matahari beringsut perlahan dalam balut senja warna jingga
garis-garis dan lapis awan berarak berbaris tipis gerimis
pada pucuk cemara di tepian cakrawala, rona merah muda berkelana menyalakan buih rindumu yang mulai ragu-ragu
teramat panjang ingatan melawan kenangan yang tumbuh menjulang serupa bayang-bayang
sebelum matahari tenggelam kusematkan hasrat yang telanjur tersesat
mimpi yang terlambat bangun dibuai hangat yang mengunggun
kubaca lambaian tanganmu tersenyum kelu seperti gelora yang sendirian tertatih meniti perih yang gagal mendidih
sejauh-jauh tanganku merengkuh, redup degupku jalan paling kuncup dalam lipatan kelopak-kelopak doamu yang gigih melepas sauh
pada remang cahaya bintang, kita bergandeng erat selaksa cangkang yang retak dan memecah saat terdesak kerinduan yang terjatuh setinggi awang-awang
bersama kelam dan lebam yang terperam, bait-bait puisi dalam menghunjam selepas napasku dan napasmu sesak terisak dan terdiam
Jogja, 18 Maret 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H