Hukum atau aturan dalam keluarga adalah melayani. Omong kosong kalau kita mengatakan mencintai tetapi tidak melayani. Cinta memang harus diejawantahkan dalam pelayanan. Kasih itu melayani. Menjadi pelayan satu sama lain, menganggap orang lain lebih penting dari diri sendiri. Upaya “penyangkalan” diri, dan memberikan diri dalam reksa layanan itulah aturan dalam keluarga sejati. Gambaran saling melayani itu ada pada Pak Tjip dan Ibu Lina.
Kenyamanan suatu keluarga adalah jika berada dalam Tuhan sendiri. Bukan seperti yang manusia kehendaki, tetapi seperti yang Tuhan kehendaki. Bukan kehendakkuyang terjadi tetapi kehendak-Mulah yang terjadi. Tak mudah melakoninya selama kita masih terikat pada keinginan-keinginan “daging”, jasmani, manusiawi. Apa yang kita kehendaki sering tak sejalan dengan kehendak Tuhan. Dan apa yang Tuhan kehendaki sering tak mudah manusia lakukan, namun jika kita berada dalam pelukan kerahiman Ilahi, kenyamanan sudahlah pasti.
Pak Tjip bersama Ibu Lina tercinta telah mewujudnyatakan dalam perikehidupan berkeluarga, yang menjadi suri teladan bagi kita semua, yang mengenalnya, yang telah menjadi bagian dalam kehidupannya. Indah dan kudus!
Enam Kualitas (Six-Quality)
Keindahan keluarga Pak Tjip juga tercermin dalam 6 (enam) kualitas kecerdasan hidup yang dimilikinya bersama. Enam kualitas kecerdasan itu adalah kecerdasan: intelektual, emosional, spiritual, mental (kegigihan), motivasionaldankeseimbangan.
Enam (6) kualitas kecerdasan kehidupan itu, kami menyebutnya Six-Q. Herman Yosef, seorang pengusaha sekaligus pendoa dari Bandung, bersama saya sedang mengembangkan pola Six-Q ini yang kami racik dari berbagai sumber untuk dibagikan sebagai dasar membangun kualitas keunggulan manusia.
Kualitas kecerdaan pertama dalam kehidupan itu adalah kualitas kecerdasan intelektual. Ini yang sering kita dengar dengan istilah IQ (Intelligential Quotient). Kita semua tahu, Pak Tjip dan Bu Lina memiliki kecerdasan intelektual yang memadai. Keduanya lulusan dari perguruan tinggi. Keduanya adalah juga pendidik. Dengan demikian mereka memiliki kecerdasan NALAR yang sembada.
Kualitas kecerdasan kedua adalah kecerdasan emosional. Kita sering menyebutnya EQ, Emotional QuotientatauEmotional Intellegence. Kecerdasan ini membuat manusia pandai mengelola emosinya. Pak Tjip dan Bu Lina tentulah orang-orang yang memiliki kecerdasan emosional cukup handal. Kecerdasan inilah yang mengantarkan Pak Tjip dan Bu Lina menjadi manusia yang SABAR.
Kualitas kecerdasan ketiga dalam kehidupan adalah kecerdasan spiritual. Kita mengenalnya dengan istilah SQ/SI, Spiritual Quotient atau Spiritual Intelligence. Kecerdasan ini mengantarkan manusia kepada relasi dengan Yang Ilahi, yang diejawantahkan dalam relasi yang baik dengan sesama makhluk. Sebagai umat yang beragama, Pak Tjip dan Bu Lina memiliki relasi yang akrab dengan Tuhan. Bukti relasi yang bagus itu dinampakkan dalam perilaku hubungan antarinsan yang hangat, akrab dan penuh kekeluargaan. Kecerdasan ini yang membuat Pak Tjip dan Bu Lina menjadi manusia SADAR.
Kualitas kecerdasan keempatdalam kehidupan adalah kecerdasan mental/kegigihan.Orang menyebutnyaAdversity QuotientatauAdversity Intelligence. Pahit getir, duka derita babak belur, jatuh bangun dalam menjalani kehidupan yang penuh dinamika pada masa silam telah dilakoni Pak Tjip dengan tabah dan tawakal. Dengan kualitas kegigihan yang tak gampang menyerah ini, orang mampu menghadapi berbagai tantangan hidup. Inilah yang mengantarkan Pak Tjip dan Ibu Lina menjadi manusia TEGAR.
Kualitas kecerdaan kelima dalam kehidupan adalah kecerdasan motivasional. Kecerdasan ini membuat manusia mampu memotivasi diri sendiri, dan sekaligus juga memotivasi orang lain. Bahkan rajawali pun masih memerlukan dorongan, motivasi. Demikian pula manusia. Setegar batu karag pun, ada kalanya manusia masih membutuhkan dorongan, motivasi. Keterampilan memotvasi diri sendiri dan juga memotivasi orang lain ini juga tercermin dalam pribadi Pak Tjip dan Bu Lina. Bagaimana mungkin mereka mampu memotivasi orang lain jika mereka tidak mampu memotivasi diri sendiri? Tentulah, sebelum memotivasi orang lain, Pak Tjip dan Bu Lina telah mampu memotivasi diri sendiri. Kecerdasan memotivasi ini mengantarkan siapa pun, termasuk Pak Tjip dan Bu Lina menjadi orang TENAR.