Mohon tunggu...
Teha Sugiyo
Teha Sugiyo Mohon Tunggu... Guru - mea culpa, mea maxima culpa

guru dan pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Masa Depan yang Berkualitas

14 Juli 2016   03:44 Diperbarui: 14 Juli 2016   03:48 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin adalah sejarah. Esok adalah rahasia. Hari ini adalah hadiah. Kita mungkin pernah mendengar ungkapan itu. Yang kita miliki adalah hari ini saja. Kita tidak mungkin mengubah hari kemarin yang sudah berlalu, sudah menjadi sejarah. Kita juga tidak mampu menyibak hari esok yang penuh rahasia, misteri. 

Sekalipun kita dapat mengimpikannya, kita tidak dapat mengunjunginya. Kita tidak hidup di alam impian dan cita-cita. Yang dapat kita kerjakan dan kita hidupi hanya hari ini. Hari ini adalah realitas. Hidup kita yang sesungguhnya adalah “hic et nunc”, di sini saat ini.  Realitas. Fakta. Nyata.

Apa yang kita kerjakan hari ini akan menentukan masa depan kita. Apakah masa depan itu kita rencanakan secara berkualitas atau asal-asalan, tergantung apa yang kita lakukan pada hari ini.

Tayangan Life is Short dalam www.playmore.com  yang berdurasi sekitar 50 detik menggambarkan sebuah kehidupan yang singkat. Saat bayi lahir dari rahim seorang ibu, begitu lahir “ceprot” mengalami masa kanak, masa remaja, dewasa, tua sampai kembali ke liang kubur, selamanya manusia itu tidak pernah “bangun”, tetap dalam kondisi “tidur”. Hidup itu singkat, dan selama hidup yang singkat itu kita tidak pernah “bangun”. Kita tidak pernah berada dalam kondisi “bangun”. Itu sebabnya Anthony de Mello mengingatkan kita dalam Awareness, kesadaran, supaya kita hidup dalam kondisi “bangun”, sadar.

Ada kisah lama yang sangat indah dan populer tentang merancang “rumah masa depan”  yang mengingatkan kita untuk tidak merancang masa depan yang asal-asalan saja.

Seorang tukang bangunan bermaksud pensiun dari pekerjaannya di  sebuah perusahaan  real estate. Ia ingin segera beristirahat dan menikmati sisa hari tua dengan penuh kedamaian bersama istri, anak-anak  dan cucu-cucunya. Niat untuk pensiun itu, ia sampaikan kepada bos. Pemilik perusahaan merasa sedih, sebab ia akan  kehilangan  seorang karyawan terbaik.  Akhirnya,  pemilik perusahaan  meminta  pada tukang bangunan itu  untuk membuatkan sebuah rumah  sebagai karya terakhir di perusahaan itu.

Tukang bangunan mengangguk setuju, walau sebenarnya ia merasa terpaksa. Ia ingin segera istirahat.  Rumah itu pun tidak ia kerjakan dengan sepenuh hati, cenderung ogah-ogahan, asal-asalan. Ia hanya menggunakan bahan  sekadarnya. Yang penting rumah itu cepat selesai, supaya ia cepat dapat beristirahat. Begitu pikirannya. Dalam waktu singkat, selesailah rumah yang diminta. Hasilnya bukanlah sebuah rumah dengan kualitas baik, sekalipun dari luar tampak bagus.

Ketika pemilik perusahaan  datang dan melihat rumah yang dimintanya, ia menyerahkan  kunci rumah itu kepada tukang bangunan yang masih terlihat ogah-ogahan, dan  berkata, "Rumah ini adalah hadiah dari kami sekeluarga, sebagai penghargaan atas  kerja sama yang kauberikan selama ini.  Sekarang rumah ini menjadi milikmu!"

Sulit melukiskan perasaan  tukang bangunan saat itu. Yng jelas ia hanya mampu terpaku, diam seribu basa.  Dia terkejut karena tidak menyangka akan mendapat pemberian itu. Dia juga malu karena sempat melakukan pekerjaan yang tidak berkualitas. Tentu saja dia menyesal,  karena rumah yang akan ditempatinya  di hari tua,  ternyata adalah rumah yang dibangun secara ogah-ogahan, asal-asalan.

“Andaikata dari awal saya tahu  bahwa rumah itu nantinya akan saya  tempati, tentu saya akan mengerjakan dengan cara yang sebaik-baiknya, dengan bahan yang bermutu tinggi, agar hari tua saya menjadi lebih nikmat dan bahagia”.  Begitulah gumam si tukang bangunan, tentu dengan nada sesal yang  tinggi, sebab sekarang dia menempati rumah masa depan yang tidak berkualitas.

Itulah yang terjadi pada kehidupan kita.  Tidak jarang di antara kita yang membangun ‘masa depannya’ secara ogah-ogahan, asal-asalan, tanpa keseriusan, atau bahkan membingungkan.  Padahal sudah sangat jelas, bahwa apa pun yang dikerjakan hari ini, dan bagaimana cara kita melakukannya,  adalah proyeksi dari kehidupan di masa depan.

Sudah  banyak contoh  kita saksikan,  tentang hidup orang-orang yang bekerja keras, bekerja sepenuh hati, ulet, dan jujur. Mereka menikmati masa istirahat dengan sangat berbahagia bersama keluarganya. Sementara orang-orang yang bermalas-malasan, bekerja ogah-ogahan, tidak ulet dan tidak jujur, mereka meratapi masa lalunya dengan sia-sia.

Sesungguhnya masa depan kita tidak berada di tangan orang lain, melainkan di tangan kita sendiri. Tentu saja dengan tetap berada dalam bimbingan Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu, bila  setiap hari kita bekerja,  mari kita lakukan dengan sebaik-baiknya, seakan-akan kita sedang mengukir karya terakhir yang melegenda. Mahatma Gandhi pernah mengatakan, “Hiduplah seolah-olah kau akan mati besok, dan bekerjalah seolah-olah kau akan hidup selama-lamanya”.

Sebaiknya kita tidak bekerja dengan terpaksa, dengan ogah-ogahan, dengan asal-asalan,  melainkan dengan sepenuh hati, segenap jiwa, secara berkualitas. Maka di ujung  perjalanan,  kita akan terkejut  melihat buah dari yang kita kerjakan,  dan menemukan diri kita  hidup di dalam sebuah ‘rumah berkualitas  unggul’  yang kita kerjakan  sendiri. Mari kita tuntaskan pekerjaan hari ini dengan sebaik-baiknya.

Semangat pagi!

Selamat bekerja dengan sepenuh hati!

Selamat membangun masa depan yang berkualitas tinggi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun