2021 adalah tahun di mana Madagaskar mengalami krisis pangan yang bisa dibilang cukup parah. Meskipun pada tahun-tahun sebelumnya Madagaskar juga sudah mengalami masalah yang berkaitan dengan pangan. Bencana krisis pangan ini disinyalir oleh 3 hal. Hal pertama dan yang utama adalah perubahan iklim. Faktor yang kedua adalah kondisi pemerintahan dan ekonomi yang terjadi di Madagaskar.Â
Kedua hal tersebut diperparah dengan hadirnya pandemi Covid-19 yang menghantam semua sektor tanpa pandang bulu (Aljazeera, 2021). Berkaca dari ketiga faktor yang menyebabkan krisis pangan di Madagaskar tersebut, langkah apa yang sudah dan akan dilakukan demi menyudahi krisis tersebut agar tidak semakin berlarut-larut. Maka dari itu, tulisan singkat ini akan menyajikan sedikit rangkuman tentang bagaimana krisis pangan di Madagaskar bisa terjadi dan apa yang akan dilakukan oleh manusia untuk mengakhiri krisis pangan di Madagaskar.
molekul air yang terkandung dalam tanah menguap. Setelah menguap, hawa panas juga akan membuat partikel air tersebut menjadi merenggang. Akibatnya, partikel yang membawa muatan molekul air tersebut menjadi lebih mudah terpindahkan bahkan dengan sedikit sentuhan dari angin. Partikel air tersebut berkumpul dan akhirnya mencapai titik jenuh dan berakhir menjadi hujan yang turun di wilayah lautan.Â
Hal tersebut yang menjadikan tanah di bagian Madagaskar Selatan menjadi tandus sehingga sulit untuk digunakan sebagai media bercocok tanam. Kedua, hawa panas di Madagaskar juga memengaruhi wilayah perairan. Suhu panas membuat penguapan air laut lebih cepat sehingga mengubah pola hujan yang ada. Inkonsistensi turunnya hujan membuat petani kesulitan untuk menentukan masa tanam dan masa panen sehingga rentan mengalami kegagalan.
Permasalahan ini tak hanya mencakup masalah ketahanan pangan di tingkat regional Madagaskar, tetapi juga menyangkut tentang isu perubahan iklim di tataran internasional atau global. Di mana seharusnya masyarakat global juga turut ikut campur dalam permasalahan serius yang melingkupi masalah lingkungan dan kemanusiaan.Â
Di dalam tulisan ini akan menyoroti 3 aktor yang terlibat. Aktor-aktor tersebut mencakup aktor non negara IGO (Intergovernmental Organization) dan Development Agencies maupun aktor negara yang mana dalam hal ini diwakili oleh pemerintahan Madagaskar itu sendiri. IGO yang berperan di sini adalah World Food Programme atau yang biasa disebut dengan WFP. Sedangkan untuk Development Agencies yang terlibat adalah U.S Agencies for International Development atau yang biasa disebut dengan USAID.
WFP merupakan organisasi non profit yang berada di bawah naungan PBB yang bergerak di bidang Food and Agriculture. WFP berperan cukup penting dalam kasus krisis pangan yang terjadi di Madagaskar. Organisasi non profit tersebut turut mendukung langkah- langkah adataptasi terhadap bencana yang terjadi di Madagaskar.Â
Tak hanya itu, WFP juga melakukan analisis terhadap kejadian lalu mengolahnya dalam bentuk data (Mliga, 2011). Setelah itu, WFP juga merancang berbagai laporan dan rekomendasi kebijakan serta rencana jangka panjang dalam melihat krisis pangan yang terjadi di Madagaskar (World Food Programme, 2021). Sedangkan untuk langkah riil yang dilakukan oleh WFP di antaranya distribusi makanan dan dukungan nutrisi untuk anak-anak dan ibu hamil.
Tak hanya WFP yang berkontribusi dalam krisis pangan di Madagaskar, USAID pun turut membantu secara riil dalam aktivitas diplomasi yang dilakukan. USAID dalam bidang ekonomi mewadahi untuk penciptaan peluang pendapatan warga setempat sehingga warga setempat mampu untuk memutar roda perekonomian keluarganya. Untuk bidang pangan, USAID ikut serta dalam pendistribusian suplemen makanan. USAID juga menginisiasi untuk melakukan peremajaan lahan agar lahan yang ada bisa dimanfaatkan sebagai lahan pertanian yang produktif.Â
Dalam menjalankan misinya, USAID juga berkolaborasi dengan UNICEF untuk menyelenggarakan media trip yang menyoroti tentang krisis pangan. Melalui media juga, keduanya meyusun berita yang berisikan ajakan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat global terkait masalah krisis pangan yang sedang dialami oleh Madagaskar. Aktor yang tak kalah penting dari IGO di atas adalah pemerintah Madagaskar itu sendiri.Â
Pemerintah Madagaskar sebagai satu-satunya entitas yang berhak menentukan kebijakan yang akan diambil untuk negara Madagaskar itu sendiri yang mana kebijakan tersebut bisa diambil dari berbagai rekomendasi dari aktor yang lain.
Aktivitas diplomasi yang terjadi dalam isu krisis pangan di Madagaskar melibatkan aktor-aktor antara IGO dengan pemerintah setempat dan isu yang dibahas adalah mengenai masalah pangan yang bisa berdampak pada kemanusiaan sehingga diplomasi yang terjadi dapat digolongkan ke dalam pola Diplomasi Multilateral dengan tipe Diplomasi Humaniter.Â
Dengan demikian, paparan di atas menunjukkan bahwasanya krisis pangan di Madagaskar khususnya Madagaskar bagian Selatan mayoritas disebabkan oleh ketidakpastian cuaca yang bersumber dari perubahan iklim.Â
Kasus krisis pangan di Madagaskar mungkin adalah awal dari tanda- tanda yang ditunjukkan oleh alam karena perubahan iklim yang terjadi.Â
Tentunya, apapun kegiatan yang dilakukan akan berdampak pada lingkungan. Maka dari itu, penulis mengajak kepada seluruh pembaca agar lebih tanggap terhadap kegiatan apapun yang akan dilakukan. Keputusan ada di tangan masing-masing, entah itu tangan yang akan membantu memperbaiki lingkungan atau tangan yang akan merusak lingkungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H