Mohon tunggu...
Teha Sugiyo
Teha Sugiyo Mohon Tunggu... Guru - mea culpa, mea maxima culpa

guru dan pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Senyum Tetap Terkembang, Meski Bulan Kasih Sayang Menghilang

29 Februari 2020   08:00 Diperbarui: 29 Februari 2020   08:02 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: www.pixabay

Pada tanggal 21 Agustus, Betharia menjadi Supervisor Fashion di toko tempatnya bekerja. Pada hari itu juga dia berubah sifat menjadi orang yang cuek dan pemarah karena dia merasa hebat. 

Betha merasa menang dibandingkan dengan supervisor yang mengikuti training keliling seluruh  cabang selama satu bulan. Dia mampu menunjukkan skill yang dimilikinya, mulai dari pemajangan barang, mengubah sifat-sifat anak stan yang lamban menjadi cepat, tepat. Dia pun berhasil mengerjakannya.

Betha merasa puas. Buyer (orang bertugas di bagian pembelian barang), dan lawan shift kagum dengan perubahan yang dilakukannya, tetapi mereka sangat membenci  karena dia tidak pernah mendengar pendapat mereka. Betha lebih senang bekerja sendiri.

Setelah menjabat sebagai  Supervisor selama 3 bulan, dia pun dibebani dengan masalah anak stan  yang melakukan penggelapan uang mandi bola. Dia benar-benar terpuruk. Dia ingin menyerah. Pada saat itu semua menuduh dialah yang cari muka, kemudian dia mengadukan kepada bagian audit bahwa merekalah yang sesungguhnya melakukan penggelapan mandi bola, bukan Betha. Inilah komunikasinya dengan audit.

"Betharia, kenapa uang mandi bola sering minus ataupun over?"

"Saya tidak tahu Buk, yang pastinya  kalau over saya simpan sama buyer saya, karena  lawan shift saya menyuruh saya apabila ada yang over disimpan sama buyer."

"Masa kamu tidak tahu? Jadi kalau minus?"

"Kalau minus anak stan yang jaga, dialah yang akan menutupi minus tersebut".

Memang benar Betha tidak tahu apa permasalahannya, mengapa bisa over atau pun minus."

Keesokan harinya datanglah Cici Agin, bagian Audit, dari kantor pusat, dan menginterogasi anak stan-nya. Ternyata yang melakukan penggelapan uang tersebut berjumlah 6 orang. Pada saat itu juga  keenam orang tersebut diberi sanksi dan dipecat. Mereka minta tolong kepada Betha supaya dia dapat membela mereka, tetapi dia  tidak tahu harus bagaimana. Tidak mungkin dia membela yang salah. Dia memutuskan untuk membela yang benar. 

Kalau memang mereka salah dia siap menerima anak baru dan yang salah dipecat, karena  memang itulah peraturannya. Ada peraturan yang menyatakan, kalau ada tindakan kejahatan penggelapan, akan diberi sanksi denda 20x lipat dan dipecat. Mereka pun semakin membenci Betha. 

Betha sebenarnya tidak sanggup lagi. Dia diancam oleh salah satu abang dari anak stan yang 6 orang itu. Dia akan dibunuh dan setiap Betha pulang kerja, dia selalu diganggu dengan ancaman-ancaman.

Seorang pun tidak ada yang peduli dengan dirinya. Bahkan buyer dan lawan shift  tidak mau menolongnya. Mereka tidak berkomunikasi karena mereka berpikir Betha-lah tukang adu domba. 

Dari sini  Betha mulai sadar. Dia berdoa supaya Tuhan ikut campur dengan masalah ini. Dia yang merasa melakukan kebenaran saja dibenci, apalagi judes, sok cuek, dan abai, maka dia pun makin dibenci.  

Akhirnya kesadaran itu menuntunnya untuk  minta maaf kepada buyer dan lawan shift.  Betha mulai menerima pendapat mereka. Dia mulai belajar tersenyum, dan menjalin komunikasi yang baik. 

Awalnya tak mudah memang, tetapi dengan usaha keras dan mau rendah hati, akhirnya Betha dapat membangun tim yang solid.  Sifatnya yang tadinya suka marah-marah kepada anak stan  sudah mulai berkurang, meskipun sekali-sekali masih juga terulang. Emosinya masih sering tidak terkontrol.

Buyer saya selalu menasehatinya, "Betharia saya akui kamu pintar, kreatif, dan kerjamu bagus. Tetapi buat apa kalau anak stanmu takut? Kalau kamu tidak ada, mereka merdeka. Berarti mereka tidak mengetahui tanggung jawabnya masing-masing".

Betha pun sadar. Dia mulai menahan amarah. Ketika mau marah dia menarik diri, dan membayangkan seandainya dia yang kena marah. Dulu dia kan pernah menjadi anak stan, tentu mengetahui bagaimana perasaannya ketika dimarahi. Pasti sakit hati, tidak semangat kerja, dan merasa tidak dihargai.

Betha pun mulai mengembangkan senyumnya. Dia mulai lebih mendengar keluh kesah anak stannya. Sifatnya yang ramah, selalu tersenyum, peduli, mau mendengar ide ide timnya, membuat dirinya mulai suka dengan mereka, dan dia merasa dihargai. Mereka termotivasi dengan kalimat-kalimat yang disampaikannya ketika rapat di Fashion, bahkan mereka suka menceritakan tentang pribadinya ketika berada di luar pekerjaan.

Mereka akhirnya menjadi tim yang solid. Mereka tidak lagi takut. kalau Betha tinggalkan. Mereka tetap bekerja tanpa harus disuruh-suruh dan anak-anak stan mulai menyadari tanggung jawab mereka masing masing. 

Betha menasihati mereka,  "Adik-adikku semua, cintailah pekerjaanmu, jangan menghitung apa yang  telah toko ini berikan kepadamu, tetapi apa yang pernah kamu perbuat kepada toko ini. Ingatlah baik-baik hal itu! Lihat, di luar sana masih banyak pengangguran." 

Akhirnya mereka sangat bersemangat dalam bekerja. Mereka saling berkompetisi unuk menimbulkan ide-ide baru dalam bekerja. Betha sangat senang dengan mereka. Dia menjadi lebih betah bekerja,  karena sebenarnya merekalah penyemangatnya. Mereka dianggap sebagai adik-adik yang akan mengikuti jejaknya.  

Demikianlah perubahan sifat  Betharia. Sejak saat itu dia mulai banyak tersenyum kepada siapa saja yang dijumpainya. "Terima kasih", katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun