Mohon tunggu...
Teha Sugiyo
Teha Sugiyo Mohon Tunggu... Guru - mea culpa, mea maxima culpa

guru dan pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menghargai Pekerjaan

4 Maret 2016   10:15 Diperbarui: 4 Maret 2016   10:49 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa pun yang Anda jawab, benar adanya. Mungkin ada juga jawaban-jawaban seperti: mencatat transaksi, menyusun skenario, menata barang, mengatur karyawan, menjaga keamanan, mengasuh anak, mencari-cari kata yang pas untuk puisi, novel, atau naskah lainnya. Atau bahkan mencatat dengan cermat berbagai bagian dari sebuah kendaraan...

Ada seorang karyawan  di sebuah hotel berbintang, mempunyai tugas yang bagi sebagian besar orang mungkin akan sangat membosankan. Bayangkan, tugasnya hanya mengecek engsel pintu kamar hotel yang jumlahnya ratusan. Ia memastikan secara serius bahwa semua  pintu  berfungsi dengan baik, dapat dibuka-ditutup tanpa masalah. Untuk tugas itu, ia butuh waktu sebulan. Ibarat sebuah lingkaran, tugas itu berjalan dari hari ke hari, bulan ke bulan, tahun ke tahun. Sangat membosankan! Kalau orang lain yang melakukannya, mungkin ia akan memeriksa sekedarnya saja. Tetapi tidak bagi karyawan yang berdedikasi tinggi ini.

Saat ditanya tentang pekerjaannya, ia menjawab, “Pekerjaan saya bukan sekedar memeriksa engsel, tetapi lebih dari itu. Tamu hotel biasanya  adalah kepala keluarga, pemimpin dalam berbagai perusahaan dan organisasi. Mereka pasti bertanggung jawab atas kehidupan keluarga atau karyawannya. Nah, kalau sesuatu yang buruk terjadi di hotel, misalnya kebakaran, dan pintu tidak bisa dibuka karena engselnya rusak, mereka bisa celaka. Bukan hanya reputasi hotel ini saja yang ambruk, tetapi beberapa keluarga akan kehilangan sosok kepala keluarga, banyak karyawan yang kehilangan pemimpinnya. Jadi, jangan remehkan tugas saya, karena saya bukan sekadar memeriksa engsel, tetapi menyelamatkan jiwa orang lain”.

Penjelasan yang luar biasa, sarat makna! Sekarang apa yang akan kita jawab jika diajukan pertanyaan seperti pada awal tulisan ini? Bandingkan jawaban kita masing-masing dengan jawaban petugas pemeriksa engsel pintu tadi. Ia meyakini bahwa ia bertugas menyelamatkan jiwa orang lain. Maka kita akan menyadari bahwa di balik rutinitas pekerjaan, ternyata ada sesuatu yang sangat besar, sangat mulia, yang  apabila dihayati, membuat pekerjaan itu akan kita lakukan dengan sepenuh hati.

Sebagai insan yang telah mendapatkan pekerjaan, - apa pun bentuk dan jenisnya, -  kita yakin bahwa segala sesuatu itu merupakan anugerah dari Yang Maha Kuasa. Maka kita pahami bahwa pekerjaan atau profesi yang dijalani saat ini adalah anugerah-Nya, amanah-Nya dan sejenis itu. Dengan demikian, pekerjaan itu memang sudah layak dan sepantasnya kita lakukan dengan sepenuh hati, dengan sebaik-baiknya, sebab kita melakukannya untuk dan demi kemuliaan Yang Maha Kuasa.

Secara kasat mata, benar bahwa pekerjaan kita adalah menulis artikel, mengajar anak-anak, mencari kata-kata yang pas, menuangkan gagasan,  mengasuh anak, menyusun buku-buku, membaca buku-buku, menjaga keamanan barang-barang, mengedit naskah, mengerjakan pesanan, melayani pelanggan, berbagi ilmu, bahkan hanya sekedar mendengarkan dan berbicara dengan orang lain...,  tetapi sesungguhnya kita sedang memuliakan Sang Maha Kuasa yang menitipkan dan mempercayakan pekerjaan itu pada kita. Inilah yang harus disadari, sebab kalau tidak, maka besar kemungkinan pekerjaan akan dilakukan secara sembarangan, tanpa sedikit pun rasa hormat terhadap pekerjaan itu.

Saya teringat akan kisah seorang wartawan yang sedang mewawancarai  tiga orang pekerja bangunan yang sedang menyusun bata untuk membangun sebuah gedung. Kepada ketiganya wartawan itu mengajukan pertanyaan yang sama, “Pak, apa yang sedang Anda kerjakan?” Pekerja yang pertama menjawab, “Saya sedang menyusun bata dengan adukan ini”. Pekerja kedua memberikan jawaban, “Saya bekerja untuk mendapatkan upah, sehingga dapat menghidupi keluarga saya”. Sementara pekerja ketiga dengan tenang menyampaikan gagasannya, “Saya sedang membangun gedung termegah di dunia...”.

Kembali kepada pertanyaan awal, “Apa yang sedang Anda kerjakan saat ini?” Rasanya kita pun telah dapat menjawabnya dengan bijak, dengan nuansa makna yang lebih dalam, bahwa sesungguhnya kita sedang  memuliakan Yang Maha Kuasa, Sang Pemberi pekerjaan. Demikianlah cara kita memberi rasa hormat, menghargai pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kita saat ini.

Semangat pagi, Indonesia! 

Bandung, 04 Maret 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun