Mendengar keluhan itu, Ibarat pun membalas, “Orang-orang itu menghindarimu bukan karena kau tua. Bukankah aku juga tua sebagaimana engkau? Namun, semakin tua usiaku, semakin banyak orang yang menyukaiku. Mari, aku sampaikan suatu rahasia. Setiap orang menyukai hal-hal yang sedikit saar-samar dan cantik. Mari, aku pinjami kau pakaian indahku ini, maka akan kau lihat orang-orang yang menyingkirkanmu tadi akan mengajakmu ke rumah mereka, dan senang dengan kehadiranmu”.
Lalu, Kebenaran mengikuti saran dari Ibarat. Ia mengenakan pakaian indah yang dipinjamnya dari Ibarat. Dan, sejak saat itu, Kebenaran dan Ibarat selalu berjalan bergandengan tangan.
Nah, saudara-saudara, seringkali kebenaran yang disampaikan secara langsung terasa menyakitkan, menakutkan dan tak dimengerti. Namun, kebenaran yang disampaikan di balik cerita dan kisah-kisah selalu mudah diterima tanpa harus merasa dinasihati.
Bagaimana tanggapan Anda ketika mendengar sebuah kisah tentang seorang buta yang berjalan pada malam gelap dan di tangan kirinya membawa sebuah lampu penerang? Ketika orang-orang yang awas mengetahuinya an bertanya kepadanya, mengapa ia membawa lampu padahal ia tidak juga melihat, ia pun memberikan alasan. “Saya membawa lampu ini bukan untuk saya, tetapi untuk orang lain, supaya mereka tahu, bahwa saya tidak dapat menikmati cahaya dalam kegelapan ini!”
Begitu!
Sumber kisah: Mengukir Takdir, Kanisius, 2008.
Bandung, 16122106
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H