Bagi mereka yang membeli kendaraan bermotor untuk usaha, apakah ojek dan lain-lain. Akan diberlakukan policy yang sama. Kata Sri Mulyani pada rabu, (22/04/2020) dalam konferensi virtual di Jakarta.
Disektor kredit perbankan bagi masyarakat awam banyak yang tidak paham, mereka beranggapan bagi nasabah baik bank dan leasing dengan plafon sibawah 100 juta hutang akan ditanggung negara, seperti pelanggan listrik. Harapnya.
Dan poin 3 yakni Bantuan Langsung Tunai banyak menuai konflik sosial, dari kekhawatiran salah sasaran hingga kericuhan yang bisa timbul bagi siapa saja yang ternyata tidak mendapatkan BLT.
Walau Badan Pusat Statistik (BPS) merilis 14 poin kriteria warga miskin hingga peraturan menteri, dianggap tidak membuat pemangku kebijakan seperti pemerintah tingkat paling bawah yaitu desa tenang. Pasalnya BLT bukan kali ini saja, pengalaman sebelum sebelumnya yang namanya BLT itu menyisakan persoalan yang tak terlupakan.
Mulai dari digrudugnya Balai Desa hingga diburunya Perangkat Desa yang dianggap pilah pilah warganya dalam mendapatkan bantuan. Tak heran jika perangkat desa merasa trauma ada juga yang lari terbirit birit keluar desa karena rumahnya disatroni warga seraya mau menghakimi.
Siapa Masyarakat terdampak, masih dilema pemikiran. terkait BLT mereka (Warga.red) tidak mau tahu, kalau tetangganya dapat dia juga harus mendapatkannya terlepas dari kriteria warga miskin, sebagai warga negara mereka menganggap punya hak yang sama juga.
BLT masih dalam proses, BLT digadang punya beberapa sumber anggaran ada yang dari  APBN Pusat ada juga dari Dana Desa.
BLT pusat mengacu pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang dirilis oleh kementrian sosial, by name by addres muncul secara otomatis hasil dari verifikasi dan validasi Basis Data Terpadu Dinas Sosial Kabupaten yang dikerjakan oleh Desa.
Sebelum DTKS muncul, terlebih dahulu data keluarga miskin yang ada di Desa di verifikasi dan validasi melalui pendataan verifikasi dan validasi basis data terpadu di Desa. Prakteknya adalah data yang masuk di BDT di cocokan dengan kondisi lapangan yang ada dengan mendatangi warga dan dilakukan wawancara langsung.
Data yang diperoleh kemudian diinput ke sistem SIKS-NG debutan Kemensos. Hasil pendataaan diolah munculah DTKS sebagai data rujukan untuk menentukan kebijakan terkait bansos.
Single Data yang dirancang dan diharapkan bisa mengcounter warga dengan permasalahan kesejahteraan sosial yang seyogyanya bisa terwujud, nyatanya sampai hari ini belum menunjukan firasat yang baik.