Pygmalion nama seorang pemuda dalam kisah mitologi Yunani yang ditulis oleh pujangga Ovid dalam buku Metamorphoses. Dikisahkan ia sangat mahir  dalam mengukir  patung. Tetapi bukan kecakapan itu yang membuatnya  terkenal dan disenangi banyak orang. Pygmalion dikenal sebagai orang yang suka berpikir positif. Ia memandang segala sesuatu dari sudut yang baik.
Sebagai contoh, bila lapangan di tengah kota becek dan orang-orang mengomel,  Pygmalion berkata, "Untunglah, lapangan yang lain tidak becek  seperti ini."
Ketika seorang pelanggan ngotot menawar harga, dan kawan-kawannya  berbisik, "Kikir betul orang itu...", Pygmalion malah berkata, "Mungkin orang itu perlu uang untuk urusan lain yang lebih penting...".
Itulah pola pandang Pygmalion. Ia selalu melihat sesuatu dari segi yang baik, yang positif.
Suatu hari Pygmalion memahat  patung wanita dari kayu yang sangat halus. Patung itu berukuran manusia. Ketika  rampung, patung itu tampak seperti manusia sungguhan, sangat cantik dan menawan.  Pygmalion pun jatuh cinta pada patung hasil karyanya sendiri. Ia senantiasa berpikir positif dan  memperlakukan patung itu sebaik-baiknya, layaknya kepada  manusia, bahkan seperti memperlakukan kepada isteri.
Para dewa di Gunung Olympus  menghargai sikap Pygmalion, lalu mereka memutuskan untuk memberi anugerah kepadanya, yakni mengubah patung itu menjadi manusia,  dan menjadi istri Pygmalion.  Begitulah, Pygmalion hidup bahagia dengan isterinya, Galatea yang konon adalah wanita tercantik di seluruh  Yunani.
Nama Pygmalion kemudian dikenang  untuk menggambarkan dampak pola berpikir  positif. Kalau kita berpikir positif tentang suatu keadaan atau seseorang, seringkali hasilnya  menjadi  sangat positif. Misalnya, Jika kita berpikir baik dan bersikap ramah terhadap seseorang, maka  orang itu pun akan menjadi ramah terhadap kita. Jika kita berpikir dan memperlakukan anak kita sebagai anak yang cerdas, akhirnya dia betul-betul menjadi anak cerdas. Jika sejak semula yakin bahwa upaya kita akan berhasil, besar sekali kemungkinannya  upaya itu  menjadi berhasil, sejauh dikerjakan dengan dorongan pikiran positif.
Dampak pola berpikir positif seperti itu disebut Pygmalion Effect. Barangkali efek pygmalion ini juga yang memengaruhi hukum tarik menarik atau law of attraction dalam The Secret karya Rhondha Byrne, Â yang populer pada dekade silam.
Pikiran kita memang seringkali mempunyai dampak fulfilling prophecy atau ramalan tergenapi, baik positif maupun negatif. Misalnya; kalau kita berpikir dan menganggap anak kita tidak jujur, dan terus mencurigainya, akhirnya ia betul-betul menjadi anak tidak jujur. Kalau  kita berpikir dan menganggap rekan kerja kita judes,  dan kita menghindarinya, maka akhirnya dia betul-betul  jadi rekan kerja yang  judes. Kalau pada awal usaha kita sudah berpikir tidak sanggup, besar sekali kemungkinannya  usaha kita betul-betul  gagal.
Pola Pygmalion adalah:  berpikir, menduga dan berharap hanya yang baik tentang suatu keadaan atau seseorang. Seperti  gambaran manusia yang kembali fitrah,  ciptaan yang sempurna.
Bayangkan, bagaimana besar dampaknya bila kita berpola pikir positif seperti itu. Kita tidak akan berprasangka buruk tentang orang lain. Kita tidak akan ikut menggunjingkan desas-desus yang jelek tentang orang lain. Kita tidak menduga-duga yang jahat tentang orang lain, khususnya rekan sejawat.
Berpikir baik tentang diri sendiri. Berpikir baik tentang orang lain. Berpikir baik tentang pekerjaan, akan membuat hidup menjadi lebih baik dan menyenangkan.
Dengan membiasakan diri berpikir positif, akan kita rasakan: keluarga menjadi hangat,  kawan menjadi andalan,  pekerjaan menjadi menyenangkan,  dunia menjadi ramah, hidup menjadi indah, dan  dengan siapa pun menjadi akrab bersahabat. Â
Mari kita memulai hari-hari baru dengan pikiran  positif.
Bandung, 12 Juli 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H