Mohon tunggu...
Teha Sugiyo
Teha Sugiyo Mohon Tunggu... Guru - mea culpa, mea maxima culpa

guru dan pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menjadi Guru dalam Kehidupan

25 November 2015   21:19 Diperbarui: 25 November 2015   21:53 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mendidik bukanlah  memaksakan kehendak kita kepada anak, tetapi justru sebaliknya mengantarkan mereka untuk mengungkapkan dan mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya sehingga dapat berkembang secara optimal. Dengan demikian yang diperlukan adalah menciptakan kondisi dan situasi sehingga memungkinkan anak dapat mengembangkan potensinya.

Mendidik adalah menciptakan lingkungan yang membuat anak didik merasa dahaga. Haus akan ilmu pengetahuan, haus akan hal-hal baru, haus akan berbagai macam pengalaman yang memungkinkan anak didik mengembara dalam dunia yang penuh dengan berbagai macam ancaman maupun peluang. Dengan demikian mereka mampu menentukan pilihan dengan bijak untuk bertumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berkualitas. Berkualitas dalam: pengetahuan, keterampilan maupun sikapnya (knowledge, skill, dan attitude). Namun di antara ketiga aspek yang perlu dimiliki dan dikembangkan, justru aspek attitude-lah yang menentukan keberhasilan anak didik, baik sebagai pribadi maupun anggota kelompok di mana dia berada. Pengetahuan dan keterampilan boleh pas-pasan, atau bahkan di bawah rata-rata, namun sikap harus selalu baik. Sikap untuk senantiasa positif, optimis dan antusias.  Meskipun ia memiliki pengetahuan bagus, keterampilan bagus tetapi kalau sikapnya negatif, maka semuanya akan menjadi negatif. Sebaliknya, meskipun pengetahuannya kurang, keterampilannya juga sedikit, namun dia memiliki sikap yang baik, positif, optimis dan antuasias, maka segalanya akan menjadi lebih baik.

T.A. Tatag Utomo, seorang tokoh dalam pengembangan sikap mental, mengatakan bahwa  kualitas keunggulan manusia itu ditentukan oleh hasil perkalian antara kualitas fisik, kualitas teknis dan kualitas mental.  Kualitas fisik adalah kesehatan, kebugaran. Kualitas teknis adalah pengetahuan dan keterampilan, sedangkan kualitas mental adalah sikap, cara berpikir, cara pandang, paradigma. Kualitas fisik dan kualitas teknis nilainya antara nol sampai seratus (0 – 100). Kualitas mental nilainya  negatif 10 sampai 100 ( - 10 s.d 100) Jadi sekalipun kualitas fisik nilainya 100, kualitas teknis nilainya 100, jika kualitas mental nilainya negatif 1 (-1), maka kualitas manusia itu adalah  negatif 10.000 ( -10.000). Hal ini menunjukkan bahwa  sikap mental merupakan faktor penentu keberhasilan seseorang.

Dalam pendidikan secara formal, ketiga aspek itu memang dikembangkan. Namun, masih banyak yang cenderung mengembangkan kualitas fisik maupun teknis, dan hanya sedikit yang menyentuh pengembangan sikap mental, padahal,  hal itu sangat penting.

Dulu ada sebuah film pendidikan, ”Monalisa Smile”. Film itu mengungkapkan tradisi pendidikan di Universitas Wellesley yang menetapkan patokan baku:

  1. Guru hanya mengajar berdasarkan silabus sebagai petunjuk;
  2. Rencana pengajaran harus diserahkan pada awal tahun sehingga dapat dilakukan perbaikan dan revisi.
  3. Tidak diperkenankan melakukan bimbingan di luar ketentuan.

Hal-hal tersebut masih ditambah lagi dengan: senantiasa mempertahankan hubungan profesional dengan yang lain.

Silabus, kurikulum, rencana pelajaran dan berbagai sarana atau alat pendidikan itu semuanya hanyalah patokan-patokan dan sarana dengan tujuan untuk membantu agar pendidikan lebih berhasil dengan baik. Namun alat-alat itu semuanya tetap tergantung dari manusia yang menggunakan alat tersebut. Alat gunanya untuk memudahkan mencapai hasil. Namun alat bukanlah segala-galanya.

Ada banyak pendidik yang terjebak dengan berbagai macam peralatan, sarana dan prasasaran secara kaku, sehingga pendidikan justru tidak berkembang. Yang penting justru bagaimana sang guru dapat secara kreatif memanfaatkan alat tersebut sehingga pendidikan dapat berhasil guna secara optimal. Bahkan secara kreatif pula guru dituntut untuk menciptakan peralatan sederhana yang dapat dimanfaatkan untuk optimalisasi pendidikan.

Agen Perubahan

Sesederhana macam apa pun, seorang guru  adalah agen pembaharuan, agen perubahan. Namun demikian, kita tidak dapat mengubah orang lain, sebab jika kita berusaha mengubah orang lain berarti kita membohongi diri sendiri. Yang dapat kita lakukan adalah kita mengubah diri sendiri, untuk kemudian, orang lain tertarik kepada kita dan berusaha untuk mengubah dirinya sendiri. Yang dapat mengubah seseorang adalah seseorang itu sendiri. Memang, ada orang yang hidup dengan definisi, atau batasan-batasannya sendiri. Ada orang yang hidup dengan memberikan contoh kepada orang lain.

Seorang guru diharapkan dapat melihat dunia melalui mata anak didiknya. Dalam bahasa  ”Quantum Teaching” guru sebaiknya membawa dunia kepada anak-anak, dan membawa anak-anak untuk memasuki dunianya. Guru yang baik adalah agen perubahan, agen pembaharuan. Kita memang tidak dapat mengubah arah angin, tetapi kita dapat mengubah arah sayap kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun