Kosmologi adalah gabungan antara sains dan filsafat yang mempelajari struktur dan sejarah jagat raya berskala besar. Pertanyaan-pertanyaan siapa aku, darimana aku berasal, bagaimanakah semesta ini bermula, demikian seterusnya adalah isu-isu purba yang dipertanyakan oleh setiap manusia. Karena sains belum berkembangs, maka filsafat menjadi perkakas yang ampuh untuk memuaskan dahaga keingintahuan manusia yang terdalam itu. Pertanyaan-pertanyaan semacam itu masih tetap relevan diajukan, bahkan ketika sains dan teknologi sudah jauh berkembang. Kenapa? Jelas karena manusia tidak pernah terpuaskan. Juga karena sains tidak bisa menjawab segalanya. Selalu ada daerah yang gelap yang tidak atau belum diterangi oleh sains. Ada juga ranah yang menjadi daerah abu-abu yang menjadi milik bersama sains dan filsafat. Kosmologi adalah salah satu misteri abu-abu itu. (Sekali lagi, ini pendapat saya) Kosmologi adalah gabungan antara sains dan filsafat yang mempelajari struktur dan sejarah jagat raya berskala besar. Kita hidup di bumi yang beredar mengelilingi matahari. Bumi dan planet-planet lainnya ditarik gaya gravitasi sehingga membuat gerakan mengelilingi bola gas panas itu. Matahari adalah bintang, dan kita merasa melihat bintang-bintang yang tidak terhingga banyaknya di langit. Kita yakin juga bahwa bintang-bintang itu sebagian memiliki tatasurya tersendiri. Sains menemukan bahwa bintang-bintang juga bergerombol membentuk galaksi. Bumi berada di galaksi bima sakti. Dibanding dengan galaksi Bima Sakti, bumi laksana debu saja. Tapi galaksi bima sakti saja bukanlah apa-apa dibanding dengan seluruh alam semesta. Lantas kita pun bertanya-tanya darimana datangnya jagat raya yang luar biasa ini. Bagaimana alam semesta ini terbentuk? Ada begitu banyak jawaban dari filsafat dan agama. Tapi sains mencari jalannya sendiri. Sains berdiri diatas bahu raksasa observasi dan eksperimen yang sahih. Di dalam sains tidak ada kata haram untuk teori apapun asalkan sahih. Boleh saja argumennya spekulatif dan aneh, asalkan cocok dengan penemuan atau teori sebelumnya, maka selama itu teori itu dipertahankan. Sampai ada teori baru yang meruntuhkannya. Percaya tidak, teori dentuman besar (saya terjemahkan dari The Big Bang) berkaitan dengan implementasi peristiwa fisika yang sehari-hari kita alami? Pernah mengamati peristiwa berikut: Saat sebuah ambulans bergerak mendekati kita sambil membunyikan sirine, kita akan mendengar nada bunyi sirene semakin tinggi. Kemudian jika sirene masih berbunyi saat mobil lewat dan menjauhi kita, nada bunyi sirine yang terdengar akan semakin rendah. Apakah sirene mobil diperdengarkan pada nada yang berbeda? Tentu tidak. Ini adalah fenomena dalam Fisika yang pada tahun 1842 dikemukakan oleh Christian Doppler. Sekarang kita kenal sebagai efek Doppler. Efek Dopler ini dimanfaatkan secara luas sekali mulai dari dunia medis seperti USG dan Echocardiografi, sampai ke teknologi Radar, satelit cuaca, peralatan militer bahkan ke kosmologi. Suara mewujud dalam bentuk gelombang. Gelombang bergerak pada kecepatan tertentu dan mempunyai frekuensi serta panjang gelombang. Pada frekuensi tinggi, panjang gelombangnya pendek, demikian sebaliknya. Nada tinggi berasal dari frekuensi tinggi. Jika sumber bunyi mendekati kita, maka gelombangnya akan semakin merapat ke arah kita sehingga panjang gelombangnya memendek. Saat itulah frekuensi meningkat, dan telinga kita mendengarnya sebagai nada tinggis. Demikian sebaliknya. Pada tahun 1873 James C Maxwell menulis 4 persamaan tentang medan listrik dan magnet dan sejak saat itu diperkenalkan bahwa cahaya adalah gelombang elektromagnetik. Laju cahaya adalah 2,99792458 * 10^8 m/detik atau kira-kira 300.000 km/detik Cahaya apapun itu adalah salah satu spektrum gelombang elektromagnetik dengan rentang panjang gelombang di antara gelombang ultraviolet dan inframerah. Panjang gelombangnya memanjang ke arah warna merah dan memendek ke arah biru. Pada tahun 1912, Vesto Slipper menemukan Fenomena Dopler dari pergerakan nebula. Saat itu ia tidak mengerti apa maknanya bagi kosmologi. Barangkali dia akan kaget kalau penemuannya kelak dikaitkan dengan teori dentuman besar 10 tahun kemudian, Alexander Friedmann, seorang Kosmologis and mathematikawan Rusia, menurunkan persamaan Friedmann dari Teori Relativitas Umum Einstein yang memperlihatkan bahwa kemungkinan alam semesta mengembang. Uniknya persamaan ini bertentangan dengan model semesta statis yang dipertahankan Einstein sendiri. Pada tahun 1929 Astronom Amerika Serikat, Edwin Hubble melakukan observasi dan melihat Galaksi yang jauh dan bergerak selalu menjauhi kita dengan kecepatan yang tinggi. Ia juga melihat jarak antara Galaksi-galaksi bertambah setiap saat. Hubble menemukan bahwa cahaya yang datang dari galaksi yang jauh bergeser ke frekuensi yang lebih redah atau panjang gelombangnya melebar. Karena warna merah berada di sisi spektrum frekuensi rendah, fenomena ini disebut sebagai red Doppler shift atau ringkasnya red-shift saja. Penemuan Hubble ini menunjukkan bahwa Alam Semesta kita tidaklah statis seperti yang pernah dipercayai. Alam ternyata bergerak mengembang. Nah dari sinilah ide tadi kita generalisasi. Kalau alam semesta sekarang ini terlihat mengembang ke segenap penjuru, maka tentunya di masa lalu ukurannya lebih kecil dari sekarang. Kalau kita pikirkan lagi, pastilah di masa yang lebih lampau lagi ukurannya jauh lebih menciut, sampai suatu saat ukurannya setitik. Nah karena dari “ titik” itulah bermula segala sesuatu yang kita miliki kini, maka pastilah segala materi dan energi total segajat raya ini termampatkan pada "titik" tersebut. Saat ini alam semesta dengan diameter 10^27 meter ini terdiri 100 milyar galaksi dan setiap galaksi terdiri atas 100 miliar bintang, sehingga diperkirakan terdapat total 10^20 sampai dengan 10^24 bintang. Kesemua materi diperkirakan memiliki total massa 10^56 gram alias setriliun triliun triliun triliun ton materi (Gerald L. Schroeder) yang terbuat dari 10^80 partikel dasar. Jadi dengan memperhitungkan seluruh materi juga dark matter dan energi bebas yang ada sekarang menurut persamaan E=mc2 bisa dibayangkan betapa padat dan tingginya suhu titik tunggal tersebut. Steven Winberg dalam bukunya The First Three Minutes mengisahkan bahwa suhu awal semesta adalah 10^11 Kelvin dengan kerapatan 3,8 miliar kali rapat air sekarang. Pada 0,02 detik pertama ini alam semesta mengembang dengan cepat sehingga suhunya turun. Demikian seterusnya sambil tercipta partikel-partikel baru. “Bunyi” ledakan tersebut sekarang terdeteksi sebagai radiasi gelombang mikro. Radiasi ini pertama kali teramati tak sengaja oleh Penzias dan Wilson pada tahun 1965 dan pada tahun 1978 mereka mendapatkan nobel untuk penjelasan ilmiah teori dentuman besar ini. Saat ini Mark Whittle dari University of Virginia di Charlottesville telah merekonstruksi suara ledakan tersebut dari data-data yang dipetakan oleh satelit WMAP milik NASA. Anda bisa mendengarkan suara ledakan ini di Internet. Saya lupa dimana situsnya, tapi alih-alih dentuman saya mendengarnya sebagai suara mendenging. Tapi yang jelas bukan suara sirene kok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H