Mohon tunggu...
Teha Sugiyo
Teha Sugiyo Mohon Tunggu... Guru - mea culpa, mea maxima culpa

guru dan pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ahok, Orang Brengsek, Guru Sejati

24 Juni 2016   23:42 Diperbarui: 24 Juni 2016   23:47 791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Liputan6/TV

Pernahkah Anda bertemu dengan orang brengsek? Orang brengsek itu orang macam apa sih? Mari kita tanya ayah Sibenyu.

“Halo Benyu, tolong tanyakan pada ayah, orang brengsek itu yang kayak apa?”

Yaaah... ternyata Benyu lagi ngumpet bertapa menamatkan puasa untuk mendapat pahala berlipat-lipat... Baiklah kalau begitu kita cari info dari yang lain.

Kata Bang Paneh dalam  http://malesbanget.com/2014/5/  setelah menanyai beberapa cewek, muncul jawaban pria brengsek itu memiliki 7 ciri, yaitu: 1)  suka ngomong kasar, 2) main tangan, 3) pemberi harapan palsu, 4) gak bertanggung jawab, 5) manfaatin, 6)  selingkuh, dan 7) otaknya di selangkangan.

Menurut Kamus Seasite, kata ‘brengsek’ berarti tidak benar, kacau, berantakan. Kata sifat ‘brengsek’ menurut kamus yang sama berarti: tak berguna, percuma, sia-sia, bersia-sia, tak bermanfaat. Menurut KBBI, brengsek berarti: nakal, rewel, sontoloyo, bandel, konyol.

Menurut kamus slang dalam  http://kamusslang.com/ brengsek adalah: 1) kata-kata yang dipakai untuk merujuk kepada orang-orang yang kurang ajar. Misalnya, “Eh, brengsek banget lo ya...” 2) ungkapan kesal: sialan!; kacau sekali!

            Kata “brengsek” memang  kerabat dengan kata-kata makian: sontoloyo, trondolo, dan berbagai kosakata daerah yang menunjukkan ketidaksukaan, ketidaksenangan, kebencian dan bahkan antipati.

            Lalu bagaimana dengan orang brengsek? Jika mengikuti nalar dalam kamus, berarti orang yang  tak berguna, orang sulit, nakal, rewel, bawel, konyol, yang tidak disukai, dibenci, dan bahkan perlu dilenyapkan dari muka bumi. Ketidaksukaan, kebencian dan rasa antipati itu mungkin karena tidak sejalan dengan yang dikehendaki, dianggap merugikan, menghalang-halangi kemauan, menjadi batu sandungan, menjadi penghambat, dan rintangan, maka perlu dihilangkan, dihancurkan, supaya jalan untuk mencapai keinginan itu menjadi mulus.

            Jadi, bagi para pembenci, Ahok adalah orang brengsek, karena dianggap tidak sejalan dan merugikan mereka. Bagi pendukung Ahok, pembenci Ahok adalah orang brengsek, karena menjadi penghalang bagi cita-cita luhur mereka. Begitu?

            Nah, bagaimana kalau orang-orang brengsek itu adalah sesungguhnya guru sejati? Pernyataan ini sebenarnya pernah dilontarkan oleh Gde Prama sekitar lima belas tahun silam. Sekarang menjadi isu yang sangat relevan di tengah kegalauan kondisi yang tiada henti gara-gara seorang gubernur yang fenomenal, anomali, yang membuat geger di negeri ini, tiada hari tanpa pembicaraan tentangnya.

Tidak semua orang menyenangkan, termasuk dalam lingkungan kehidupan  kita.  Ada saja orang-orang brengsek,  atau manusia sulit, setidaknya sulit diajak kerja sama. Orang-orang brengsek, orang sulit itu ciri khususnya adalah: keras kepala, suka menghina, mau menang sendiri, tidak mau kerja sama, suka marah tanpa sebab, dll. Kalau boleh memilih, jelas orang seperti ini tidak ada dalam lingkungan kehidupan kita. Tapi apa boleh buat, faktanya tidak jarang mereka menjadi bagian dari lingkungan kita, bahkan menjadi teman kerja kita. Jadi lebih baik bagaimana kalau kita berpikir positif saja.

Setiap orang tidak terkecuali, punya kecenderungan mengatakan bahwa dirinya bukan orang brengsek, bukan orang sulit.  Orang lainlah yang dikatakannya sebagai biang kerok.  Atas dasar itu, maka lebih baik bersihkan kaca mata  sendiri, sebelum melihat orang lain. Dalam banyak kasus, karena tidak sadar dengan kotornya kaca mata  sendiri, maka orang lain pun terlihat  kotor.

Jadi, sebelum menyebut orang lain brengsek, sulit, payah, biang kerok, penghambat, atau apa pun istilahnya, yakinlah bahwa kita  sendiri yang sebenarnya bukan brengsek, sulit, payah, biang kerok atau penghambat.

Mengenai manusia brengsek, sulit, memang hanya boleh dibicarakan dalam keadaan kaca mata bersih dan bening. Setelah itu, barulah kita dapat mengambil hikmahnya berdampingan dengan manusia sulit bin brengsek itu. Dengan meyakini bahwa setiap orang yang kita temui dalam hidup adalah kehendak Yang Maha Kuasa, maka pasti ada hikmahnya bila kita bertemu apalagi berada dalam lingkungan hidup kita, bahkan bekerja dalam satu tim dengan manusia-manusia brengsek itu. Jadi tidak perlu putus asa, apalagi iseng-iseng minta orang-orang brengsek itu dilenyapkan dari muka bumi. Atau kita senantiasa menghindar dan menjauhi orang yang kita anggap brengsek itu. 

Mungkin kita perlu memerhatikan beberapa alasan berikut ini yang dapat menuntun kita untuk mengambil hikmah dari kehadiran  manusia brengsek bin sulit di sekitar kita.

Pertama, orang brengsek atau sulit itu dengan gratis menunjukkan betapa menjengkelkan orang-orang seperti itu.  Bayangkan, ketika yang lain sibuk  menyatukan pendapat, ia  malah mau menang sendiri. Tatkala yang lain sibuk mencari solusi, ia malah  diam tanpa kontribusi. Tatkala yang lain belajar melihat dari sisi positif, ia malah mencaci dan menghina orang lain. Semakin sering kita bertemu orang-orang seperti ini, sebenarnya  semakin kita diingatkan untuk tidak berperilaku sejelek itu.  

Kedua, orang brengsek alias sulit adalah sparing partner  untuk membuat kita jadi orang sabar, cool, dan matang. Semakin sering kita dibuat jengkel, menahan marah karena  ulah manusia sulit  itu, berarti semakin sering kita berlatih menjadi orang  lebih sabar. Kalau perilaku jelek kita balas dengan perilaku jelek, apa bedanya? Malah bisa jadi, kitalah  manusia super brengsek alias super sulit. Hanya orang  terlatih sabar yang tidak akan membalas hinaan dengan hinaan,  tidak  membalas dendam dengan dendam, tidak menuntut  gigi ganti gigi, mata ganti mata. Bukankah orang seperti ini jauh lebih baik daripada manusia brengsek atau sulit?

Ketiga,  orang brengsek atau manusia  sulit  sering mendidik kita menjadi pribadi jempolan. Sebab, hinaan mereka membuat kita  berlari lebih kencang dalam belajar dan bekerja, menjadi lebih baik dan lebih baik lagi.  Malahan  bila ada kesempatan,  mari kita doakan dan  bantu orang-orang yang menghina tadi. Sungguh alangkah mulia  dan hebatnya pribadi yang mau  mendoakan dan membantu orang yang tadinya menghinanya, “memusuhinya”.

Yang paling penting,   penghakiman itu bukan urusan manusia. Jadi, jangan ikut-ikutan menghakimi  orang brengsek alias manusia  sulit  itu, apalagi kalau nyatanya dia adalah bagian dari lingkungan kita, tetangga kita, rekan kerja kita, bahkan pemimpin kita.

Lebih baik lagi,  mari kita berbenah diri untuk tidak menjadi orang brengsek, tidak menjadi orang sulit. Bukankah ada slogan: “Mudahkanlah orang lain, maka urusanmu akan dimudahkan!”

Semoga!

Bandung, 24 Juni 2016.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun