Mohon tunggu...
Kang Sugita
Kang Sugita Mohon Tunggu... pegawai negeri -

seorang bapak guru di pelosok gunungkidul

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jethungan

20 Juni 2010   04:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:25 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin sudah tidak banyak anak-anak sekarang yang mengenal kata ini. JETHUNGAN. Jethungan adalah istilah dalam bahasa jawa, yang dalam bahasa Indonesianya barangkali adalah PETAK UMPET. Sebuah permainan tradisional yang selain mengasyikkan juga membangun semangat kebersamaan dan jiwa sosial dari para pelakunya.

Pertama kali diajarkan oleh para wali pada masa awal perkembangan Islam di jawa, Jethungan mengandung filosofi yang lumayan tinggi. Sebagaimana yang ditulis Usmar Salam, dalam buku Wali Sanga terbitan Menara Kudus, Jethungan mengajarkan kepada kita bahwa jika kita sudah berpegang teguh kepada pedoman yang benar maka kita akan selamat.

Pada permainan ini, disepakati sebuah tonggak berpa tongkat atau batang kayu sebagai pusat permainannya. Seorang bertugas sebagai pemburu dan sejumlah orang lainnya sebagai buruan. Jika seorang buruan tertangkap oleh pemburu, maka dia menggantikan posisi pemburu. Tetapi jika buruan telah berpegangan pada tonggak yang disepakati, maka dia selamat dari pemburu. Jika semua buruan selamat mencapai tonggak penyelamat, maka pemburu tetap bertugas sebagai pemburu pada permainan berikutnya.

Filosofi yang diajarkan dalam permainan ini, pemburu adalah syaithan, dan buruannya adalah para manusia yang bertebaran di muka bumi ini. Jika manusia tidak berhasil menghindarkan diri dari pemburu (syaithan) maka dia akan berubah menjadi syaithan, sebagaimana diketahui bahwa Allah telah menjelaskan bahwa syaitah itu dari golongan jin dan manusia (QS An Naas : 6). Namun jika manusia berpegang teguh kepada ajaran yang benarberpegang teguh kepada agama yang benar, maka dia akan selamat dari kejaran dan godaan syaithan.

Ketika masa kecil saya dulu, hampir setiap malam jika tidak hujan, apalagi pada malam bulan purnama, maka permainan Jethungan ini menjadi permainan favorit. Selain tidak memerlukan biaya sama sekali, permainan ini tidak membatasi jumlah peserta, sehingga semua anak bisa bermain bersama. Beberapa anak yang tergolong pemberani, biasanya sampai permainan disepakati berakhir tak pernah ditemukan oleh pemburu, karena dia akan bersembunyi (bahkan tertidur) di tempat-tempat yang dianggap angker (menakutkan). Apalagi jika yang bertindak sebagai pemburu agak penakut, maka permainan akan berlangsung lama, dan para buruan duduk santa di tempat-tempat gelap sampai permainanan dinyatakan selesai karena telah mendekati tengah malam.

Masih adakah saat ini permainan jethungan di kalangan anak-anak kita? Jangankan di kota besar, yang tinggal di desa terpencil sekalipun sudah tidak memainkannya lagi. Anak-anak lebih suka duduk manis di depan pesawat televisi yang menayangkan sinetron yang penuh dengan adegan amoral dan kekerasan. Moga-moga masih ada pihak yang berkenan melestarikan permainan tradisional ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun