Mohon tunggu...
Sugiarto Sumas
Sugiarto Sumas Mohon Tunggu... Guru - Widyaiswara Ahli Utama

Sebagai widyaiswara di Kementerian Ketenagakerjaan bertugas untuk menjadi fasilitator / pembimbingan peningkatan kompetensi pegawai negeri sipil di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan. Menulis artikel ilmiah dan artikel populer adalah salah satu hobby sekaligus kewajiban sebagai tenaga pendidik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hidup Berkualitas

29 September 2022   20:30 Diperbarui: 18 November 2022   09:30 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DEPOK. Hidup  berkualitas atau slebor  adalah pilihan.  Merupakan  refleksi sikap perilaku  individu atas suatu kejadian yang menimpa dirinya.

Suatu kejadian mungkin saja akan menimbulkan emosi kebahagiaan, yang disebut emosi positif. Tetapi mungkin pula sebaliknya, akan menimbulkan  emosi  kesedihan, kemarahan, dan / atau ketakutan, yang disebut emosi negatif..

Emosi kebahagiaan tentu saja hal yang diharapkan oleh setiap individu. Karena emosi positif ini akan  menghasilkan kehidupan normal   dan  berkualitas.

Tetapi kehidupan ini tidak mudah, yang diharapkan kejadian yang menimbulkan emosi positif. Kenyataannya, justru  kejadian sebaliknya,  menimbulkan emosi negatif,  melukai hati dan perasaan..

Sembuh tidaknya luka  hati dan perasaan tersebut tergantung  cara individu  menyikapinya.

Ketika Individu menjadikan dirinya sebagai dokter (penyembuh), maka dia akan membuat  diagnosa emosi negatif (sedih, marah, takut)  secara mandiri atau dengan bantuan orang lain,  sedemikian rupa,  sampai akhirnya ditemukan stimulan  penyebab emosi negatif tersebut.  

Stimulan tersebut adalah jawaban dari pertanyaan apa dan mengapa yang menimbulkan kesedihan, kemarahan, dan  ketakutan.

Lakukan perbandingan posisi stimulan penyebab emosi negatif kita dengan orang lain yang lebih buruk. Petik pelajaran dari kejadian / stimulan yang menimbulkan emosi negatif tersebut.

Biasanya stimulan ini di awali dengan kata tidak, misalnya tidak peduli, tidak sayang, tidak bersyukur, tidak hormat, tidak berani, tidak suka, dst.

Dengan menengok ke bawah, syukuri bahwa kehidupan kita masih lebih baik dari orang lain.

Temukan stimulan sebaliknya, biasanya dengan mempositifkan stimulan negatif,  yang mampu membangkitkan emosi kebahagiaan. Ini dilakukan  dengan melihat ke dalam diri kita sendiri (inward looking).

Coba dan terus dicoba menemukan stimulan emosi kebahagiaan tersebut. Perlahan tapi pasti perubahan emosi negatif menjadi emosi positif  akan bangkit  dan terus  membesar.

Seiring dengan tumbuhnya  emosi positif menumbuhkan pikiran positif, selanjutnya menimbulkan sikap positif, dan perilaku positif. Akhirnya  menjadikan hidup berkualitas.

Sebaliknya, apabila individu menjadikan dirinya sebagai pasien (penderita), maka  emosi negatif (sedih, marah, takut) bukannya hilang, malahan semakin  besar, sehingga semakin menambah dalam  luka hati dan perasaannya.

Memang begitulah karakter emosi negatif, apabila dibiarkan ia akan bergulir seperti bola salju, yang membesar  dan terus membesar hingga merusak apa saja yang berada di lintasannya. Lintasannya tersebut adalah perasaan pemiliknya.

Hati dan perasaan terluka akan menimbulkan pikiran negatif, sikap negatif, dan perilaku negatif. Akhirnya, akan menyebabkan kehidupan slebor, acuh tak acuh, trauma,  hingga sampai bunuh diri.

Disadari, memang tidak sama kemampuan individu untuk mengubah sikap perilaku dirinya  dari seorang pasien menjadi seorang dokter. Hal ini tergantung pada kekuatan mentalitas masing-masing individu.

Individu dengan mentalitas kuat tentu akan dengan cepat mengubah emosi negatif menjadi emosi positif. Namun, bagi individu dengan mentalitas lemah akan tidak mudah atau membutuhkan waktu lama, bahkan memerlukan bantuan pihak lain (keluarga, teman, dan / atau psikolog) untuk mengubah emosi negatif menjadi emosi positif.

Ingat, pihak lain hanya membantu, tetapi kesadaran untuk mengubah emosi negatif menjadi emosi positif harus ada dan tertanam dalam lubuk hati kita masing-masing.

Ayo terus semangat dan membulatkan tekad untuk  membangun emosi positif demi memperoleh hidup berkualitas.  (S. Sumas / sugiarto@sumas.biz)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun