Mohon tunggu...
Teha Sugiyo
Teha Sugiyo Mohon Tunggu... Guru - mea culpa, mea maxima culpa

guru dan pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membaca Pak Tjip

1 Oktober 2015   01:01 Diperbarui: 1 Oktober 2015   01:20 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada saatnya kau harus berhenti membaca, kau harus siap dibaca!

Jeihan

Saya mengenal Pak Tjiptadinata Effendi lewat Kompasiana. Meskipun terdaftar sejak 2014, namun saya  jarang menulis di Kompasiana. Saya lebih banyak menjadi “pembaca diam”. Sekali-sekali memberikan komentar jika memang menarik untuk dikomentari. Beberapa komentar yang mendapatkan tanggapan balik, membuat persahabatan di dunia maya itu semakin dekat. Saya percaya bahwa hal yang senada pasti akan bertemu dan bergabung. Kompasiana sebagaimana slogannya “sharing & conecting” telah menyediakan rumah bagi siapa saja yang mau berbagi dan menjalin relasi.

Lewat tulisan-tulisan yang mengalir deras di K saya dapat mengenal sosok-sosok penulis yang memiliki gaya aneka ragam. Sungguh, hal itu memperkaya pengalaman batin saya. Saya belajar banyak dari para penulis di K. Sebatas kemampuan daya serap saya, saya beroleh pengalaman tentang gaya penulisan seseorang yang kritis, analitis, tajam dan “boleh” dipercaya, gaya kocak dan humor yang selalu membuat gemes dan penasaran, atau serius dan intelektual, gaya tutur yang renyah dan enak dibaca, atau membuat adem, sejuk di hati, indah direnungkan.

Warna-warni tulisan itu laksana pelangi yang kata orang bijak menyiratkan persahabatan. Merah seperti buah apel, manis di dalamnya. Jingga bak kobaran nyala api, seperti tak akan pernah padam, Kuning seperti matahari, yang menyinari hari-hari kita. Hijau bagai tanaman yang tumbuh subur. Biru seperti air yang jernih begitu alami. Nila lembayung seperti mimpi-mimpi yang memenuhi hati. Ungu bagai bunga yang menjelang mekar.

Di antara seabrek penulis yang mumpuni dengan gaya ucap masing-masing itu, saya mencoba untuk mengenal Pak Tjip dalam keterbatasan pemahaman saya dengan mengumpulkan potongan-potongan kesan yang berantakan dari membaca tulisan-tulisan dan komentar maupun jawabannya saat tulisannya dikomentari orang lain. Tentu saja dalam ingatan dan pemahaman saya yang cekak.

  • Richard Bach berbekal pengalamannya sebagai pilot yang memiliki jam terbang tinggi, menginspirasi banyak orang dengan kisah burung camar Jonathan yang luar biasa. Jonathan sang burung camar itu berani membuat perbedaan, menabrak tradisi mengubah nasib, tak henti menempa diri, walau tidak dipahami dan bahkan dibuang oleh kumpulannya, yang akhirnya mengantarkannya menjadi  pemimpin bestari yang tetap rendah hati. Lewat tempaan masa muda, jatuh bangun dibakar emosi, keterpurukan dan harga diri, frustrasi dan arogansi, lewat hening dalam meditasi reiki, mengeja dan mendaraskan ketakterbatasan yang merupakan sumber kegembiraan, akhirnya sampailah pada kesadaran diri, menjadi bijak bestari yang pantas diteladani. Pak Tjip, Andalah sang “burung camar Jonathan itu”!
  • Tinggi di sebuah bukit tumbuhlah sebatang pohon cemara yang dikelilingi oleh rumput-rumput yang selalu menyimpan “mutiara” embun di pagi hari. Kecongkakan pohon cemara yang tegak menjulang tinggi, melecehkan rumput yang sepanjang hidupnya melata di tanah. Suatu saat datang angin badai yang mengguncang dan menumbangkan sang cemara. Dengan keluguannya rumput berbisik, “Kasihan banget sang cemara itu? Tuhan, ampuni sahabatku cemara yang sombong itu!” Kepolosan, kebersahajaan dan kerendahan hati sang rumput yang tetap menerima nasibnya itu terpancar bak mutiara yang senantiasa bekerlap-kerlip. Pak Tjip, Andalah kepolosan, kebersahajaan dan kerendahan hati itu!
  • Dikisahkan, dahulu ada seorang raja di daerah Timur yang sudah tua dan ingin lengser. Ia tidak mewariskan kerajaan itu pada anak atau bawahannya. Ia membuat perbedaan. Dikumpulkannya seluruh pemuda di negeri itu dan katanya, “Sudah saatnya bagiku untuk mengundurkan diri dan memilih raja baru. Aku memutuskan memilih salah satu di antara kalian. Aku akan memberikan satu bibit saja untuk masing-masing kalian. Bibit yang sangat istimewa. Pulanglah, tanam dan rawatlah. Tahun depan kembalilah ke sini dan membawa hasil dari bibit yang kuberikan hari ini!” Tahun berikutnya semua pemuda membawa hasil tanamannya yang indah dan bagus-bagus. Seorang pemuda yang bernama Ling, dengan putus asa membawa pot berisi tanah kosong dan bibit gosong. Riuh rendah celoteh kaum muda yang membanggakan tanamannya, semakin memojokkan Ling. Namun saat penilaian, raja menghampiri Ling yang nampak takut dan kecewa. Raja menanyakan namanya. “Namaku Ling!” Lalu raja mengumumkan ke seluruh kerajaan, “Lihatlah, ini adalah raja kalian yang baru, namanya Ling!” Meski tak percaya Ling nampak celingukan dan kelimpungan. Raja lalu berkata, “Tahun lalu aku memberikan setiap orang sebuah bibit untuk ditanam, dirawat dan kembali membawanya ke sini. Tahukah kalian, bibit yang kuberikan itu sudah direbus sebelumnya. Kalian semuanya tidak jujur, kecuali Ling yang memiliki keberanian dan kejujuran untuk membawakan pot kosong dengan bibitku di dalamnya.  Maka demikianlah, ia akan menjadi raja yang baru!” Pak Tjip, Andalah keberanian dan kejujuran itu!
  • Alam terkembang menjadi guru. Di antara sekian banyak tanaman dan tetumbuhan ada tanaman bambu dan kelapa. Bambu sejak ditanam tak segera menampakkan kehidupan. Bahkan begitu lama pertumbuhannya nyaris membuat putus asa sang penanam. Ternyata bambu itu sedang menumbuhkan akar-akarnya “ke dalam”. Begitu saatnya tiba, setelah sekian lama akar-akarnya kuat, bambu tumbuh dengan pesat hingga menjulang tinggi, pohonnya yang cukup besar dapat dimanfaatkan sebagai tiang penyangga bangunan atau saluran air untuk mengairi sawah yang kering dan dahaga. Pak Tjip, Andalah saluran berkah-berkah yang berkelimpahan itu!

Jika kita melihat pohon kelapa, tak ada yang takbermanfaat dari sebatang pohon kelapa. Daun mudanya dirajut untuk bungkus ketupat, diumbai untuk kembar mayang tanda bahagia. Batang daun dikumpulkan menjadi sapu lidi. Pelepah daunnya dimanfaatkan anak-anak untuk gerobak mainan. Sabut kelapa pembersih piring dan gelas. Arang batok membuat senyum tukang sate. Air kelapa menjadi obat penawar racun. Santan kelapa tua menjadi sahabat dapur. Muda berguna tua pun tetap berguna! Pohon kelapa kecil indah dilihat. Pohon kelapa besar kuat menjaga pantai. Saat daunmu lebat rindang berteduh. Dari atas sampai bawah engkau berguna. Dari muda sampai tua engkau berguna. Ah, Pak Tjip, memang pengabdian adalah misi muliamu! Tak ada yang tak bermanfaat sepanjang masa hidupmu. Pikiran, perkatan dan perbuatanmu, semua berguna, bermanfaat.

Pada saatnya, kita semua akan dibaca orang! Apa yang telah Pak Tjip perbuat semua itu merupakan bekal buat “rumah masa depan”. Siapa yang menabur dialah yang akan menuai. Sepanjang masa kehidupan, Pak Tjip telah menaburkan benih-benih kesabaran, ketekunan, kejujuran, kerendahan hati, semangat tak kenal menyerah, mengasihi sesama, justru kepada orang-orang yang berseberangan dan membenci. Pak Tjip telah menerapkan keyakinan yang tetap teguh dipegangnya: Jika kita hanya mengasihi orang-orang yang juga mengasihi kita, apa balasan kita? Itu pun juga dilakukan oleh orang-orang yang tak mengenal kebaikan. Jika kita dapat mengsihi “musuh” kita, orang-orang yang membenci kita, dan mendoakannya, itu baru namanya luar biasa. Dan, Pak Tjip telah melakukannya!

Wajahnya dipenuhi dengan aura kebijakan, kejujuran dan keterbukaan bagi siapa saja. Tutur katanya menguarkan kesantunan, kelembutan,  kesejukan dan keteduhan yang damai. Pengalamannya menyiratkan banyaknya asam, garam, pahit manis, hambar dan pedasnya kehidupan. Semua itu telah diracik dalam bejana sebagai bekal yang akan mengantarkan Pak Tjip menuju gerbang keabadian yang penuh kebahagiaan sepanjang masa! Indah pada saatnya! Pak Tjip, dimuliakanlah namamu!

Semangat pagi, Indonesia!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun