Dapat pula seorang dewasa hanya bereaksi netral karena tidak memahami makna dan dampak dari suatu kejadian yang diinformasikan pramugari tersebut.
Di era digital saat ini, baik informasi maupun reaksi terhadap informasi tersebut akan dikelola secara digital dalam sistem informasi berkecepatan dan berkapasitas tinggi.
Hanya dalam hitungan detik setiap kejadian akan tersebarkan informasinya ke seluruh dunia melalui dunia maya, dan dalam hitungan detik pula reaksi negatif atau positif dari penerima informasi akan menyebar pula dari dan ke seluruh dunia melalui dunia maya.
Dengan demikian, Informasi era digital memiliki ciri cepat, terbuka, interaktif, berhadapan, dan perang. Sehingga, apabila suatu kejadian terlambat dipublikasikan dalam bentuk informasi dari sudut pandang positif, maka sangat mungkin kejadian tersebut dipublikasikan orang lain dalam bentuk informasi dari sudut pandang negatif.
Dalam hal ini, siapa yang cepat merekalah yang akan dapat mempengaruhi dan membentuk opini publik.Â
Namun demikian, ketika informasi negatif yang terlanjur muncul lebih dulu, maka harus dilakukan reaksi cepat dan lebih masif untuk mengklarifikasinya. Kemudian, sepanjang informasi yang dibuat memiliki latar belakang yang jelas dan kuat, maka tidak jadi masalah terjadi perang informasi, karena publik akan menimbang-nimbang informasi mana yang dapat diterima akal sehatnya.
Mengingat kita sudah berada di era teknologi digital, maka kita, bangsa Indonesia, Â harus siap mengelola informasi secara 7/24, artinya 7 hari seminggu dan 24 jam sehari, dengan menggunakan berbagai aplikasi, seperti WhatsApp, BBM, Facebook, Email, Twitter, Instagram, Telegram, dan lain-lain.
Untuk itu,  seluruh anak bangsa  dituntut memiliki literasi digital, yang terdiri atas digital skill, digital ethics, digital culture, dan digital safety, yang menjamin pengelolaan  informasi dapat berjalan dengan efektif dan aman untuk kepentingan bangsa. (S.Sumas / sugiarto@sumas.biz / 09092015).