Pada saat memberikan opini maka auditor harus mendasarinya dengan bukti audit. Dimana bukti audit biasanya bersifat kumulastf dan terutama di dapatkan melalui prosedur audit yang dijalankan auditor selama proses audit. Sehingga bukti audit di sini diartikan bentuk informasi yang didapatkan auditor untuk sebagai acuan dalam menarik kesimpulan menghasilkan opini auditor.
Bukti yang satu harus dipandang dengan bukti yang lain diperoleh melalui prosedur audit. Dengan demikian ketika akan memperoleh bukti audit maka seorang auditor wajib merancang prosedur audit yang tepat sesuai dengan kondisi untuk bisa memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat.
Dalam hal ini perlu dipahami lagi apabila bukti audit yang cukup dan tepat maka ada syarat kecukupan dan ketepatan bukti.
1. Kecukupan bukti.
Maksudnya sebrapa banyak bukti audit harus dikumpulkan, dimana hal ini tergantung dari penilaian seorang auditor atas resiko salah saji. Semakin tinggi resiko salah saji maka semakin banyak auditor harus mengumpulkan bukti yang dibutuhkan. Disamping kecukupan bukti di pengaruhi oleh kualitas bukti audit, yang mana semakin baik kulaitas audit maka semakin sedikit pula bukti yang di butuhkan oleh auditor.
2. Ketepatan bukti.
Dalam hal ini ketepatan bukti merupakan ukuran kualitas bukti audit yang mencangkup relavansi dan keandalan bukti audit.
Berikut pembahasan terkait dengan penemuan bukti audit serta aalat bukti jika berbicara pada konteks Investigasi Audit baik itu Audit Report & Audit Tax Report bila meminjam pemikiran Satu substansi Sembilan kategori Aristotle, Model empat penyebab Aristotle dan  Model Platon melalui lima  tahap progress jiwa rasional: Eikasia, Pistis,  Dua Garis Membagi  Dianoia, Noesis. Atau tiga  tahapan (a)  Visible World (Doxa atau opini);(b) dua garis membagi  ke  tahap (c) Intelligible World  (Episteme Knowledge).
1. Satu substansi Sembilan kategori Aristotle  yang digunakan sebagai acuan untuk menemukan bukti audit.
a. Subtansi
Maksudnya disini ialah sebuah pengertian yang digunakan untuk menjawab hakikat dari dari segala sesuatu yang manjadi inti permasalahan yang akan di cari atau di selidiki. Dalam hal ini bisa meliputi arus kas, pendapatan, hutang dan piutang  dan pemotongan pajak yang mana hal ini perlu untuk di dalami pada proses teknik audit.
b. Kualitas.
Maksudnya disini ialah sebuah pengertian yang digunakan untuk menjawab bagaimana substansi bukti audit di dapatkan, tentunya bukti tersebut memiliki kualitas dengan kecukupan bukti dan ketepatan bbukti yang relevan, dan bisa dipercaya. Boleh di bilang jika keberadaan subtansi bukti tersebut itu seperti apa dan bagaimana bentuk nya, subtansi kualitasnya kekuatannya.
Dalam konteks audit perlu pendalaman dari keberadaan bukti dan alat bukti tersebut misalnya berbentuk konfirmasi piutang dari pihak ketiga dengan ditunjukan sebuah bukti surat konfirmasi dan nominal saldo yang menjadi piutang sebenarnya.
c. Kuantitas
Maksudnya disini ialah sebuah pengertian yang digunakan untuk menjawab berapa banyak kuantitas substansi bukti audit yang diperlukan untuk bisa mendukung proses audit pajak.
d. Relasi/Hubungan
Maksudnya ialah sebuah pengertian yang menunjukan adanya hubungan atau koneksi antara substansi bukti yang satu dengan yang lain. Dimana setiap bukti atau temuan audit memiliki hubungan yang saling berkaitan satu sama lain. Sebagai contoh bila ada konfirmasi terkait dengan pelunasan piutang yang terjadi di akhir bulan desember dengan menggunakan Cek atau giro maka di sini muncul koreksi dari auditor jika pelunasan tersebut belum terelaisasi di bulan desember tetapi akan terelasiasi di bulan januari tahun berikut nya. Sehingga hal ini akan ada akun yang berhubungan yakni Akun Bank dan akun Piutang.
e. Aktivitas.
Maksudnya ialah sebuah pengertian  yang menunjukan bahwa substansi bukti tersebut yang mengadakan perubahan atau tindakan. Dimana aktivitas berupa adanya konfirmasi dari lawan transaksi maka dari seorang audit harus segera melakukan tindakan misal nya dengan merespon konfirmasi tersebut dan melakukan evaluasi terhadap konfirmasi tersebut ke dalam lembar kertas kerja audit pajak di fiskus.
f. Pasivitas.
Maksudnya ialah sebuah pengertian yang menunjukan bahwa substansi bukti tersebut terkena atau sebagai objek dari tindakan dan perubahan. Dimana dalam hal ini seorang auditor wajib mengetahui penyebab dan motivasi dari temuan audit yang lagi di selidiki dengan mengidentifikasi potensi kepentingan yang terlibat
g. Tempat.
Maksudnya ialah sebuah pengertian yang menunjukan bahwa substansi bukti audit memerlukan keberadaan atau tempat dari setiap substansi bukti audit yang di telusuri dalam kontek audit perpajakan yang dilaukan oleh fiskus.
h. Waktu.
Maksudnya ialah sebuah pengertian yang menunjukan waktu substansi bukti audit tersebut termakan waktu, kapan adanya dan berapa lama bukti tersebut berada. Dimana hal ini tentunya seorang auditor/fiskua perlu mengidentifikasi periode atau kurun waktu transaksi tersebut berlangsung dan sudah berapa lama teransaksi tersebut berlangsung.
i. Sikap.
Maksudnya ialah sebuah pengertian yang menunujukan dalam keadaan/ sikon bagaimana subtansi bukti tersebut ada atau apa status dari substansi bukti tersebut. Dimana seorang auditor disini memastikan jika substansi bukti audit tersebut mulai dari pengevaluasian bbukti tersebut meliputi keabsahan, keakuratan bahkan ke keasliannya harus dipastikan karena dengan skeptis auditor bisa memastikan bukti tersebut adalah manipulasi.
j. Situasi.
Maksudnya ialah sebuah pengertian yang menunjukan dalam keadaan atau situasi bagaimana subtansi bukti tersebut dalam ruang lingkup lebih luas.
2. Model empat penyebab Aristotles yang digunakan sebagai acuan untuk menemukan bukti audit.
a. Sebab Material.
Dalam hal ini ialah saat pengauditan tersebut terdapat prosedur audit melalui pengidentifikasian temuan audit yang mana hal tersebut melibatkan materi perpajakan atau materi laporan keuangan bisa meliputi aset, transaksi transaksi keuangan dan pajak serta aturan- aturan hukum yang mengatur nya.
b. Sebab Efisien.
Dalam hal ini ialah kondisi apa yang terjadi pada materi perpajakan atau materi laporan keuangan yang sedang diaudit misalnya adanya pelanggaran baik itu hukum dan pajak. Dengan penelusuran kondisi penyebab dari kesalahan bahkan salah potong/catat atau ketidakpatuhan pajak yang terjadi atas ketentuan aturan - aturan hukum yang di tetapkan hal ini bisa dari karyawan,perusahaan, atau bahkan dari pihak ketiga.
c. Sebab Formal.
Dalam hal ini ialah sebuah hubungan antara materi dan kondisi tersebut mengakibatkan apa. Jika dalam kontek audit maka pengidentifikasian penyebab yang mana terjadi atas kesalahan terhadap peraturan perpajakan dan ketentuan formal pencatatan.
d. Sebab Akhir
Dalam hal ini ialah penyebab yang menunjukan dari peristiwa itu dari kejadian tersebut, dan pelajaran apa yang bisa diambil sebagai bentuk efisiensi efektifitas  perusahaan dalam menjaga supaya hal tersebut tidak terjadi lagi. Dalam kontek pemeriksan pajak, dengan munculnya kejadian pelanggaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak dengan sengaja atau tidak sengaja tidak melakukan pemotongan atau pelaporan pajak maka dengan ini pihak fiskus akan memberikan finalisasi berupa ketetapan hukum dan di dalam ketetapan hukum tersebut di harapkan wajib pajak bisa mengambil pembelajaran untuk tidak mengulangi kembali atas kesalahan.
3. Model Platon melalui lima  tahap progress jiwa rasional: Eikasia, Pistis,  Dua Garis Membagi  Dianoia, Noesis. Atau tiga  tahapan yang digunakan sebagai acuan untuk menemukan bukti audit.
a. Visible World (Doxa atau opini).
Dalam pendekatan ini, seorang auditor/fiskus dalam proses audit nya yakni dengan langkah awal tentunya dengan mengumpulkan data data yang mudah diakses berupa dokumen, catataan dan data yang di miliki klien sehingga nanti nya bisa dilakukan pengevaluasian data data mana yang sesuai dengan kebenaran umum melalui kecocokan antara standar aturan akuntansi/ pajak dengan kategori kebenaran universal.
b. Dua garis membagi  ke  tahap
Dalam pendekatan ini, seorang auditor/fiskus dalam proses audit nya melakukan sebuah tindak lanjut berupa konfirmasi, tanya jawab dan melihat audit sebelumnya untuk memperoleh informasi yang relevan dari informasi yang mungkin selama ini masih simpang siur (tidak relevan). Sehingga dengan pendekatan ini bisa menidaklanjuti nya untuk memperoleh data bukti audtit yang lebih akurat dan tepat.
c. Intelligible World  (Episteme Knowledge).
Dalam pendekatan ini, merupakan tahap pemahaman seorang auditor/fiskus dalam pelaksanaan audit yang dijalankan terhadap bukti bukti yang di peroleh. Sehingga seorang auditor akan mengcompare bukti bukti tersebut dan nantinya akan di sesuaikan dengan ketentuan aturan yang berlaku di ketentuan aturan pajak. Dengan demikian hasil nya akan di jadikan sebuah kesimpulan untuk bisa di jadikan rekomendasi ke wajib pajak.
Referensi :Â
kuliah Akhir Audit Pajak UMB S2
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H