Sumber: Liputan6/TV
Pernahkah Anda bertemu dengan orang brengsek? Orang brengsek itu orang macam apa sih? Mari kita tanya ayah Sibenyu.
“Halo Benyu, tolong tanyakan pada ayah, orang brengsek itu yang kayak apa?”
Yaaah... ternyata Benyu lagi ngumpet bertapa menamatkan puasa untuk mendapat pahala berlipat-lipat... Baiklah kalau begitu kita cari info dari yang lain.
Kata Bang Paneh dalam http://malesbanget.com/2014/5/ setelah menanyai beberapa cewek, muncul jawaban pria brengsek itu memiliki 7 ciri, yaitu: 1) suka ngomong kasar, 2) main tangan, 3) pemberi harapan palsu, 4) gak bertanggung jawab, 5) manfaatin, 6) selingkuh, dan 7) otaknya di selangkangan.
Menurut Kamus Seasite, kata ‘brengsek’ berarti tidak benar, kacau, berantakan. Kata sifat ‘brengsek’ menurut kamus yang sama berarti: tak berguna, percuma, sia-sia, bersia-sia, tak bermanfaat. Menurut KBBI, brengsek berarti: nakal, rewel, sontoloyo, bandel, konyol.
Menurut kamus slang dalam http://kamusslang.com/ brengsek adalah: 1) kata-kata yang dipakai untuk merujuk kepada orang-orang yang kurang ajar. Misalnya, “Eh, brengsek banget lo ya...” 2) ungkapan kesal: sialan!; kacau sekali!
Kata “brengsek” memang kerabat dengan kata-kata makian: sontoloyo, trondolo, dan berbagai kosakata daerah yang menunjukkan ketidaksukaan, ketidaksenangan, kebencian dan bahkan antipati.
Lalu bagaimana dengan orang brengsek? Jika mengikuti nalar dalam kamus, berarti orang yang tak berguna, orang sulit, nakal, rewel, bawel, konyol, yang tidak disukai, dibenci, dan bahkan perlu dilenyapkan dari muka bumi. Ketidaksukaan, kebencian dan rasa antipati itu mungkin karena tidak sejalan dengan yang dikehendaki, dianggap merugikan, menghalang-halangi kemauan, menjadi batu sandungan, menjadi penghambat, dan rintangan, maka perlu dihilangkan, dihancurkan, supaya jalan untuk mencapai keinginan itu menjadi mulus.
Jadi, bagi para pembenci, Ahok adalah orang brengsek, karena dianggap tidak sejalan dan merugikan mereka. Bagi pendukung Ahok, pembenci Ahok adalah orang brengsek, karena menjadi penghalang bagi cita-cita luhur mereka. Begitu?
Nah, bagaimana kalau orang-orang brengsek itu adalah sesungguhnya guru sejati? Pernyataan ini sebenarnya pernah dilontarkan oleh Gde Prama sekitar lima belas tahun silam. Sekarang menjadi isu yang sangat relevan di tengah kegalauan kondisi yang tiada henti gara-gara seorang gubernur yang fenomenal, anomali, yang membuat geger di negeri ini, tiada hari tanpa pembicaraan tentangnya.
Tidak semua orang menyenangkan, termasuk dalam lingkungan kehidupan kita. Ada saja orang-orang brengsek, atau manusia sulit, setidaknya sulit diajak kerja sama. Orang-orang brengsek, orang sulit itu ciri khususnya adalah: keras kepala, suka menghina, mau menang sendiri, tidak mau kerja sama, suka marah tanpa sebab, dll. Kalau boleh memilih, jelas orang seperti ini tidak ada dalam lingkungan kehidupan kita. Tapi apa boleh buat, faktanya tidak jarang mereka menjadi bagian dari lingkungan kita, bahkan menjadi teman kerja kita. Jadi lebih baik bagaimana kalau kita berpikir positif saja.
Setiap orang tidak terkecuali, punya kecenderungan mengatakan bahwa dirinya bukan orang brengsek, bukan orang sulit. Orang lainlah yang dikatakannya sebagai biang kerok. Atas dasar itu, maka lebih baik bersihkan kaca mata sendiri, sebelum melihat orang lain. Dalam banyak kasus, karena tidak sadar dengan kotornya kaca mata sendiri, maka orang lain pun terlihat kotor.
Jadi, sebelum menyebut orang lain brengsek, sulit, payah, biang kerok, penghambat, atau apa pun istilahnya, yakinlah bahwa kita sendiri yang sebenarnya bukan brengsek, sulit, payah, biang kerok atau penghambat.
Mengenai manusia brengsek, sulit, memang hanya boleh dibicarakan dalam keadaan kaca mata bersih dan bening. Setelah itu, barulah kita dapat mengambil hikmahnya berdampingan dengan manusia sulit bin brengsek itu. Dengan meyakini bahwa setiap orang yang kita temui dalam hidup adalah kehendak Yang Maha Kuasa, maka pasti ada hikmahnya bila kita bertemu apalagi berada dalam lingkungan hidup kita, bahkan bekerja dalam satu tim dengan manusia-manusia brengsek itu. Jadi tidak perlu putus asa, apalagi iseng-iseng minta orang-orang brengsek itu dilenyapkan dari muka bumi. Atau kita senantiasa menghindar dan menjauhi orang yang kita anggap brengsek itu.
Mungkin kita perlu memerhatikan beberapa alasan berikut ini yang dapat menuntun kita untuk mengambil hikmah dari kehadiran manusia brengsek bin sulit di sekitar kita.
Pertama, orang brengsek atau sulit itu dengan gratis menunjukkan betapa menjengkelkan orang-orang seperti itu. Bayangkan, ketika yang lain sibuk menyatukan pendapat, ia malah mau menang sendiri. Tatkala yang lain sibuk mencari solusi, ia malah diam tanpa kontribusi. Tatkala yang lain belajar melihat dari sisi positif, ia malah mencaci dan menghina orang lain. Semakin sering kita bertemu orang-orang seperti ini, sebenarnya semakin kita diingatkan untuk tidak berperilaku sejelek itu.
Kedua, orang brengsek alias sulit adalah sparing partner untuk membuat kita jadi orang sabar, cool, dan matang. Semakin sering kita dibuat jengkel, menahan marah karena ulah manusia sulit itu, berarti semakin sering kita berlatih menjadi orang lebih sabar. Kalau perilaku jelek kita balas dengan perilaku jelek, apa bedanya? Malah bisa jadi, kitalah manusia super brengsek alias super sulit. Hanya orang terlatih sabar yang tidak akan membalas hinaan dengan hinaan, tidak membalas dendam dengan dendam, tidak menuntut gigi ganti gigi, mata ganti mata. Bukankah orang seperti ini jauh lebih baik daripada manusia brengsek atau sulit?
Ketiga, orang brengsek atau manusia sulit sering mendidik kita menjadi pribadi jempolan. Sebab, hinaan mereka membuat kita berlari lebih kencang dalam belajar dan bekerja, menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Malahan bila ada kesempatan, mari kita doakan dan bantu orang-orang yang menghina tadi. Sungguh alangkah mulia dan hebatnya pribadi yang mau mendoakan dan membantu orang yang tadinya menghinanya, “memusuhinya”.
Yang paling penting, penghakiman itu bukan urusan manusia. Jadi, jangan ikut-ikutan menghakimi orang brengsek alias manusia sulit itu, apalagi kalau nyatanya dia adalah bagian dari lingkungan kita, tetangga kita, rekan kerja kita, bahkan pemimpin kita.
Lebih baik lagi, mari kita berbenah diri untuk tidak menjadi orang brengsek, tidak menjadi orang sulit. Bukankah ada slogan: “Mudahkanlah orang lain, maka urusanmu akan dimudahkan!”
Semoga!
Bandung, 24 Juni 2016.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI