Mohon tunggu...
Irine Angelina Sugiarto
Irine Angelina Sugiarto Mohon Tunggu... -

31 Juli 1996 Seorang mahasiswi program studi ilmu komunikasi Universitas Mulawarman yang memiliki kegemaran dibidang voice-over dan tarik suara. mendedikasikan hidup untuk mengikuti kehendakNya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cerita Sang Perempuan Bersuara Maskulin

16 Mei 2016   20:51 Diperbarui: 18 Mei 2016   08:13 668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suara adalah pemberian Tuhan yang sangat istimewa. Kehadirannya dalam melengkapi karya Tuhan dalam tubuh manusia telah menjadi sarana penting dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia, berkomunikasi. Jutaan makna akhirnya dapat tersirat jelas dengan suara, namun sebaliknya, suara juga mampu menciptakan ribuan makna ambigu yang dapat mengubah sistem sosial bahkan suatu peradaban.

Suara juga dapat menggambarkan identitas diri seseorang bahkan tanpa kita perlu melihat fisiknya. Intonasi yang terdengar berat, tinggi, halus, besar,kecil, dapat menjadi penanda identitas seseorang baik itu laki-laki atau perempuan, atau dapat membuat orang lain menerka kepribadian sesamanya.

Suara rendah dan terdengar berat mungkin biasa untuk menggambarkan identitas seorang pria, namun bila dimiliki wanita, hal ini bisa menyebabkan dua kemungkinan. Pertama, bila wanita bersuara rendah dan berat layaknya laki-laki maka akan terdengar aneh dan sedikit mengganggu bila didengar orang lain. Kedua, orang lain yang mendengarnya dapat menganggap itu unik dan berpotensi untuk banyak hal . Saya yang kerap disapa Ririn ini mungkin menjawab kemungkinan yang kedua.

Saya adalah permata hati dari pasangan Salmon Andy Sugiarto dan Yustina Sorongan dengan nama lengkap Irine Angelina Sugiarto. Kelahiran saya di dunia tepat tanggal 31 Juli 1996 di Tanjung Redeb menjadi sejarah indah bagi mereka karena kelahiran putri kecil mereka ini. Nama Irine Angelina Sugiarto sendiri menjadi ungkapan dan mimpi bagi mereka bahwa buah hatinya ini merupakan anugerah dari Tuhan yang dapat membawa damai sejahtera bagi orang-orang disekitarnya dan diberi kelimpahan rezeki oleh Sang Maha Kuasa.

Saya lahir tepatnya dini hari di sebuah rumah kayu kediaman ibuku Yustina Sorongan. Seperti suatu kebetulan, beberapa rumah sakit kandungan di Berau saat itu penuh dengan pelayanan kelahiran sehingga membuat ibu saya pasrah dengan kelahirannya yang dilakukan di kamar tidur pribadi. Lahir dengan kondisi yang cukup sehat, 4,2 kg dengan tinggi 51 cm membuat seluruh keluarga yang saat itu menyaksikan kelahiran saya dipenuhi dengan sukacita dan rasa syukur yang tak dapat tergambarkan dengan apapun. Semakin hari saya tumbuh dengan baik yang dibarengi oleh doa dan nyanyian pujian ibu saya. Setiap pagi, orang tua saya selalu mengambil waktu untuk memanjatkan doa sambil menaikkan lagu pujian rohani yang sengaja didengarkan ke buah hatinya.

Sebulan kemudian, saya dan kedua orang tua saya waktu itu terpaksa meninggalkan Tg. Redeb karena bapak yang dipindahtugaskan ke Balikpapan untuk bekerja disana. Akhirnya saya harus menikmati perjalanan pesawat kecil yang sebenarnya sangat mengancam kesehatan saya yang waktu itu masih bayi dan berusia satu bulan, notabene rentan dengan suara keras, tekanan dan getaran pesawat, terlebih lagi pesawat kecil.

Balikpapan telah mencatat banyak kenangan masa kecil saya dan kedua orang tua. Bahkan lebih banyak daripada tanah kelahiran saya di Tanjung Redeb, Kabupaten Berau. Banyak cerita dan hal-hal ‘baru’ yang menemani pertumbuhan saya, sang gadis lincah dan aktif ini. Kegemaran saya mulai terlihat ketika berumur 5 tahun. Setiap hari sebelum sekolah (taman kanak-kanak), ibu mengatakan bahwa saya memiliki waktu khusus untuk melihat lirik di televisi sambil mengeluarkan suara merdu di hadapan microphone, ya, karaoke. 

Suara saya lebih sering terdengar oleh tetangga ketika bernyanyi daripada saat menangis. Kedua orangtua saya pun sangat mendukung aktivitas anaknya ini dan tidak membatasisedikitpun. Orangtua berusaha memberikan nutrisi bagi tubuh, kemampuan berpikir, kemampuan dalam seni, dan yang terpenting keyakinan dalam beriman dan beragama saya. Bernyanyi menjadi salah satu kegemaran yang menciptakan cerita panjang dan unik dalam uraian kisah hidup saya.

Tinggal di perumahan dengan jumlah anak seusia saya (lima tahun) yang sangat sedikit waktu itu, mengharuskan saya menjalin pertemanan dengan teman-teman yang jauh lebih tua usianya. Oleh sebab itu kemampuan saya dalam berkata-kata juga berusaha dimaksimalkan dan disesuaikan dengan teman ‘sepermainan’. Saya dikenal mampu menjalin percakapan dengan baik dengan teman-teman saya yang sudah memasuki bangku Sekolah Dasar waktu itu. Jadi tidak perlu heran, bila saat ini kemampuan saya dalam berbicara begitu terlihat.

Tumbuh sebagai anak tunggal dengan orang tua yang memberikan pengajaran yang keras dan disiplin membuat saya tidak bisa banyak bermanja-manja. Kedua orangtua saya menuntut untuk bisa mandiri dan berprestasi. Semuanya harus seimbang. Namun seimbang versi orang tua saya waktu itu adalah prestasi akademik harus lebih dibanding yang lain. Tuntutan ini sempat membuat saya sedikit tertekan dan bingung akan arah yang akan saya ambil ketika besar nanti.

Dulunya, saya sempat bernggapan bahwa saya akan menjadi orang yang tertutup, galak, dan kutu buku. Hal ini sempat terjawab ketika saya melewati bangku sekolah dasar, dan melanjutkan pendidikan di sekolah menengah pertama. Tepatnya SMP Negeri 1 Balikpapan, satu jawaban orang tua saya terwujud. Meloloskan saya dalam kelas akselerasi yang letaknya sangat terpencil dari lahan sekolah saat itu. Selama dua tahun di bangku akselerasi, saya menjadi anak yang tertutup akan dunia sosial, teman-teman saya hanyalah mereka yang berada dalam satu kelas saya. Saya cukup dibatasi dalam hal-hal yang berkaitan dengan dunia otak kanan yang membebaskan saya dalam mengeksplor bakat dibidang seni.

Bial mengulang kembali ingatan ke belakang, ketika masih di bangku Sekolah Dasar, saya banyak dilibatkan dalam perlombaan yang sifatnya seni seperti lomba membaca puisi, lomba menyanyi solo putri, lomba membuat kerajinan tangan seni terapan, lomba menari, sampai lomba tim olahraga senam kebugaran jasmani. 

Di sekolah dasar saya juga aktif dalam kegiatan marching band sebagai pemain bells. Dan dimasa itu pula saya sempat menjadi penyiar selama 3 tahun untuk program siaran anak-anak. Sampai akhirnya masuk di bangku SMP, semuanya seakan tenggelam dan mati. Masuk jam setengah tujuh pagi dan dapat pulang jam setengah enam sore. Pulang dari sekolah rutinitas harian adalah menyiapkan pelajaran untuk besok, belajar dan kemudian tidur. Seakan terpenjara dan bukan menjadi diriku sendiri.

Dua tahun lulus dari SMP, akhirnya saya memutuskan untuk ‘balas dendam’ dan mengikuti program SMA biasa dengan lulus tiga tahun. Saya bersyukur dan berusaha mengerti bahwa sebenarnya yang saya jalani saat ini pasti akan berarti sesuatu di masa yang akan datang. Saya menjalani aktivitas sekolah seperti biasanya dan melibatkan diri pada kegiatan ekstrakulikuler seperti paduan suara danband. 

Sampai akhirnya sejumlah penghargaan dibidang seni vokal baik tingkat kota dan provinsi kembali diraih saat memasuki sekolah mengah atas di SMAN 5 Balikpapan. Selama tiga tahun berada di bangku sekolah menengah atas, saya berusaha menyeimbangkan prestasi akademik dan prestasi non-akademik. Dan sebenarnya dari sinilah, saya mulai merasa ada yang lain dari saya pribadi.

Entah dari mana datangnya suara rendah dan berat itu. Sepertinya, ketika lulus dari SMP dan memasuki masa pubertas. Banyak dari teman-teman saya yang selalu salah terka bila saya menjawab telepon yang tersambung untuk saya. Beberapa dari mereka selalu beranggapan bahwa yang menjawab telepon adalah seorang laki-laki, sampai mereka bisa melihat wajah saya, barulah mereka percaya bahwa sayalah yang bebicara dengan mereka. 

Awalnya sempat risih dengan suara ini, karena banyak guru yang mengatakan bahwa suara saya cukup berat dan jarang ditemui untuk anak perempuan lainnya. Saya pun sempat iri dengan teman-teman perempuan saya yang suaranya lebih lembut dan bernotasi tinggi. Tanpa harus melihat wajahnya, pasti sudah bisa diterka bahwa mereka adalah perempuan. Tapi saya tidak ingin kecewa dan mempertanyakan kepada Tuhan kenapa diriku diberi suara berat dan rendah seperti ini.

Tiga tahun di SMA seakan tidak terasa karena momentSMA adalah moment yang penuh dengan agendanya dalam bersosialisasi dan melepas masa penatnya ketika di SMP. Dunia perguruan tinggi menjadi santapan berikutnya untuk saya jalani dengan beragam tantangannya. Program Studi Ilmu Komunikasi menjadi pilihan yang membuatnya masuk sebagai mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu politik Universitas Mulawarman.

Semua hal baru menjadi sesuatu yang menarik untuk saya amati dan pelajari. Menjalin pertemanan dengan kawan baru, sistem pengajaran yang baru, pengajar yang lebih tegas, dan menjalani aktivitas lebih mandiri tanpa adanya kedua orang tua karena status Irine yang sebagai perantau di Samarinda.

Banyak hal yang dipelajari dalam ilmu komunikasi. Ilmu ini membuatnya semakin belajar bahwa berbicara saja tidak cukup. Setiap orang dalam menjalin komunikasi dengan orang lain perlu memperhatikan banyak hal dan menguasai berbagai hal. Untuk itu saya bersyukur dengan sangat karena tanpa disadari pertanyaannya sejak dulu tentang suara ‘aneh’ yang dimiliki berangsur-angsur terjawab dan seakan kelihatan titik terangnya ketika memasuki bangku perkuliahan di ilmu komunikasi.

Tidak semua wanita diakaruniai suara yang berat dan lebih rendah. Dari sebuah kekurangan,saya mengubah pola pikir saya menjadi sesuatu peluang untuk dipelajari dengan serius. Sekarang saya menggeluti dunia sulih suara sebagai voice-over. Suara saya sangat membantu dalam membantu mengisi suara-suara dalam ragam video baik itu untuk tugas perkuliahan, atau untuk video profil lembaga atau instansi. 

Kemampuan saya  dalam membuat dinamika suara, melakukan improvisasi dalam intonasi, dan mengerti alur cerita yang ingin dibawakan dari video tersebut untuk dibayangkan oleh sang pendengar atau penonton video. Sebagai pengisi suara video baik itu untuk video profil atau iklan dan sejenisnya,saya juga akhirnya menggeluti dunia sinematografi dan fotografi untuk meperkaya ilmunya dibidang media. Saya sangat bersyukur dan meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya adalah bukan suatu kebetulan, tapi ada rencana yang indah yang Tuhan ingin kerjakan di dalam hidupnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun