Mohon tunggu...
Teha Sugiyo
Teha Sugiyo Mohon Tunggu... Guru - mea culpa, mea maxima culpa

guru dan pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bosan Kerja atawa Jenuh?

15 Februari 2016   00:32 Diperbarui: 15 Februari 2016   14:08 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="sumber: www.shutterstock.com"][/caption]“Berapa lama Anda sudah bekerja di perusahaan ini?” tanya saya kepada seorang rekan yang selalu merengek-rengek minta tolong untuk disampaikan kepada Manajer HRD tentang permohonannya pensiun dini.

“Delapan belas tahun”, jawabnya dengan wajah kesal. “Saya sudah bosan. Saya sudah jenuh. Saya pengin tinggal di rumah saja, menikmati hidup dengan penghasilan suami. Lagian rumah saya jauh dari kantor. Mana anak-anak membutuhkan saya..”

“Nanti kalau lama-lama di rumah, Anda ribut lagi minta dicarikan pekerjaan. Begitu?” ledek saya.

 “Ya enggaklah...” katanya sambil menyungging senyum.

Pada kesempatan berbeda, saya menjumpai seorang teman lain yang sudah 11 tahun bekerja di tempat yang sama, dengan jenis pekerjaan yang sama, namun ia tidak pernah menampakkan rasa jenuh.

“Apa sih rahasianya?” tanya saya.

“Cinta!” jawabnya telak sambil menggelegarkan tawanya hwa hwa hwa...

Ya, memang. Pada umumnya, pikiran dan ucapan bosan dan jenuh pernah melintas atau bahkan terucap dari orang yang  dalam waktu relatif lama melakukan pekerjaan dan rutinitas yang tunggal nada.

“Bosan”, padanan kata lainnya adalah “jenuh”, artinya sudah tidak suka lagi karena sudah terlalu sering. Ada kata lain yang juga menggambarkan kondisi semacam itu, yaitu stagnan, artinya menggenang, mandek, membosankan. Jadi, setiap pekerjaan yang secara rutin dilakukan dalam waktu lama, mempunyai resiko membosankan. Efek dari rasa jenuh dan bosan itu ternyata tidak sepele. Ada yang berakibat penurunan kinerja, ada juga yang berakibat peningkatan kinerja.

Ada apa di balik rasa jenuh tersebut? Orang yang menghadapi rasa jenuh dalam pekerjaan, sebenarnya sedang menghadapi konflik approach-avoidance. Artinya, di satu sisi pekerjaan itu bagi dia sangat menjemukan (avoidance), di sisi lain dia merasa membutuhkannya (approach), karena selain memberikan jaminan finansial, juga memberikan jaminan rasa aman. Dilihat dari berbagai tarikan serta tolakan yang dialami, rasa-rasanya akan dibutuhkan energi yang luar biasa bagi siapa pun untuk terlepas dari kondisi kerja yang menjemukan.

Adakalanya orang merasa judek, mentok, stagnan, macet, mandek dan tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana bersikap apabila rasa jenuh itu terus-menerus membayangi pikiran, sekalipun terus diatasi?  Ada banyak hal yang dapat dimanfaatkan untuk menangani kejenuhan dan kebosanan itu. Dalam sejarah dunia kerja, ada tiga alternatif terhormat yang dapat dimanfaatkan untuk menyiasati rasa jenuh dan bosan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun