Kepentingan peserta pemilu untuk memenangkan pemilu dalam hal ini Pilkada seperti di Garut menyebabkan mereka menggunakan berbagai macam cara untuk menang sejak dari Pra Pemilihan, Pemilihan dan bahkan Pasca Pemilihan. Â Kepentingan peserta pilkada ini kemudian bertemu dengan integritas penyelenggara pemilu yang "koruptif". Â Perilaku korupsi merupakan salah satu pemicu penyimpangan dan pelanggaran terhadap integritas penyelenggara pemilu.
Kasus di Garut ini menunjukkan ada sebagian penyelenggara pemilu di negara kita yang terkikis integritasnya di mana yang bersangkutan  tidak menunjukkan adanya indepensi dan kejujuran.  Indepensi penyelenggara pemilu ditunjukkan dengan kemandirian dalam berbagai pengambilan keputusan yang didasarkan pada obyektifitas sesuai dengan data dan informasi yang valid serta mampu menolak segala bentuk intervensi dari berbagai kelompok kepentingan.  Kejujuran dicerminkan dengan menyatakan kebenaran sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Langkah KPU yang menyerahkan kasus Garut ini untuk diproses secara hukum dan secara etik kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) layak diapresisasi sebagai bagian dari upaya untuk "membersihkan" KPU sekaligus menjaga integritas dengan melakukan penegakan kode etik serta sekaligus untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap KPU maupun Pilkada itu sendiri.Â
Akhir kata kita semua berharap agar Kasus Garut ini merupakan kasus yang terakhir, jangan sampai proses pilkada maupun pemilu yang merupakan bagian dari perwujudan kedaulatan rakyat dinodai oleh perilaku menyimpang para penyelenggara pemilu yang kurang berintegritas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H