Mohon tunggu...
Teha Sugiyo
Teha Sugiyo Mohon Tunggu... Guru - mea culpa, mea maxima culpa

guru dan pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi

[Rose RTC] Memori di Bulan September

17 September 2016   22:28 Diperbarui: 17 September 2016   23:14 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: timeline photo

Masihkah kau ingat saat kita melemparkan pakaian ke pinggir sungai dan tanpa sehelai benang pun kita lantas ambyur ke kedung belakang rumah yang berair bening sejuk segar di pagi hari bulan september kala matahari sepenggalah ketika usia kita masih sekolah rendah?

Kau lalu menyirami wajahku dengan air yang kau ciprat-cipratkan saat aku muncul di permukaan. Kita lalu bersimbur-simburan sambil tertawa berderai-derai berlomba dengan kehangatan mentari pagi

Lalu kau pura-pura merajuk dan menyelam ke kedalaman aku pun ikut menyelam dan di dalam air itu tangan kita saling melambai kau dekatkan tubuhmu dan tangan mungilmu menyentuh pahaku lalu kau menjauh saat kukejar kau pun menahan nafas kettika kembali kusentuh dadamu yang masih rata itu kita pun muncul lagi di permukaan dan pecahlah derai tawa. Kau tinggalkan lirikan mata yang menggelora di dada.

***

Rambutmu yang kriwil-kriwil itu melambai-lambai diterpa angin pagi saat potongan-potongan buah yang telah kau campur dengan bumbu rujak yang kau buat dengan hati dan tanganmu menyendoknya kau ulurkan pada mulutku sambil melempar kerling mata yang terus meninggalkan jejak yang tak dapat kuseka apalagi lesung yang ada di pipi ditambah tahi lalat di atas bibir kiri yang terus menyiksa hati ini tak kunjung henti?

Wajahmu yang bulat dengan mata berbinar-binar menguarkan harum melati dihiasi kulit gelap yang terus-menerus berseri-seri. Kita akan pisah. Lama. Aku ke kota S dan kau ke kota B.

***

Jumpa lagi setelah dua puluh lima september kita lewati tanpa kabar tanpa berita tenggelam dalam tumpukan kehidupan. “Anakmu?” Kau jawab, “Anakmu!” Kau pun melempar senyum diiringi kerling mata yang mengingakanku pada luka lama segera tertoreh ulang. Kita memang telah menempuh jalan beda. Jejak-jejak di hati kita tak pernah beda!

Karya ini diikutsertakan dalam rangka mengikuti Event Romansa September RTC.

LOGO RTC
LOGO RTC

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun