah, warga di Kelurahan Cilacap  melakukan gerakan serupa.3)

Ikan dan pohon pisang rupanya menjadi simbol protes, demo, dan unjuk perasaan tidak senang karena perbaikan jalan tertunda, tidak terwujud, bahkan hanya berupa janji-janji kosong. Karenanya mereka memilih salah satu dari ribuan bentuk demo yang paling ekstrim, yaitu menutup jalan umum.

Protes perbaikan jalan dengan menutup jalan rasanya menjadi kebiasaan yang dianggap lumrah dan baik, dan itu dilakukan oleh warga masyarakat perkotaan sampai ke pelosok jauh. Siapakah penyebar informasi yang tidak memiliki nilai edukasi itu?  Ya, siapa lagi kalau bukan media….! Media berhenti pada berita gerakan protes, dan tidak menemukan akar masalahnya.

Edukasi, kreatif

Kalau saja wartawan merunut sampai kepada para pemangku kepentingan, pasti sedikit banyak mendapatkan jawaban tentang apa dan bagaimana sebenarnya yang terjadi. Soal anggaran, soal prioritas, soal teknis pekerjaan, soal intensitas arus kendaraan dengan tonase-nya, dan juga perilaku masyarakat apa yang ikut memperparah kondisi jalan. Bahkan mungkin terungkap adanya kecurangan atau penyelewengan.

Idealnya wartawan menyertakan sisi edukasi, sebelum kemudian ikut mendukung tuntutan warga masyarakat.  Dengan kata lain, wartawan tidak menyajikan peristiwa mentah-mentah. Sebab bayangkanlah berapa panjang jalan yang rusak dan akan memunculkan protes serupa. Sementara jalan lain yang sudah dibangun, diperbaiki, diaspal atau dicor beton dengan baik kita tidak ikut memeliharanya.

Lalu apakan memblokir jalan itu menjadi satu-satunya alternatifk demo yang dinilai bakal efektif menyampaikan pesan mereka? Kalau membaca warta yang bersangkutan, untuk sementara agaknya aksi demo menyulap jalan menjadi kolam ikan dan kebun pisang relatif berhasil. Perangkat Pemerintah tingkat kecamatan akan menelusuri kemungkinan dapat diperbaiki tahun ini.

Hal lain, rasanya tindakan warga dapat dinilai kurang kreatif. Terlebih jika mereka menginginkan segera ada perbaikan jalan. Bagaimana bentuk kratifitas itu? Tiru saja cara sangat lama.

Arisan, Gotong-royong

Jalan diperbaiki menjad tujuan setiap demo warga apapun bentuknya. Namun alangkah elok jika masyarakat sendiri berswadaya, memberdayakan diri. Pasti harus sedikit memaksakan diri, terasuk kepada siapapun  yang lewat, terutama pengendara motor dan mobil, untuk membantu memperbaiki jalan secara darurat.

Sistem arisan dapat diterapkan. Caranya sederhana, hitung cermat berapa biaya yang diperlukan, lalu bagi menjadi 100, 300, atau 500 untuk mendapatkan angka rupiahnya. Misalkan menjadi 2 ribu, 5 ribu, 10 ribu, atau berapa asalkan tidak terlalu besar. Buatkan kupon dengan angka sebesar itu lalu edarkan, ke warga setempat maupun para pengguna jalan.

Cara kedua, sistem gotong royong tempo dulu. Dulu di desa untuk membangun jembatan, jalan, balai desa, masjid, tanggul dan lainnya, warga bergotong royong dalam mengumpulkan bahan bangunan. Ada yang membawa batu, pasir, gamping, anyaman bambu, dan lainnya. Mengerjakannya pun secara bersama-sama.

Cara itu tentu sulit diterapkan sekarang, tapi bukan tidak dapat dimodifikasi. Terlebih dahulu perlu dibuat perhitungan bahan yang diperlukan, lalu hubungi toko bangunan terdekat untuk mendapatkan harga: seember pasir, seember batu split, sebongkah batu ukuran tertentu, sekilo semen, dan seterusnya. Daftar harga dibuat kupon, lalu edarkan ke warga dan para pengguna jalan.

Dalam jangka waktu tertentu bahan-bahan telah cukup terkumpul, maka kerja gotong royong dapat dilakukan. Sambil menunggu perhatian dan keseriusan Pemerintah mewujudkan janji kiranya perbaikan secara darurat itu sangat diperlukan.

Penutup

Tetapi tentu saja semua cerita masa lalu itu dilandasi atas saling pengertian, keikhlasan dan kemauan menginfakkan harta-tenaga-pikiran untuk kepentingan umum. Tidak mudah dan tidak praktis memang. Jika aneka syarat itu tidak ada lagi, maka yang paling gampang ya….membuat kolam atau menanam pohon pisang di tengah jalan. Biarkan jalan tetap rusak, biarkan pengguna jalan terganggu, dan biarkan kesempatan untuk berinfak-shadakah tertutup. Semua itu memang pilihan. Dan kita memilih protes. Ayo protes dan demo dengan menutup jalan raya.

Sumber tulisan:

1.http://www.pikiran-rakyat.com/node/310965

2.http://harianterbit.com/read/2015/01/05/15427/18/18/Kesal-Warga-Kalideres-Tanam-Pohon-di-Tengah-Jalan-Rusak

3.http://www.rri.co.id/post/berita/78390/daerah/protes_jalan_rusak_warga_tanam_pohon_pisang_di_tengah_jalan.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun