Mohon tunggu...
Sucen
Sucen Mohon Tunggu... Administrasi - Hidup itu sederhana, putuskan dan jangan pernah menyesalinya.

Masa depan adalah Hari ini.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bahaya Jika Warga Tak Mau Corona Pergi

19 April 2020   23:07 Diperbarui: 19 April 2020   23:46 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada dalam firman-Nya Alloh SWT " Bahwa Kesulitan itu diapit dua kemudahan " yakin bahwa setiap kesusahan pasti ada kemudahan. QS. Al-Insyiroh.

Wabah Corona menyisakan kesediahan yang mendalam terutama bagi mereka yang harus meninggal dunia akibat terpapar virus ini. Siapa yang lebih dulu dan beresiko tertular tentu para petugas kesehatan yang mengani langsung para pasien tersuspect.

Dua bulan sudah kabar duka terus kita dapatkan, jumlahnya terus saja bertambah.

Maka dengan kondisi ini Pemerintah selaku pemangku kebijakan, wajib menunaikan Undang-undangnya dalam mengatasi kesusahan yang dialami rakyat. Segala upaya pencegahan preventif dilakukan sampai pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Dengan keputusan itu apakah negara bisa bernafas lega?

Keputusan PSBB adalah keputusan paling final karena secara hitung-hitungan, Indonesia belum bisa memberlakukan Lockdown. Dengan lockdown tentu semua kebutuhan rakyat jarus diperhitungkan makan dan kebutuhan pokoknya.

Maka PSBB dianggap keputusan yang bisa dilakukan inipun negara mengerahkan sumber daya anggaran yang tidak sedikit. Pemerintah harus banting setir atas semua rencana anggaran belanjanya untuk kemudian dipindah untuk membiayai kebutuhan bidang kesehatan serta bantuan kepada masyarakat terdampak.

" Masyarakat terdampak " dimaksud disini adalah mereka orang yang tidak punya penghasilan karena dirumahkan oleh perusahaan dimana mereka bekerja atau para korban terpapar virus corona dan para pekerja nonformal, pelaku usaha umkm dimana mereka mengalami penurunan penghasilan secara ekonomi.

Pada prakteknya bahwa adanya pidato Preaiden kala itu terkait Bantuan Langsung Tunai (BLT) masyarakat begitu heboh.

Desa Cenang, Songgom-Brebes Jawa Tengah yang notabene masyarakatnya adalah petani, sedang secara pengamatan saya mereka tidak mengalami apa yang dialami para pekerja dikota, Jakarta Misalnya jelas bagi mereka yang tadinya nerdagang karena zona merah tidak diperbolehkan berdagang. Berbeda dengan di desa masyarakat petani masih beraktivitas seperti biasa toko saprotan juga masih buka, transaksi jual beli hasil bumi masih berlangsung.

Kondisi petani belum merasakan dampak covid-19 apalagi sekarang harga bawang merah merokt tajam harga dipetani dengan luas tanam 1.750 meterpersegi dibanderol 40 juta rupiah. Bagi petani yang saat ini tanam bawang dan panen tentu berlimang untung. Apakah itu masuk dalam masyarakat terdampak? Saya rasa tidak!

Dengan adanya rumor BLT mereka gaduh berlomba-lomba menyodorkan Kartu Keluarga ke ketua RT dengan harapan bisa ikut menikmati bantuan Pemerintah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun