Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Menikah pada Usia Senja

25 Januari 2015   02:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:26 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Layaknya perjalanan waktu, dari detik ke detik hingga menit lalu jam, maka posisi matahari dari ufuk timur gergeser ke tengah, melintasi khatulistiwa, makin bergeser lalu senja pun menjelang. Demikian pula dengan usia kita. Senjakala dalam artian umum berarti waktu yang mendekati akhir. Akan segera datang waktu maghrib, lalu malam.

Rezeki, jodoh,  dan mati yang dialami seseorang merupakan rahasia Allah. Dari tiga hal itu hanya jodoh yang mungkin lebih dari satu kali. Jodoh datang kapan saja, meski usia menginjak senja. Berjodoh lalu menikah menjadi sebuah proses. Menikah itu bagian dari perjalanan hidup seseorang. Ada yang enteng jodoh hingga menikah cepat, ada pula yang seret alias jauh jodoh hingga menikah terlambat. Ada pula yang menikah lagi. Dan itulah yang akan saya ceritakan pada tulisan ini.

Sehat, sakit

Menjadi sehat itu harapan tiap orang. Sehat hingga mampu melakukan aneka peran dalam masyarakat, termasuk peran sebagai suami atau isteri hingga tua. Namun umur manusia menjadi rahasia Allah. Setiap orang hanya dapat belajar dari apa yang sudah dialami orang lain, dengan segenap kompleksitas kehidupannya, sehingga tetap diberi kesehatan sampai akhir hayatnya. Atau sebaliknya diberi sakit pada sebagian besar umurnya. Tentu saja ilmu pengetahuan, khususnya ilmu kedokteran, bukan tidak punya andil dalam soal menjadi sehat dan sakit. Namun di luar itu masih lebih banyak.

Dalam kaitan dengan menikah, soal sehat dan sakit ini menjadi perhatian yang serius. Itu sebabnya pasangan yang hendak melangkah ke jenjang perkawinan dianjurkan memeriksakan kesehatan masing-masing. Itu dimaksudkan agar diketahui kemungkinkan ada-tidaknya penyakit-kelainan maupun kondisi tertentu;  sehingga kemungkinan datangnya penyakit dapat dicegah, diantisipasi, atau dihilangkan. Sehat dan sakit itu bukan hanya pada diri masing-masing pasangan, tetap juga pada anak dan cucu kelak. Itu penting karena memang ada penyakit turunan yang mestinya dihindari sejak perkawinan bila kemungkinan itu ada.

Secara umum menikah dianjurkan dengan salah satu manfaat untuk menjaga kesehatan. Namun banyak pula terjadi menikah justru menjadi penyebab penyakit. Masalah sosial-ekonomi, mental-psikologi, suku-agama, pekerjaan, dan banyak lagi persoalan lain, dapat menjadi penyebabnya.

Menikah Lagi

Nikah itu peristiwa unik yang khas dan sakral. Dari proses penyesahan pernikahan, dalam Islam disebut ijab-kabul, hubungan suami-isteri antara dua pasangan yang menikah menjadi sah. Namun bersamaan dengan itu melekat hak dan kewajiban, tanggung-jawab, serta tergabungnya dua keluarga besar dengan segenap kondisi yang kemungkinan berlainan sama sekali.

Banyak orang mengidealkan menikah hanya sekali seumur hidup, dengan satu pasangan. Namun menikah lagi, atau berpoligami bukan hal yang tabu, terlebih jika terpenuhi syarat-syaratnya. Dalam islam laki-laki yang mampu dan adil dapat menikah sampai empat isteri. Pro-kontra terjadi di sana, dan dalam masyarakat hal itu banyak dipraktekan, dengan atau tanpa sepengetahuan isteri pertama.

Menikah lagi juga dilakukan untuk mereka yang tidak berniat untuk berpoligami. Suami yang kehilangan isteri, atau sebaliknya isteri yang kehilangan suami, karena bercerai atau meninggal dunia dimungkinkan untuk menikah lagi. Karena alasan kedua itu ada orang yang berusia senja memutuskan untuk menikah lagi.

Usia Senja

Membaca dalam berita di Somalia lima tahun lalu seorang kakek berusia lebih dari seabad menikah dengan seorang perempuan yang 90 tahun lebih muda. Si mempelai pria, Ahmed Muhamed Dore berusia 112 tahun, sedangkan mempelai wanita baru berumur 17 tahun Sementara itu di Wolverhampton Inggris setahun lalu seorang kakek Sid Ratcliffe berumur 97 tahun menikah dengan seorang nenek Iris Law 90 tahun. Itu cerita luar biasa untuk ukuran kita.

Seorang tetangga menjelang pensiun menikah lagi dengan puteri teman kantor seusianya. Isteri pertama karena suatu alasan dicerai. Dengan isteri kedua yang jauh lebih muda -dengan status gadis itu- mereka hidup tenang dan bahagia. Seorang teman sekantor menjelang pensiun menikah lagi setelah isterinya meninggal, juga dengan seorang gadis, dan mendapatkan seorang putera yang seusia cucunya. Ini pun cerita langka.

Menikah merupakan salah satu sunah Nabi. Selain untuk menjaga kesehatan fisik dan jiwa, pernikahan bernilai ibadah. Memang tidak salah bagi yang berpendapat dan bersikap mempertahankan diri untuk tidak menikah lagi. Tapi akan lebih baik, dengan pertimbangan masak-masak, membuka diri untuk menikah lagi.

Seperti yang difirmankan Allah SWT dalam Al Quranul Karim. “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”. (Q.S Ar Rum [30] : 21).

Penutup

Paparan ringan tentang pernikahan pada usia senja ini tidak lebih dari apa yang saya rasakan kini. Sebab judul itu sedikit banyak bercerita tentang diri saya sendiri. Isya Allah pada Ahad, tanggal 25 Januari 2015 besok saya akan melaksanakan akad-nikah untuk kedua kalinya di Jalan Sekemirung Kaler Bandung. Saya 58 tahun (pensiunan, duda isteri meninggal, tiga anak dan dua anak sudah berkeluarga dengan satu cucu) dan calon isteri 55 tahun (karyawati, janda suami meninggal, dua anak dan keduanya sudah berkeluarga dengan dua cucu).

Belum terlalu tua untuk ukuran usia pernikahan dibandingkan yang saya kutipkan dari berita di Somalia dan Inggris di atas. Oleh karena itu ada juga rasa malu, selain rasa khawatir: untuk apa menikah lagi? Tapi langkah surut tak mungkin lagi, semua urusan dari KUA untuk akad-nikah hingga resepsi kecil-kecilan yang diadakan calon pengantin perempuan sudah siap. Saya harus mantap menjalani dengan ucapan ‘Bismillah’.

Melalui tulisan ini saya dan calon isteri mohon doa pada para pembaca, kiranya ijab-kabul dan resepsi sederhana besok berlangsung lancar dan hikmat. Mudah-mudahan perkawinan kami barokah, menjadi keluarga baru yang sakinah-mawadah-warahmah, dengan tetap dikaruniai kesehatan dan kesejahteraan, dan terutama menjadi sarana melakukan ibadah maupun muamalah yang lebih baik. Mudah-mudahan lebih produktif menulis, termasuk di Kompasiana. Insya Allah. Aamin.

Bandung, 24 Januari 2015

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun