Mohon tunggu...
Sugiharto
Sugiharto Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru Matematika

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Langkah Pasti

10 Juni 2023   10:42 Diperbarui: 10 Juni 2023   10:50 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanpa menoleh kau ayunkan langkahmu, pasti. Keputusanmu bulat, demi senyum buah hati kau rela tenggelam dalam sunyi, sendiri! Kau nikmati kepedihan hati tanpa dikunyah, telan. Pahit, getir, kau lahab tanpa sisa tak sedikit pun mau berbagi. Engkaulah bidadari yang ikhlas dan tabah menanggung derita demi senyum anak anakmu.

Jamu pahit, menyehatkan. Demikian pendapatmu yang selalu kau tanam, kau yakinkan sehingga makin kuatkan dirimu hadapi segala macam menu kehidupan, lahap. Tiada satu pun yang engkau tolak, semua sajian yang terhidang habis kau nikmati tanpa sisa. Setiap hari ada saja peristiwa yang menguatkan dirimu.

Benih cinta yang kita semai, tumbuh subur bak cendawan di musim penghujan itu pun rela kau pupus tanpa bekas demi senyum buah hatimu. Seakan dirimu hanyalah pelengkap penderita dari kalimat sempurna dengan subyek buah hatimu, prihatin. Ketegaran dirimu makin menegaskan, kalau engkau wanita berpribadi yang patut diperjuangkan. Sayang, begitu kuatnya pendirianmu untuk membahagiakan buah hatimu dengan mengorbankan kebahagiaanmu sendiri.

Indahnya kehidupan yang kita cita citakan berdua, kau hapus dari drive. Bahkan jejak digital pun engkau delete semua seakan tidak pernah ada cinta antara kita, bersih. Kain kanvas kau tuang cat dasar baru, kau lukiskan keindahan hidup fokus kepada buah hatimu. Tidak ada goresan lain yang kau torehkan di kanvas itu, walau sebetulnya kau ingin.

Goresan yang pernah kita buat, sengaja kau nafikan seolah tak pernah terjadi. Agaknya terinspirasi dari petugas pompa bensin yang selalu mengatakan "mulai dari nol" kau terapkan untuk cinta kita, namun bedanya engkau tak menjalankannya sehingga tetap nol. Tidak ada pergerakan sama sekali, sesuai kehendakmu.

Nestapa seakan selimutmu yang tak pernah lepas, kau sandang. Senyummu merekah walau perih, kau tebarkan tanpa henti. Kau berkarya tanpa tapi, semangat tetap membara seakan dian nan tak kunjung padam. Jejak penamu menjadi suluh bagi sesama, namun bukan untuk dirimu. Lilin, kau rela hancur demi orang orang yang kau sayangi.

Roda kehidupan berjalan mengikuti kodrat dan iradat-Nya, engkau berbuat seperti ini tentu sesuai dengan skenario-Nya, Sang Maha Sutradalang. Bukankah kita mendunia untuk menjalani kodrat-Nya? Pastilah semua yang terjadi tak lepas dari campur tangan-Nya. Karena itu aku jalani hidupku sendiri, tanpa dirimu. Itulah hidup.

Hebat, ketegaran dirimu yang engkau tunjukkan, selalu tersenyum dihadapan anak didikmu, kolegamu terutama buah hatimu walau perih. Engkau Wanita hebat, prestasi yang engkau dapatkan dengan mengalihkan energi untuk berkarya, salut. Namun sebetulnya engkau perlu sandaran yang engkau nafikan, itulah aku.

Seperti yang selalu kau ucapkan "Aku butuh sandaran Aa..." terdengar merdu dan terasa begitu sejuk di hati. Kini semuanya musnah, siang hari sinar mentari yang menerangi tertutup mendung kelabu sedangkan malam hari cahaya rembulan tertutup mega hitam. Engkau menutup diri, demi senyum buah hatimu.

Tak soal kalau itu pilihanmu. Tak soal pula kalau kau luluhlantakkan asa-asa yang kita gantungkan di angkasa raya bersama miliaran bintang. Meyakinkan kau, tak wajib kulakukan. Aku hanya melakukan sesuatu agar kau sadar bahwa keputusanmu meninggalkanku adalah kesalahan akbar yang pernah kau lakukan atas nama cinta!

Kota Kripik, 100603

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun