Mohon tunggu...
Sugeng Abdullah
Sugeng Abdullah Mohon Tunggu... Dosen - Mengaku sebagai Sanitarian Indonesia. Ia adalah tipe orang desa yang tidak mau ketinggalan jaman, meskipun kenyataannya selalu ketinggalan. Memiliki latar belakang pesantren (Tebuireng), Kesehatan Lingkungan (SPPH,APK Purwokerto), Keguruan (IKIP Semarang), Teknik Lingkungan (ITS Surabaya)dan Ilmu Lingkungan (UGM Yogyakarta). Ia juga sebagai Dosen di Program Studi D3 dan D4 Kesehatan Lingkungan Purwokerto. Pernah diberi tugas tambahan sebagai Ketua Unit Bengkel Kerja, Koordinator II Bidang Kemahasiswaan, Ketua Program Studi, Ketua Jurusan, Anggota Senat Poltekkes. Penerima Penghargaan Satya Lencana Karya Satya dari Presiden SBY dan Jokowi. Aktif di organisasi HAKLI, APTKLI, MTKP, Koperasi dan Sosial Keagamaan

asli orang desa yang tidak mau ketinggalan jaman, meskipun kenyataannya selalu ketinggalan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Poros Nadhotul Muslimin

19 Juli 2018   10:30 Diperbarui: 19 Juli 2018   10:41 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilu Legislative dan Pilihan Presiden sudah di ambang pintu. Prosesnya  sudah dimulai, pendaftaran calon legislative dan calon presiden. Pesta demokrasi segera berlangsung. Rakyat Indonesia akan memilih wakilnya  dan memilih pemimpin negerinya. Semua sudah maklum.  Semua juga sudah maklum bahwa rakyat Indonesia adalah umat Islam sebagai pemilih terbesar. Ironisnya, baru suaranya yang besar. Mengelola suara ummat yang besar ini masih belum ada yang mampu. 

Gagasan untuk menyatukan suara umat Islam sudah sangat sering kita saksikan melalui beragam media. Tidak ada yang  kurang dalam berargumentasi. Luar biasa. Kita  menunggu siapa yang mampu merealisasikannya. Tidak berhenti hanya "seandainya". Yakin, kalau umat Islam masih  tetap berkelompok  dan  taklid politik dengan kelompoknya, maka kita bakal melihat umat Islam gigit jari kembali.  Tidak menikmati  pembangunan dan hasil pembangunanya. Hanya nonton pembangunan  tapi tidak terlibat dalam pembangunan. Betul-betul  jadi penonton, tidak ikut menjadi tenaga kerja sebuah proyek, misalnya. Atau, betul-betul jadi penonton gedung apartemen mewah tapi tidak mampu menikmati tinggal di dalamnya.

Ironis memang (jika itu terus terjadi). Membeli air  dari  sumber air sendiri. Menjadi pelayan di rumah sendiri. Ini bisa dirubah  dengan politik, kata para politikus. Tentu jika para pemimpin politik dan pemimpin partai umat Islam  tidak egois.  Pemimpin politik yang dimaksud adalah para pemimpin  organisasi Islam.  Jika pemimpin organisasi Islam betul-betul  ikhlas untuk  Islam dan umat Islam, bukan untuk diri dan kelompok kecilnya, Harusnya sudah ada Poros Nahdhatul Muslimin (PNM).

NM sejatinya adalah inisial dari  Nahdhotul Ulama dan Muhammadiyah. Organisasi Islam di Indonesia sesungguhnya hanya dua yaitu  NU dan kawan2 dan Muhammadiyah dan kawan2.  Umat Islam di Indonesia yang  terbesar masih taklid politik pada dua organisasi itu.  Jika kedua imam organisasi itu bisa bersepakat untuk memilih pada pilihan yang sama, ini sungguh luar biasa akan bermanfaat bagi Islam dan umat Islam.  Inilah kebangkitan umat Islam yang sesungguhnya,  Poros Nahdhatul Muslimin (PNM). PNM  dapat berarti  Poros kebangkitan umat Islam.

Jangan bicara dulu pernah ada Masyumi yang gagal. Jangan bicara gagal.  Upayakan terus  untuk kebangkitan umat Islam  yang sesungguhnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun