Bedanya, penjaja makanan ini dagangannya tetap laku, meski tidak habis seluruhnya. Sebab masyarakat kita masih berpedoman teguh bahwa sandang, pangan, dan papan masuk deretan kebutuhan yang wajib terpenuhi demi kelangsungan hidup bersama. Sedangkan buku mungkin masuk kebutuhan tambahan. Malah seringnya masuk klasifikasi deretan yang tidak diperlukan. Maka sangat wajar jika ibu penjaja buku itu hanya laku sekali dua kali dalam durasi waktu satu bulan.
Ya tapi bagaimana pun kondisinya, buku sebagai bagian dari literasi yang orientasinya memperadabkan manusia tetap perlu diadakan dengan rasa optimis. Meski -mengutip obrolan dengan teman saya- jalan literasi adalah jalan sunyi.Â
Maka jangan khawatir dan kaget jika berjualan buku tidak selaku penjual makanan atau pakaian, mengadakan diskusi tapi tidak seramai menonton konser dangdut, dan silang wacana melulu dipandang sebelah mata. Begitu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H